Rabu 17 Feb 2016 18:00 WIB

SDN ‘Lesehan’ tak Jauh dari Kantor Pemerintah Kota

Red:

Sudah dua tahun, siswa SDN Margajaya II, Kelurahan Margajaya, Bekasi Selatan, terpaksa belajar tanpa meja dan kursi alias lesehan. Pengadaan bangku dan kursi di sekolah dasar tersebut masih terganjal di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi.

"Yang belajar tanpa meja kursi ada dua kelas. Kelas IV dan V," ujar Kepala Sekolah SDN Margajaya II Hj Holilah kepada Republika, Selasa (16/2).

Holilah pun menuturkan asal-muasal kondisi tersebut. Menurut dia, sekolah ini mengalami pembangunan ulang pada 2010. Ada penggabungan antara SDN II Margajaya dan SDN VIII Margajaya lantaran murid di SDN VIII Margajaya sedikit.

Padahal, lanjut Holilah, bangunan yang ada tidak memadai untuk dua SD. Pihak sekolah pun mengajukan pembangunan ruang kelas dan rehabilitasi sekolah. Otomatis jumlah meja kursi berkurang dengan adanya penambahan gedung.

Berakhirnya pembangunan sekolah tidak disertai datangnya bantuan pengadaan meja dan kursi. Sementara, tidak semua meja kursi yang ada dapat digunakan karena kondisinya sudah tidak layak.

Menurut Holilah, sekolah sempat membeli meja kursi untuk satu ruang kelas. Kemudian, mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi untuk satu ruang kelas lain. Namun, unit meja kursi yang ada tetap belum mencukupi. Masih ada dua kelas yang belajar tanpa meja dan kursi.

Total siswa di sekolah ini 270 siswa. Siswa yang terpaksa belajar tanpa meja kursi adalah siswa kelas IV sebanyak 22 murid dan siswa kelas V sebanyak 37 murid. Ironisnya, lokasi sekolah tersebut tak sampai setengah kilometer dari kantor Pemkot Bekasi.

Kepala Sekolah SDN Margajaya ini menambahkan, total ruang kelas di SDN II Margajaya sebanyak sembilan ruang. Masing-masing, tiga ruang kelas di lantai dasar, empat di lantai dua, dan dua ruang di lantai tiga. Yang sudah difungsikan ada tujuh kelas.

Dua ruang kelas di lantai tiga belum difungsikan karena ketiadaan meja dan kursi. Ada pula dua kelas yang siswanya terpaksa disiasati masuk siang karena kekurangan meja dan kursi.

Menurut Holilah, hampir tiap tahun sekolah menyampaikan proposal kepada Dinas Pendidikan. Proposal pertama diajukan pada 2012. Mereka sempat dijanjikan bahwa meja kursi akan turun pada Juli 2015, tapi belum terwujud sampai sekarang. "Dari Disdik sudah meninjau. Tapi, belum ada tanggapan," kata Holila mengeluh.

Alasan yang disampaikan kepada sekolah, pihak Disdik sedang melakukan proses lelang. Ia berharap, pengadaan meja kursi ini dapat terwujud dalam waktu cepat. Apalagi, siswa sudah mendekati musim ujian tengah semester (UTS).

Guru kelas IV, Euis Juhaenah, yang ditemui Republika di sela-sela proses kegiatan belajar mengajar (KBM), mengaku kekurangan meja kursi jelas berpengaruh. "Anak yang pintar dicolek sama yang lain. Guru sampai tidak istirahat ngawasi anak-anak. Dulu, awal tahun ajaran baru tidak bisa ditinggal. Semester dua sudah mau stabil," kata dia.

Lantaran masih anak-anak, kata Euis, ada saja celah mereka untuk bermain dalam kondisi seperti itu. Pada 14 Agustus 2014, sampai ada kejadian anak bermain kuda-kudaan di lantai hingga hampir pingsan. Bila tiba masa ulangan, mereka terpaksa bermain di siang hari saat kelas lain kosong dan pindah ke kelas tersebut demi mencari kondisi yang kondusif.

Euis membenarkan, sudah ada pengawas yang menilik dan memfoto kondisi ruang kelas. Orang tua murid sempat ada inisiatif untuk menyumbang, tapi gagal karena tidak seia sekata. Tahun 2013/2014, sempat juga ada sumbangan karpet dari orang tua murid. Tapi, lantaran kondisi karpet sudah tidak memadai, sekarang sudah tidak digunakan lagi.

Siswa kelas IV SDN Margajaya II, Taufik (9 tahun), mengaku kurang konsentrasi belajar. Sudah sepuluh bulan berjalan, terhitung sejak kenaikan tahun ajaran lalu, kata Taufik, ia selalu lesehan saat belajar. Saat mengerjakan soal atau menulis, ia mendeprok atau tengkurap. Ada juga beberapa kawannya yang berinisiatif membawa meja belajar dari rumah. Ia berharap, impiannya belajar dengan meja kursi layaknya murid sekolah-sekolah lain dapat segera terlaksana.

Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan juga tampak di SDN Margajaya I, Kelurahan Margajaya. Berdasarkan pantauan Republika, sejumlah meja dan kursi di sekolah ini sudah mengalami rusak parah. Kondisi ini menyebar di hampir semua ruang kelas, khususnya yang ada di lantai dua.

Jumlah ruang kelas ada tujuh ruang, dengan total 190 siswa. Bangku-bangku yang digunakan sudah tambal sulam. Meja guru pun berada dalam kondisi serupa. Alhasil, beberapa anak pernah sampai berdarah karena tersangkut paku yang digunakan untuk menambal meja tersebut.

Salah satu sumber tepercaya yang tidak ingin disebut namanya mengatakan, pihak sekolah sudah dua kali mengusulkan proposal pengadaan meja kursi. Sekolah sempat dijanjikan bantuan turun paling lambat Desember 2015, tapi belum juga terbukti.

Saat ini, sekolah menyiasati dengan menyisihkan anggaran bantuan operasional sekolah mulai triwulan ketiga 2015 lalu. Perbaikan dilakukan secara bertahap. Dari dana tersebut, sekolah membeli sepuluh unit senilai Rp 4 juta guna mengganti meja dan kursi yang sudah sangat parah.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengakui, sekitar Rp 75 miliar anggaran Disdik Kota Bekasi tak terserap pada 2015. "Karena memang tahun 2015 sudah direncanakan pembelian kursi meja, tapi Dinas Pendidikan gagal melelang pengadaan meubelair untuk sekolah," kata dia kepada Republika, Selasa.

Rahmat mengatakan, Disdik gagal dalam menjalankan program tersebut. Alasan yang dikemukakan, tidak cukup waktu karena sejak awal sampai September 2015 mereka berkutat pada persoalan siapa yang bisa menyuplai. Sisa anggaran yang tidak terserap pada 2015 sekitar Rp 75 miliar. Ia pun mengaku prihatin dengan keberadaan siswa-siswa yang belajar tanpa meja dan kursi di sekolah yang tak jauh dari Pemkot Bekasi tersebut.

Wali Kota Bekasi ini mengungkapkan, pada 2016 ini pengadaan meubelair kembali direncanakan. Disdik kembali menganggarkan pembelian mebel dan disetujui sebesar Rp 10 miliar. Padahal dengan anggaran Rp 10 miliar, Disdik Kota Bekasi hanya dapat membeli sekitar 100 paket mebel.

Paling lambat, kata Rahmat, pada triwulan pertama Maret sudah harus berhasil dilakukan pengadaan supaya menutup kekurangan-kekurangan yang tidak bisa dilaksanakan pada 2015. Rahmat mengatakan, tidak hanya SDN Margajaya II, tapi juga sekolah-sekolah lain yang mempunyai kebutuhan serupa. "Pengadaan dipercepat. Paling lambat Maret sudah selesai," katanya menegaskan.

Rahmat menambahkan, kondisi ini bisa terjadi lantaran beberapa faktor. Menurutnya, para pegawai khawatir akan terjadi "sesuatu" karena sekarang kondisinya harus melakukan e-procurement. Pepen, sapaan akrab Rahmat, juga menyebut, mereka tidak cakap dalam mengelola uang. Kejadian terakhir, lantaran keterbatasan waktu dalam proses lelang, hal itu menyebabkan pengadaan gagal dilakukan.  c38, ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement