Jumat 24 Oct 2014 15:35 WIB

Bogor Kota Termacet se-Indonesia

Red:

BOGOR — Kementerian Perhubungan menempatkan Bogor sebagai kota termacet di Indonesia. Bogor bertengger di urutan pertama dari 10 kota di Indonesia yang memiliki tingkat kepadatan lalu lintasnya.

Kemenhub menyebut, laju kendaraan di Bogor 15,3 kilometer per jam dan volume per kapasitas atau VC ratio 0,86. Urutan kedua adalah DKI Jakarta dengan laju kendaraan 10-20 km/jam dan VC ratio 0,85.

Di urutan kelima adalah Depok dengan laju kendaraan 21,4 km/jam dan VC ratio 0,83. Urutan keenam adalah Bekasi dengan laju kendaraan 21,86 km/jam dan VC ratio 0,83. Urutan ketujuh adalah Tangerang dengan laju kendaraan 22 km/jam dan VC ratio 0,82.

 

Lima kota lainnya adalah ibu kota provinsi di luar DKI Jakarta, yakni Bandung, Jawa Barat, di urutan ketiga, Surabaya, Jawa Timur, urutan keempat, Medan, Sumatra Utara, urutan kedelapan, Makassar, Sulawesi Selatan, urutan kesembilan, dan Semarang, Jawa Tengah, urutan ke-10.

Warga Bogor menolak jika Kota Hujan menjadi jagoan kemacetan. Sri (53), warga Suryakencana, mengatakan, Bogor hanya macet pada saat-saat tertentu, seperti pada saat masuk jam sekolah dan pulang kantor. Selebihnya, ia mengklaim ruas-ruas jalan besar di Bogor relatif lancar. "Iya macet kalau pagi dan sore," kata Sri, Kamis (23/10).

Sri mengungkapkan, kemacetan adalah masalah utama tidak hanya di Bogor, tapi juga di kota-kota besar lainnya. Penyebab macet yang paling utama adalah masyarakat memiliki jam-jam sibuk yang sama.

Pendapat serupa diutarakan Anwar (38), warga Tajur. Menurut Anwar, Bogor hanya mengalami macet saat akhir pekan. Sebab, pada Sabtu dan Ahad, Bogor dipenuhi dengan para wisatawan yang ingin berlibur. "Di sini banyak tempat wisata, macetnya sama orang Jakarta juga," ujar Anwar, Kamis (23/10).

Untuk mengatasi macet, tambah Anwar, sebaiknya wisatawan dari luar kota dibatasi dalam penggunaan mobil pribadi. Hanya, Pemkot Bogor juga harus membenahi sistem transportasi yang ada di Kota Bogor.

Mobil listrik

Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Darat (DLLAJ) Kota Bogor melakukan uji coba prototipe angkutan kota (angkot) berbahan bakar listrik. Staf Seksi Angkutan Dalan Trayek DLLAJ Teten Richar Nurdin mengatakan, uji coba pengadaan angkot listrik ini dilakukan dalam rangka melaksanakan program pengurangan emisi gas.

"Kami sedang melaksanakan program lingkungan Langit Biru, salah satunya program penggunaan angling (angkutan lingkungan) listrik," ujar Teten saat ditemui Republika, Kamis (23/10).

Teten menjelaskan, angling listrik yang diproduksi di LIPI Bandung ini dapat melaju sejauh 100-200 km dalam satu kali isi baterai. Pengisian baterai hanya memakan biaya Rp 20 ribu untuk satu kali isi. "Sopir angkot bisa menghemat hingga puluhan ribu dengan angkot listrik ini," jelas Teten.

Teten mengungkapkan, angkutan bertenaga listrik memiliki beberapa manfaat dibandingkan dengan angkutan berbahan bakar minyak (BBM) atau gas (BBG). Baterai mobil yang sudah terisi penuh dapat menempuh jarak 100 sampai 200 km. Sedangkan, dalam penggunaan BBM dan BBG, dalam sehari, satu angkot dapat mengeluarkan biaya pengisian hingga Rp 120 ribu untuk BBM dan Rp 50 ribu untuk BBG.

Manfaat lainnya adalah tidak adanya emisi gas yang dihasilkan oleh angling listrik. Tidak adanya gas yang dibuang itu diharapkan dapat membantu mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain baik untuk lingkungan, angling listrik bisa dioperasikan terus-menerus tanpa perlu peremajaan kendaraan. Teten menambahkan, kerusakan angkutan bertenaga listrik umumnya hanya pada baterai. "Yang dipakai untuk mobil listrik diutamakan mobil tahun 2004 ke atas," ujar Teten.

Hanya, Teten menambahkan, belum tahu kapan angling listrik dapat diproduksi massal. Mahalnya biaya produksi menjadi kendala pemerintah dalam mengembangkan proyek ini.  "Belum lagi, DLLAJ harus menyosialisasikan manfaat angkutan listrik ini agar mudah diterima masyarakat," ucap dia. n c09 ed: karta raharja ucu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement