Jumat 08 Aug 2014 12:00 WIB

Batik yang Bertutur

Red:

Saat ini, batik menjadi bahan sandang eksklusif untuk acara-acara formal dan serius. Batik semakin naik pamor, terlebih lagi ada peraturan wajib berbatik setiap Jumat bagi pegawai pemerintahan. Lantas, bagaimana seni membatik merasuki daftar panjang perjalanan budaya nusantara?

Kata batik sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, amba yang artinya menulis dan titik yang berarti titik. Mudahnya, batik artinya menulis (menggambar) titik-titik di atas kain. Memang, aksen titik menjadi salah satu motif utama dalam seni membatik gaya pedalaman (Yogya-Solo) dan gaya pesisir (Pekalongan-Cirebon).

Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit dan semakin populer di abad ke-18 di saat kerajaan di Jawa sudah "bekerja sama" dengan kolonial. Penggunaan batik semakin meluas. Keberadaan batik semakin eksis, setelah awal abad ke-19 dikenal teknik batik cap yang mempersingkat proses pembuatan batik.

Meskipun kata batik berasal dari bahasa Jawa, banyak sejarawan meyakini bahwa pengaruh seni membatik berasal dari India dan Sri Lanka pada abad ketujuh bersamaan dengan masuknya paham Hindu ke nusantara.

Seorang sejarawan asing, JLA Brandes (arkeolog Belanda) dan FA Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah, seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Yang menarik bahwa wilayah-wilayah tersebut bukanlah wilayah tempat agama Hindu berkembang. Bisa dibilang, seni batik lahir dan tumbuh sesuai adat setempat, tanpa campur tangan kesenian dari luar.

Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.

Pada kurun 1990-2000 hadir batik gaya baru, batik cetak. Batik ini diproduksi dengan mesin sablon modern yang dengan cepat dapat menghasilkan berlembar-lembar batik. Harga yang murah, membuat batik jenis ini naik daun dengan cepat. "Namun tetap tidak ada yang menandingi kualitas batik tulis," ujar Krismini seorang pembatik dari Yogyakarta. Batik tulis dengan kerumitan motif dan lama pembuatannya dibanderol dengan harga tinggi.

Kini, batik semakin populer. Tapi, ada satu harapan yang dipanjatkan oleh pembatik, seperti Krismini. "Semoga, orang semakin menghargai batik sebagai seni adiluhung. Tak hanya sekadar tekstil untuk berbusana saja," ujarnya. Batik seolah bertutur, mengajarkan kita kearifan lokal nusantara. rep:c85 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement