Kamis 19 Jun 2014 12:00 WIB

Ke Kafe untuk Cuci Pakaian

Red:

Lebih dari setengah abad berkembang di negara-negara Barat, teknologi laundry koin kini sampai juga di Indonesia. Mulai awal tahun ini, seorang pengusaha laundry di Jakarta memprakarsai berdirinya sejumlah gerai laundry koin yang dioperasikan secara swalayan.

Digadang-gadang memiliki banyak kelebihan, laundry koin diprediksi segera membudaya di tengah masyarakat Indonesia. Dari sang pengusaha, Helmy Chandra, Republika mendapat banyak cerita tentang laundry koin dan perkembangan bisnisnya di bidang tersebut. Helmy bercerita, salah satu motivasinya memelopori bisnis tersebut karena konsep laundry koin terbukti berkembang tak hanya di negeri-negeri Barat, tetapi juga di negara-negar tetangga, seperti Malaysia, Thailand, bahkan Filipina.

"Malaysia sudah lebih dahulu memulai sejak tiga tahun lalu. Di sana fasilitas seperti ini sudah sangat banyak dan membudaya," ujar Helmy, dijumpai beberapa waktu lalu, di salah satu gerai miliknya di kawasan Depok, Jawa Barat.

Menurut Helmy, dibandingkan laundry sistem kiloan yang kini menjadi pilihan utama masyarakat, laundry koin memiliki sejumlah kelebihan. Menurut dia, beberapa kelebihan tersebut, di antaranya, praktis, murah, higienis, dan privat.

Dijelaskan Helmy, layanan laundry koin praktis karena tidak memerlukan waktu lama. Kata dia, hanya butuh waktu 1-1,5 jam untuk satu kali mencuci dan mengeringkan pakaian. Satu kali mencuci tersebut, lanjut dia, cukup dengan memasukkan tiga hingga empat koin, bergantung dengan jenis bahan pakaian yang dicuci.

"Satu koin harganya Rp 10 ribu, maksimal satu kali mencuci enam kilogram. Jadi, bisa dihitung, per kilogramnya jauh lebih murah dibandingkan dengan laundry kiloan," ujar Helmy antusias.  

Helmy menjelaskan, setelah dikeluarkan dari mesin pengering, pakaian tidak mesti disetrika. Menurut dia, bahan-bahan pakaian sehari-hari, seperti kaus atau kemeja-kemeja tipis, sebenarnya tidak perlu disetrika, dengan catatan pakaian-pakaian tersebut langsung dilipat. Kata Helmy, yang biasanya membuat pakaian kusut itu kalau dijemur di bawah sinar matahari sehingga menjadi kaku dan kusut. Tapi, kata dia, kalaupun mau mendapat fasilitas setrika, konsumen bisa mendapatkannya dengan sedikit biaya tambahan.

Lalu, menurut Helmy, laundry koin higienis karena konsumen mendapatkan mesin sendiri sehingga pakaian mereka tidak bercampur dengan milik konsumen lain. Menurut dia, di laundry-laundry biasa kerap kali pakaian beberapa orang pelanggan dicampurkan sehingga tak jarang menjadi bahan keluhan konsumen.

"Di tempat laundry biasa, konsumen perempuan, misalnya, sering malu kalau mau mencuci pakaian dalam, apa lagi penjaganya mas-mas. Nah, di sini mereka bisa nyaman karena mencuci sendiri dan privasinya terjaga," tutur Helmy.

Gerai Helmy tempat kami bertemu berada di sebuah apartemen, di sekitar kampus Universitas Indonesia (UI), Depok. Di tempat yang dia beri nama Laundry Cafe tersebut terdapat sejumlah mesin cuci dan mesin pengering yang beberapa di antaranya berukuran besar. Kata Helmy, mesin yang lebih besar untuk mencuci bed cover.

Di satu sisi, terdapat meja memanjang yang menempel pada dinding dilengkapi beberapa kursi. Di sudut, ada stan operator yang juga memajang makanan dan minuman instan. Dalam konsep Helmy, seperti yang dia kembangkan, fasilitas laundry swalayan bisa dibuat nyaman agar selama mencuci, konsumen bisa mengerjakan banyak hal, mulai dari mengakses internet dengan fasilitas wifi gratis, maupun makan minum sambil bersosialisasi.

Di gerai Laundry Cafe itu, Helmy mempekerjakan dua orang staf. Seperti kami lihat, ketika itu mereka tampak sibuk merapikan pakaian-pakaian.

Lalu, Hemy bercerita, salah satu tantangan yang dia hadapi saat ini adalah mengubah paradigma masyarakat yang biasa dilayani. Kadang, menurut dia, ada saja konsumen yang menitip, lalu mengambilnya kemudian waktu. Rupanya para pekerja yang kami lihat saat itu sedang menjalankan tugasnya, membantu para konsumen yang nitip.

"Tapi, itu tidak masalah, ini fase transisi. Tidak semua begitu. Banyak juga yang suka nongkrong di sini, terutama mahasiswa. Semua kami lakukan bertahap, mobil juga tidak tiba-tiba matic, tapi manual terlebih dahulu, " kata dia dengan nada guyon.

Beberapa gerai Laundry Cafe yang dibuat Helmy, diakuinya, hanya sebagai contoh. Karena, menurut pria 40 tahunan itu, bisnisnya bergerak di bidang penyediaan mesin dan berbagai perlengkapan bisnis laundry juga memberikan pelatihan-pelatihan bisnis laundry.

Setelah diluncurkan pada akhir Novemeber tahun lalu, mesin-mesin laundry koin yang dia impor dari Amerika Serikat (AS) itu sudah banyak mendapatkan pesanan. Dalam catatan mereka, sudah ada 40 gerai yang tersebar di sejumlah kota besar di Indonesia. Helmy percaya, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat, sistem laundry swalayan akan populer dan membudaya. n c54 ed: dewi mardiani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement