Rabu 02 Sep 2015 14:57 WIB

Harga Elektronik Melambung, Daya Beli Menurun

Red:

Sejumlah barang elektronik di Kota Bogor, Jawa Barat, mengalami kenaikan harga akibat melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir. Tak ayal, kenaikan harga barang-barang elektronik yang diakibatkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah tersebut dikeluhkan oleh warga Kota Bogor.

"Saya hendak membeli laptop, tapi harganya mahal banget," ujar Nesya (21 tahun), salah satu warga Bogor yang mengeluhkan kenaikan harga tersebut, Selasa (1/9).

Hal senada juga dikeluhkan calon pembeli lainnya, Andi (30). "Harga dolar yang mahal tapi kenapa harga elektronik jadi mahal? Pemerintah harus segera bertindak," ucapnya.

Melemahnya nilai tukar rupiah berimbas terhadap naiknya harga barang-barang elektronik dibenarkan pula oleh salah satu karyawan toko telepon seluler di salah satu mal di Kota Bogor, Amar (40). "Hampir semua barang elektronik pasti naik karena saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar sedang jatuh," kata dia.

Muzakkir, pemilik sejumlah perusahaan retail bidang information technology (IT) di Kota Bogor, mengatakan, kenaikan harga dimulai sejak 1 Juli 2015. Sesuai amanat Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Republik Indonesia, masyarakat dan pelaku usaha harus menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksi. "Saat 1 Juli sudah ada kenaikan 2,5 sampai 10 persen," kata Muzakkir, Selasa.

Muzakkir mengungkapkan, semua vendor masih menggunakan dolar AS sehingga pengusaha harus mengonversi dolar ke rupiah. Terlebih, rate yang digunakan untuk penjualan laptop, komputer, handphone, dan produk-produk IT lain lebih tinggi daripada harga dolar di pasaran.

Muzakkir mencontohkan, ketika nilai tukar satu dolar AS sama dengan Rp 13.300, vendor mematok harga yang lebih aman, yakni Rp 13.500 sampai Rp 14 ribu. Saat rupiah terhadap dolar melejit ke Rp 14 ribu, vendor menggunakan patokan Rp 14.200 hingga Rp 14.500. "Vendor berjaga-jaga sebab tidak ada jaminan angka akan bertahan, naik, atau turun," ujar ketua umum BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Bogor itu.

Muzakkir melanjutkan, kebijakan tiap vendor berbeda-beda. Sebagian merevisi perubahan rate setiap dua pekan, sebulan, tiga bulan, hingga enam bulan.

Sebagai pengusaha retail, Muzakkir tentu menyesuaikan tarif dari vendor sehingga harga semakin melambung. Ia menginformasikan, kenaikan harga itu menurunkan penjualan retailnya hingga 40 persen. "Pengaruh pasti, dengan kenaikan harga, daya beli masyarakat akan berkurang," ujarnya.

Selain aktif di bisnis elektronik, Muzakkir juga berkecimpung dalam proyek pemerintahan. Sampai saat ini, ia tak optimistis proyek-proyek yang tersisa bisa rampung hingga akhir tahun. Alasannya, Pemerintah Kota Bogor belum terlalu banyak menyerap anggaran yang berkisar antara 20 sampai 30 persen.

Kesempatan penyerapan anggaran lebih dari 70 persen dalam empat bulan yang tersisa hingga akhir tahun 2015 dinilai Muzakkir tak meyakinkan. Harapannya, pemerintah bisa gerak cepat memberi stimulus-stimulus baru yang membuat penyerapan anggaran lebih cepat. "Sehingga, akan berimbas ke perbaikan ekonomi," jelas sekretaris jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) itu.

n c34 ed: endro yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement