Sabtu 20 Sep 2014 17:34 WIB

Reklamasi Bukan Solusi

Red: operator

Lahan pertanian di atas tanah reklamasi dinilai tidak produktif.

JAKARTA -Rencana reklamasi 17 pulau yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai bukan solusi yang tepat mengatasi masalah Ibu Kota. Reklamasi dinilai akan menambah ke rusakan lingkungan di teluk Jakarta.

Menurut Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional Edo Rakhman, kondisi lingkungan di daerah tersebut perlu direhabilitasi, bukan direklamasi."Kalau konsepnya, mau memulihkan lingkungan," ucap Edo ketika ditemui Republika, Rabu (16/9).

Reklamasi juga bukan solusi pembangunan di Jakarta, tapi justru dapat mengganggu sistem alam.Ia menjelaskan, reklamasi akan mengganggu siklus hidrologi yang ada.

"Karena, penimbunan tanah akan memutus aliran air serta mengganggu peresapan air hujan lantaran adanya pengerasan," kata Edo.

Karena itu, ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta transparan kepada masyarakat terkait tujuan rencana reklamasi (pengerukan laut) 17 pulau di pantai utara Jakarta. Jika tujuan reklamasi pulau karena Ibu Kota kian padat, menurut Edo, perlu ada pengecekan lapangan.

Artinya, jika tujuan reklamasi tersebut untuk kepentingan bisnis, pemprov harus terbuka kepada publik. "Jangan mengatasnamakan kebutuhan lahan bagi masyarakat," ujar Edo.

Yang menjadi pertanyaan, menurut Edo, adalah apakah warga Jakarta kekurangan lahan atau justru kekurangan tempat tinggal.

Jika permasalahannya kekurangan tempat tinggal, model pembangunannya bisa dengan sistem vertikal."Seperti, rumah susun dan seterusnya," ujar Edo. Reklamasi, menurutnya, bukan jawaban dari kekurangan lahan.

Persoalan lain, menurut Edo, adalah apakah lahan hasil reklamasi akan bisa diakses masyarakat luas. Ia mengatakan, pulau-pulau buatan itu nantinya akan dikaveling para investor. Sehingga, pulau-pulau itu condong dikomersialkan meskipun pemprov mengklaim reklamasi pulau juga untuk kepen tingan publik. "Tapi, seberapa be sar?" kata dia menyindir.

Edo menegaskan, jika reklamasi itu hanya untuk kebutuhan bisnis, pemprov harus terbuka menyampaikannya kepada masyarakat. "Siapa-siapa investor yang akan melakukan reklamasi, pemberian izinnya bagaimana, siapa penyelenggaranya, untuk kepentingan apa," papar Edo.

Menurut Edo, reklamasi bukan solusi menjawab kebutuhan lahan, juga bukan langkah yang tepat untuk memperbaiki lingkungan. Walhi, kata Edo, tidak menoleransi reklamasi.

Ia juga mempertanyakan jatah lima persen lahan reklamasi yang diberikan kepada pemprov. "Jangan-jangan hanya kesepakatan pemprov dengan pihak reklamasi,"kata Edo.

Jatah lima persen yang bakal di jadikan pertanian juga melahirkan masalah baru. Sebab, sepanjang pengetahuannya, lahan pertanian di atas tanah reklamasi tidak produktif. "Karena tanah itu adalah ta nah pengerukan dari darat, ke mudian dibawa ke laut, tentu saja bercampur dengan air laut," katanya.

Karena itu, ia menyarankan Pemprov DKI tegas dengan kesepakatan lahan pertanian yang akan dibuat. "Apakah kesepakatan pemprov dengan pelaku reklamasi. Ataukah dengan masyarakat yang akan menempati lahan yang di buat itu. Kemudian, pertanian apa yang akan dikembangkan di atas lahan hasil reklamasi," ucapnya.

Pemprov DKI mengklaim rencana pembangunan 17 pulau buatan dengan cara reklamasi (menguruk laut) di pantai utara Jakarta bakal menguntungkan. Reklamasi tersebut dibangun untuk melindungi Jakarta dari banjir dan ancam an kenaikan permukaan laut.

Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Selasa (16/9), mengatakan, reklamasi dapat menampung air laut yang tercemar. "Setelah reklamasi," kata Basuki, "akan dibangun konstruksi laut terluar dan terakhir tanggul laut raksasa. Ini akan membuat pembaruan laut dan menguntungkan."

Reklamasi 17 pulau di wilayah pantai utara Jakarta merupakan bagian dari program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang dimulai pada 2015. Pembangunan 17 pulau baru ini akan menambah luasan Jakarta sebesar 5.100 hektare.  rep:c89/c66, ed:karta raharja ucu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement