Kamis 21 Aug 2014 17:30 WIB

Taksi Uber Sulit Ditindak

Red:

BALAI KOTA -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mengaku kesulitan mendeteksi keberadaan perusahaan Taksi Uber (taksi online) di Ibu Kota. Ketua Unit Taksi Organda DKI Jakarta M Siburian mengungkapkan, Organda DKI berniat mengonfirmasi izin pengoperasian jasa taksi mewah tak berizin tersebut.

"Kita sudah cari dan tidak bisa menemukan kantor perwakilannya di Indonesia," ujar Siburian, Selasa (20/8).

Sebenarnya, kata Siburian, Pemerintah Provinsi DKI dalam hal ini Dinas Perhubungan juga pernah mengundang perusahaan tersebut sebelum terkenal seperti sekarang. Namun, undangan tersebut tidak dianggapi perusahaan jasa asal Amerika Serikat tersebut.

"Sewaktu diundang ke rapat di Dishub pun mereka tidak datang. Jadi, saat ini kita sama sekali tidak tahu di mana alamat kantornya, tarifnya berapa, dan siapa juga yang menjadi penanggungjawabnya," kata Siburian menjelaskan.

Meski menggunakan mobil pribadi, pelayanan yang diberikan Uber seperti halnya taksi. Jasa Uber yang beroperasi di kawasan SCBD, Sudirman, dan Kuningan itu hingga kini tidak memiliki izin, berpelat hitam, dan tanpa menggunakan penanda apa pun. Mobil-mobil yang disediakan memang tergolong mewah, seperti Toyota Camry, Alphard, hingga Mercedes-Benz S-Class.

"Jelas-jelas dia memungut bayaran dari penumpangnya. Ada tarif per kilometernya walaupun dia tidak diketahui dari mana menentukan tarifnya," kata Siburian.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Muhammad Akbar menuturkan, tidak jelasnya keberadaan perusahaan Taksi Uber membuat Dishub kesulitan melakukan tindakan tegas. Penyebabnya, antara lain, karena sulit mengenali jenis Taksi Uber yang beroperasi di jalan raya.

Namun, salah satu cara yang akan ditempuh Dishub dengan melacak keberadaan Uber melalui aplikasi online. Sebab, pengguna jasa mobil mewah tersebut biasa melakukan pemesanan melalui perangkat mobile.

"Menindak mereka ini tidak mudah karena pakai mobil biasa terus ada kesepakatan dengan penumpangnya. Mungkin kita akan berkoordinasi dengan Kemenkominfo untuk penutupan situsnya, belum tahu bisa atau tidak," ujar Akbar.

Republika mendapatkan beberapa pendapat dari sejumlah perusahaan taksi yang tergabung dalam unit Taksi Organda DKI. Mereka mendukung sikap Dishub DKI yang melarang pengoperasian Taksi Uber. Sebab, selain karena tidak berizin, hitungan tarif jasa sewa mobil tersebut juga tidak transparan.

Head of Public Relations Blue Bird Group Teguh Wijayanto mengungkapkan pendapat senada dengan Organda DKI. Perusahaan taksi berlambang burung biru itu mengaku keberatan dengan keberadaan Taksi Uber.

Namun, Teguh menyatakan, Blue Bird menyerahkan keberadaan Taksi Uber kepada Organda DKI. "Pastinya karena kami tergabung dalam asosiasi, yakni Organda DKI. Komentar atau apa pun kami serahkan ke Organda," kata Teguh saat berbincang dengan Republika, Rabu (20/8).

Namun, Teguh menjelaskan, perusahaannya lebih memilih berfokus untuk membenahi pelayanan yang ada di jasa angkutannya. Blue Bird, kata Teguh, juga sudah lama menyediakan layanan pemesanan online, seperti halnya yang ditawarkan Taksi Uber.

Siburian mengatakan, seluruh anggota Organda, yakni perusahaan taksi legal di Jakarta, sepakat menolak keberadaan Uber. Ia juga membantah kabar yang menyebut ada anggota Organda yang menjadi salah satu operator Taksi Uber. "Enggak ada itu, semua anggota juga sudah protes /kok dengan keberadaan Uber," kata Siburian.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai Uber sama saja seperti angkutan gelap karena nama perusahaannya tidak jelas. Pria yang sehari-hari akrab disapa Ahok ini berpendapat, keberadaan Uber meresahkan dan merugikan angkutan taksi legal di Jakarta. "Kalau mau taat UU, itu (taksi) harus disetop. Gak adil untuk perusahaan taksi yang bayar pajak," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Selasa (19/8). "Kalau pakai asas keadilan," kata dia melanjutkan, "Apa mau bikin semua taksi ini bangkrut?"

Tidak jelasnya kepemilikan layanan Uber membuat Ahok khawatir bakal berdampak kepada masyarakat pengguna angkutan mewah itu. Karena, masih kata Ahok, tidak ada jaminan keamanan dan keselamatan yang diberikan kepada masyarakat dari pengelola Uber.

Alhasil, pelayanan Uber bakal sulit diawasi. Kondisi itu, menurut Ahok, berbeda dengan taksi yang sudah memiliki izin resmi. "Kalo terjadi sesuatu yang enggak diharapkan, tanggung jawab siapa kalau kamu dirugikan? Kamu bisa lacak gak? Kantornya enggak jelas, gak ada SIUP (surat izin usaha perdagangan)," keluh mantan bupati Belitung Timur tersebut. n c63 ed: karta raharja ucu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement