Selasa 02 Sep 2014 16:30 WIB

Secara Ragawi Depok Telah Mati

Red:

Secara ragawi Kota Depok telah mati. Tidak ada ruang terbuka hijau karena telah hilang oleh pembangunan mal dan apartemen. Tak hanya itu, Depok yang dulunya memiliki banyak situ, membuat kota itu dijuluki Kota Air. Namun, kini, situ-situ yang ada di Kota Depok tinggal kenangan dan berganti wujud menjadi perumahan dan pertokoan.

Itulah kondisi Kota Depok dari pengamatan JJ Rizal, sejarawan dan pengamat tentang kota yang menjadi tempat tinggalnya. Kota yang kini berpenduduk lebih dari dua juta jiwa itu sangat minim ruang terbuka hijau.

"Ada beberapa situ yang masih ada seperti Situ Cilodong tapi yang mengurusnya Kementerian Perairan, dan Situ Pengasinan yang mengurus warga, Pemerintah Kota Depok tidak pernah mengurus situ-situ yang ada di Kota Depok," ujar JJ Rizal.

Kondisi tersebut membuatnya prihatin. Terlebih lagi, kata dia, Kota Depok mengalami degradasi, tak hanya dari lingkungan, melainkan juga berbagai aspek. Bahkan, dia sampai berpendapat, Kota Depok telah terbunuh karena salah urus pemerintahannya selama ini.

"Depok itu tidak diurus, tapi juga salah urus. Depok tidak memiliki ruang terbuka hijau. Coba mana, sebutkan taman yang ada di Depok? Enggak ada kan?" kata JJ Rizal kepada Republika, Senin (1/9).

Untuk itulah, JJ Rizal merasa terpanggil untuk berperan langsung dalam melakukan perbaikan kotanya. Ajang pemilihan kepala daerah (Pemilukada) Kota Depok yang bakal digelar akhir Februari 2015 itu jadi harapannya untuk bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran guna perbaikan kotanya itu.

Dia membentuk jaringan relawan untuk memastikannya menuju Pemilukada Depok. Melihat Kota Depok yang semakin terpuruk Rizal memastikan niatnya untuk maju dalam kompetisi itu pada tahun depan. Ia membangun jaringan relawan lewat media sosial dengan tagar Savedepok.

Kota Depok tak hanya tergerus lingkungannya, tapi juga sangat rawan kecelakaan. Rizal mencontohkan pengalamannya sendiri. Ia pernah terjatuh dari sepeda karena jalan yang berlubang dan penerangan jalan yang kurang.

Warga Beji Timur, Depok, ini juga mengatakan, kotanya jadi rawan banjir, karena drainase yang tidak benar. Alumni Universitas Indonesia ini mengatakan, tidak hanya secara fisik yang rusak, namun juga jiwa Kota Depok juga telah terbunuh.

Mengapa dengan jiwa kota ini? Menurut JJ Rizal, jiwanya sebagai kota yang multikultural telah mati. Menurutnya, Kota Depok dihuni oleh para dosen, peneliti, dan aktivis karena ada Universitas Indonesia sebagai universitas terbesar, namun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintah Kota Depok untuk bekerja sama membangun Kota Depok.

"Di Depok ada Universitas Indonesia. Di sana ada Fakultas Ilmu Budaya, harus ditanyakan dulu apa itu jati diri bangsa, semua juga tahu terlalu dangkal menyatakan jati diri bangsa hanya makan menggunakan tangan kanan," katanya.

Menurut Rizal, Kota Depok adalah kota yang multikultural. Ia mencontohkan nama-nama tempat di Kota Depok yang menunjukkan hal tersebut. Lihat Pondok Cina, kata dia. Di sana ada kata 'Cina', jelas dulu di sana tempat berkumpul orang Cina. Selain itu, di dekat sana ada Belanda Depok, menginterpretasikan Eropa. rep:c74 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement