Kamis 04 Sep 2014 14:00 WIB

Seruan Nasionalisme Berbingkai

Red:

"Karya fotografi saya semuanya tentang kepedulian. Berharap bisa menginspirasi orang Indonesia agar mau ikut serta meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia". Kalimat tersebut terdengar sangat nasionalis. Tidak jauh dari seruan untuk cinta Tanah Air.

Kedengarannya biasa saja ketika hal itu diungkapkan oleh seseorang yang lahir dan besar di Indonesia. Tapi, jangan salah, seruan bernada patriotik itu diucapkan David Metcaff, seorang fotografer dari Selandia Baru, saat berbincang dengan Republika pada Senin, pekan terakhir Agustus 2014.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

David Metcaff telah berkeliling Indonesia selama dua tahun terakhir dan mengaku jatuh hati kepada negeri ini. "Saya telah lama berkeliling Indonesia, namun lebih sering Bali dan Kalimantan. Dua pulau ini membius saya dengan keindahan alamnya. Tapi, bukan saja alamnya, manusianya tak kalah menarik untuk diceritakan melalui foto," ujarnya sesaat sebelum pembukaan pameran fotografi bertajuk "xxxxx".

Sesuai dengan judulnya, pameran yang berlangsung hingga 5 September di Galeri Seni Kunstkring ini banyak memamerkan jejak-jejak fotografer selama dia berkeliling nusantara.

Pertama kali masuk ruang pameran, pengunjung akan disambut dengan sebuah foto yang berisi sepasang muda-mudi yang sedang berdiri di tepi sungai. Mengenakan pakaian adat Dayak, mereka tampak seperti bersiap untuk berburu. Sang lelaki membawa perlengkapan berburu, lengkap dengan sumpit. Sedangkan, sang wanita membawa keranjang untuk menyimpan hewan tangkapan.

Foto yang David ambil di pedalaman Kalimantan ini berjudul "Ready to Hunt", menyajikan sebuah gambaran nyata keadaan masyarakat Dayak yang masih tinggal di pedalaman. Meskipun sudah banyak orang Dayak tinggal di kota besar, kata dia, tapi masih ada orang Dayak yang memilih tinggal di dalam hutan.

"Saya mencoba mengungkapkan kepada banyak orang bahwa mereka masih ada dan berusaha mempertahankan adat yang mereka punya," jelas David sambil menunjukkan foto yang dipajang tepat di samping pintu masuk.

Bergeser ke kiri, ada sebuah foto yang berisikan seorang lelaki di dalamnya. Dia mengenakan ikat kepala khas Bali, kulitnya gelap dengan keringat rata membasahi tubuhnya. Sebuah rokok terselip di bibirnya, kontras dengan warna kulit dan latar fotonya. Di bawahnya tertulis sebuah keterangan foto, "Saya takjub dengan kegigihan orang Jembrana di Bali yang seolah tak lelah menggembala kerbau. Bahkan, untuk sejenak istirahat saja tidak. Saya dapat momen dia merokok saja sudah bahagia," ujar David.

Semua foto yang dipamerkan David menggambarkan perjalanan yang dia lakukan selama dua tahun khusus untuk mengadakan pameran ini. Di setiap foto, David tidak pernah luput mengambil objek yang jelas menunjukkan budaya di setiap tempat.

Baginya, penting untuk menyebarkan "virus" cinta Tanah Air. "Inginnya agar orang lantas takjub dengan negeri ini. Khususnya, orang Indonesia. Rasa nasionalisme kan bisa datang dari mana saja. Salah satunya, dengan bangga akan kekayaan alam dan budaya Indonesia," David menjelaskan sambil memandu ke deretan foto yang dipamerkan.

Sebuah foto yang dipamerkan di sudut kiri aula lantai dua Kunstkring sempat membuat David berhenti sejenak di depannya. Di dalam bingkai foto berukuran 30 x 50 cm tampil foto seorang perempuan Bali yang menunduk khusyuk bersembahyang di pura. "Coba tengok wajahnya yang lembut berdoa. Ada ketulusan di sana. Foto ini mengajak sesaat untuk kita berkontemplasi dan merefleksikan diri. Bagaimana hubungan kita dengan Tuhan?" jelas David sambil menghadap foto yang berjudul "Connecting with The Spirits", berhubungan dengan-Nya.

Ada pula satu bagian pameran yang khusus menampilkan foto-foto lansekap daerah eksotis di Indonesia. Ada satu foto yang menyajikan pemandangan indah di Bromo. Belum lagi, pemandangan indah Pulau Lombok dengan masjid di tengah sawah menunjukkan keharmonisan agama di Lombok. Foto ini berjudul "Mosque in the Mist", masjid di tengah kabut.

David yang pernah tinggal di Indonesia selama lima tahun merasa beruntung bisa dipertemukan dengan Jakarta. Baginya, orang Indonesia adalah manusia teramah di dunia. Berlebihan? Sepantasnya kita bersyukur masih ada orang yang beranggapan demikian. David kini memilih tinggal di Bali bersama keluarganya. Di sana, dia membuka sekolah fotografi di Bali dan Kalimantan. Itulah kecintaannya atas Indonesia, termasuk hasratnya untuk memotivasi nasionalisme di antara orang Indonesia sendiri. rep:c85 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement