Kamis 22 May 2014 13:13 WIB

Menteng 31, dari Hotel ke Museum Juang

Red:

Ketika mendeklarasikan diri sebagai capres dan cawapres, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kala memilih Gedung Joang di Menteng Raya 31, Jakarta Pusat. Sementara pada hari yang sama (Senin 19/5), Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa melakukannya di Rumah Polonia, di Jalan Cipinang Cempedak I, Jakarta Timur.

Kedua tempat yang letaknya cukup berjauhan itu punya kaitan dengan mendiang Bung Karno, presiden pertama RI. Di Gedung Joang, Bung Karno pada masa penjajahan Jepang menjadi penceramah, menggembleng dan mengobarkan semangat para pemuda bersama Bung Hatta dan tokoh-tokoh tua lainnya.

Pada masa Jepang, gedung ini dijadikan Jawa Hokokai guna mempersiapkan rakyat untuk kepentingan Perang Asia Timur melawan Sekutu. Pada masa penjajahan Belanda, gedung ini merupakan hotel Shoumper yang cukup baik.

Pada saat itu, keyakinan ini berdasarkan sikap Jepang yang semula agresif, kini berbalik menjadi defensif. Sementara, Angkatan Perang Sekutu terus-menerus mengepung dan menyerang kedudukan tentara Jepang. Para pemuda Menteng sudah mencium Jepang akan kalah perang.

Didorong keyakinan demikian, para pemuda Menteng bergerak ke kampung-kampung sekitar Jakarta, Karawang, Purwakarta, dan Tangerang. Tujuan mereka mempersiapkan bila sewaktu-waktu terjadi revolusi.

Pada 22 Agustus 1945, para pemuda kembali mengambil alih Gedung Menteng 31, yang kala itu menjadi markas Jawa Hokokai. Kemudian, dari gedung inilah timbul ide mereka untuk menyelenggarakan rapat raksasa Ikada (kini Monas). Para pemuda yang kala itu membentuk Komite Aksi Proklamasi bertekad untuk memanifestasikan pada dunia luar bahwa RI telah berdaulat dan bebas dari pengaruh Jepang.

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta semula tidak setuju diadakan rapat raksasa Ikada. Mereka sebagai golongan yang lebih tua yang memang tidak setuju diadakan rapat raksasa Ikada. Bahkan, kata pelaku sejarah Hanafi dalam buku Menteng 31, keduanya mengancam akan meletakkan jabatan yang sudah mereka emban sejak dilantik pada 18 Agustus, sehari setelah proklamasi, 17 Agustus 1945.

Sementara itu, para pemuda dalam pesan melalui Adam Malik membujuk Presiden dan Wakil Presiden agar mau hadir di Ikada. Dalam pesan itu mereka menyatakan, bila Bung Karno tidak mau muncul, akan terjadi banjir darah. Akhirnya, sekitar pukul 15.00 WIB, Bung Karno, Bung Hatta, dan para anggota kabinet memasuki lapangan Ikada.

BM Diah dalam buku yang berjudul, Serba Bisa, menceritakan Soekarno naik ke podium dan memulai pidatonya dengan suara penuh wibawa dan keyakinan penuh. Waktu itu, BM Diah menceritakan untuk pertama kalinya, "Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana wibawa Bung Karno di hadapan massa."

Beberapa tulisan pelaku sejarah menyebutkan, sekitar satu juta manusia memadati lapangan Ikada, padahal penduduk Jakarta baru sekitar 700 ribu orang. Kala itu, banyak berdatangan peserta dari Tangerang, Bogor, Karawang, dan sekitarnya untuk sama-sama bertekad mempertahankan kemerdekaan.

Presiden Soekarno hanya berbicara beberapa menit dan menyuruh mereka pulang. Seruan Bung Karno ini diikuti dan dipatuhi oleh rakyat. Hingga peristiwa yang berada di bawah ancaman meriam Jepang berjalan aman tanpa insiden.

Berbagai peristiwa yang punya kaitan dengan gedung itu dapat kita saksikan kembali di Menteng Nomor 31, Jakarta Pusat. Sebab, sejak 19 Agustus 1974, pada masa Gubernur Ali Sadikin, gedung bersejarah ini dijadikan Museum Juang 45. Di gedung ini sekaligus merupakan kantor DPP Angkatan ‘45. n ed: dewi mardiani

sumber : http://pusatdata.republika.co.id/detail.asp?id=737587
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement