Selasa 24 Jun 2014 15:00 WIB

Ahok: BPK Lebih Teliti

Red:

BALAI KOTA — Kinerja Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan neraca keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 tekor hingga Rp 1,54 triliun. Namun, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai menurunnya laporan keuangan DKI bukan salah Jokowi.

Mantan bupati Belitung Timur itu berkata, menurunnya laporan keuangan DKI yang disodorkan BPK menunjukkan, masih ada pegawai negeri sipil (PNS) yang memainkan anggaran. Indikasi adanya kerugian yang dilaporkan BPK membuat status keuangan DKI mendapat predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP), menurun dari dua tahun terakhir, yakni Wajat tanpa Pengecualian (WTP).

Ahok berpendapat, Jokowi menjadi sorotan karena bersangkutan dengan maju sebagai calon presiden. "Gak ada yang salah sama Pak Jokowi,kok! Ini karena ada pilpres aja jadi rame," ujar Ahok kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta, Senin (23/6).

Pemeriksaan BPK terhadap semua lembaga, kata Ahok, untuk mengetahui kinerja pegawai dalam menggunakan anggaran. Pria berusia 47 tahun ini menyatakan sewajarnya setiap lembaga, baik swasta maupun pemerintahan, menyewa lembaga akuntan publik untuk mengetahui kondisi keuangan lembaga tersebut.

"Tujuannya apa? Agar mengetahui anak buah Anda nyolong apa enggak. Kalau instruksi jelas, lalu diaudit ketemu, berarti gak ada masalah, kan?" kata Ahok. Mengenai hasil laporan keuangan DKI 2013 yang menurun, Ahok menyimpulkan pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lebih teliti sepanjang 2013.

Sebelumnya pada Jumat (20/6) BPK melaporkan 86 temuan kerugian senilai Rp 1,54 triliun dari laporan keuangan Pemprov DKI 2013.

Nilai kerugian Rp 1,54 triliun tersebut didapat dari indikasi kerugian daerah senilai Rp 85,36 miliar, potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar, temuan tidak ekonomis, tidak efisien, dan tidak efektif (3E) senilai Rp 23,13 miliar.

"BPK memberikan pendapat Wajar dengan Pengecualian (WDP) atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2013. Menurun dari opini yang diberikan dua tahun terakhir, yaitu Wajar tanpa Pengecualian (WTP)," ujar anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna di Gedung DPRD DKI, Jumat (20/6).

Salah temuan BPK yang terindikasi kerugian datang dari jajaran Dinas Pekerjaan Umum senilai Rp 4,49 miliar. BPK menemukan laporan belanja yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban senilai Rp 2,24 miliar di Dinas PU. "Ada pencairan uang di Dinas PU pada akhir 2013 senilai Rp 110,04 miliar yang nilai Rp 104,62 miliar ditransfer ke rekening kepala seksi di kecamatan, kepala seksi di suku dinas, dan kepala bidang pemeliharaan jalan," kata Agung.

Agung mengungkapkan, dari temuan pemeriksaan, ada berapa permasalahan yang  mendapat perhatian jajaran SKPD. Yakni, Dinas Pendidikan, Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perhubungan.

Ia memerinci, kegiatan pembuatan sistem informasi, seperti e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem Belanja Hibah dan Bansos, e-aset, e-fasos, e-fasum, dan e-pegawai tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa. "Sebagian output-nya tidak sesuai kesepakatan sehingga belum dapat dimanfaatkan dan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar," ujar Agung.

Kerugian datang dari anggaran Dinas Pendidikan. BPK menemukan 9.006 nama ganda yang menerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang terindikasi merugikan DKI senilai Rp 13,34 miliar, dari belanja Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk sekolah negeri senilai Rp 13,34 miliar dan BOP untuk sekolah swasta senilai Rp 2,19 miliar.

Sedangkan, pada Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI, BPK melaporkan program penataan kampung deret dinilai kurang optimal dan pelaksanaannya tidak mencapai target. Agung menjelaskan, dari anggaran Rp 214 miliar hanya terealisasi Rp 75 miliar pada 2013 dan hingga 30 Mei 2014 realisasinya hanya sekitar Rp 199 miliar atau hanya 93,12 persen dari target.

Dalam pengadaan bus Transjakarta dan medium bus 2013 terindikasi kerugian keuangan. BPK menilai, harga bus Transjakarta senilai Rp 118,40 miliar dan bus medium senilai Rp 43,87 miliar tidak dapat diyakini kewajaran.rep:c63 ed: karta raharja ucu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement