Senin 31 Aug 2015 17:00 WIB

Pemilih Bogor Kekurangan Informasi

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemilu 2014 lalu menjadi pelajaran tersendiri bagi masyarakat Kota Bogor. Sebabnya, pemilu menghadirkan banyak calon anggota legislatif dari banyak parpol. Hal ini membuat mereka bingung untuk memilih siapa calon yang dianggap pantas.

"Mereka kekurangan informasi," ujar Ketua KPU Kota Bogor, Undang Suryatna, di Bogor, Jumat (28/8).

Secara umum, perilaku pemilih di kota tersebut dalam penyelenggaraan pemilu cenderung rasional, hal ini dibuktikan dari hasil survei KPUD.

Undang menjelaskan, KPU melakukan riset tentang perilaku pemilih di Kota Bogor dengan menyebar kuisioner kepada 100 responden pada bulan April hingga Juni. Survei tersebut dilakukan dengan tiga indikator, yakni sosiologi, psikologi, dan pendekatan pemilih rasional.

Indikator sosiologi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sosial terhadap perilaku pemilih. Indikator psikologis untuk mengetahui sikap dalam faktor-faktor berkaitan dengan kepribadian, kedekatan emosional, dan indikator terakhir untuk melihat sejauh mana orientasi pemilih terhadap calon dengan mengikuti perkembangan isu terkini.

"Hasilnya, sejumlah faktor memengaruhi perilaku pemilih Kota Bogor cenderung bersifat rasional, tetapi memiliki keterbatasan informasi," kata Undang.

Menurut Undang, dari hasil survei tersebut, diketahui bahwa pemilih memiliki keterbatasan informasi, terutama pada pelaksanaan Pemilu 2014 meliputi pemilihan presiden dan legislatif.

Ia mengatakan, keterbatasan informasi tersebut didominasi pada pemilu legislatif, semakin banyak partai politik dan pasangan calon semakin sedikit informasi yang diperoleh oleh pemilih terhadap calonnya. "Karena parpolnya banyak dan calonnya juga banyak, jadi informasi pemilih tentang calon yang akan dipilihnya sangat sedikit," katanya.

Perilaku berbeda ditunjukkan pada pemilihan presiden, yang mana bantuan media dalam memublikasikan pasangan calon banyak membantu pemilih mendapatkan informasi. Sehingga, pemilih cenderung mendapatkan informasi lebih terkait calon-calon yang akan dipilihnya.

Hal ini menjadi catatan ke depan. Partai politik diharapkannya terlibat langsung melakukan sosialisasi terhadap calon-calonnya. Hal ini akan membuat pemilih dapat menentukan sikapnya saat waktu pencoblosan.

Ada yang menarik dari perilaku pemilih Kota Bogor, lanjut Undang, tingkat partisipasi pemilih pada pilkada wali kota sebesar 63 persen, sedangkan pilkada gubernur sebesar 67 persen. Berbeda pada pemilu presiden, ada keunikan yang mana tingkat partisipasi masyarakat meningkat dibanding pilkada daerah. Tercatat angka partisipasi Kota Bogor sebesar 79,12 persen, sedangkan tingkat nasional hanya 75 persen, dan provinsi 70 persen.

"Ini fenomena berbeda, saat pilpres tingkat partisipasi pemilih justru lebih tinggi dibanding tingkat nasional maupun provinsi," kata Undang.

Undang mengatakan, hasil riset tentang perilaku pemilih di Kota Bogor telah disampaikan melalui forum diskusi grup yang melibatkan 30 peserta yang berasal dari kalangan akademisi, budayawan, LSM, organisasi kepemudaan, pemerhati pemilu, dan perwakilan media dari PWI serta Forum Wartawan Harian Bogor.

Ia mengungkapkan, dari FGD ini direkomendasikan kegiatan sosialisasi agar tepat sasaran. Selain itu, peran parpol harus ditingkatkan untuk mengenalkan calonnya. KPU berharap pemilu tidak hanya berjalan baik, tapi pemilih dapat memilih dengan tepat dan pemimpin yang terpilih juga berkualitas. Sehingga, hasil pemilu dapat dirasakan oleh masyarakat.  antara ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement