Jumat 03 Jun 2016 17:00 WIB

Terpencil di Negeri Tujuh Matahari

Red:

Oleh Selamat Ginting

 

Tebaran debu memasuki bus yang tidak dilengkapi pendingin ruangan. Menyerang para penumpang yang menutupi wajahnya dengan tangan. Debu dari tanah yang gersang tak mampu dilawan. Menempel di wajah, rambut, pakaian penumpang, serta semua perangkat di dalam bus warna putih milik Dinas Perhubungan.

 

Serangan debu melengkapi panasnya suhu udara dalam bus. Suhu menunjukkan angka 34 derajat Celcius, ketika memasuki jalan tanah berbatu di Desa Buncu, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebuah daerah tandus yang dikelilingi bukit kerontang.

 

"Kita tidak beruntung naik bus tak ber-AC. Padahal, peserta lain, bus dan mobilnya ber-AC," kata salah seorang peserta kemah sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) sambil menutupi kedua bola mata dengan tangan kanannya pada Selasa (24/5).

 

Ya, tidak beruntung. Mungkin itu pula yang dialami Bima, daerah gersang dan tandus di timur Pulau Sumbawa. Begitu panasnya sehingga wilayah ini sering dijuluki "Negeri Tujuh Matahari". Memang ketika menyebut Bima atau Pulau Sumbawa, yang ada di benak orang adalah tradisional dan jauh dari modernitas. Selain tentu saja gersang dan panas bagai savana di gurun.

 

Lalu, bagaimana dengan Dusun Kabela? Sebuah dusun yang dipilih sebagai lokasi kemah sosial nasional oleh Direktorat Pemberdayaan KAT, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial.

 

Dusun ini terletak di arah timur ibu kota Kabupaten Bima. Kabela merupakan salah satu dusun dari tiga dusun yang berada di Desa Buncu, yaitu: Dusun Pataha, Dusun Nanga Pandu, dan Dusun Mpori Wau.

Secara topografi, wilayah Kabupaten Bima sebagian besar atau sekitar 70 persen merupakan dataran tinggi bertekstur pegunungan.  Sedangkan sisanya, sekitar 30 prosen adalah dataran. Sekitar 14 persen dari proporsi dataran rendah tersebut merupakan area persawahan dan lebih dari separuh merupakan lahan kering.

Dilihat dari ketinggian dari permukaàn laut, Kecamatan Donggo merupakan daerah tertinggi dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Sedangkan, daerah yang terendah adalah Kecamatan Sape dan Sanggar yang mencapai ketinggian hanya lima meter dari permukaan laut.

Nah, Dusun Kabela berada di Desa Buncu, Kecamatan Sape. Alasan Kabela dipilih, menurut Direktur KAT, Hasbullah, terkait dengan program pemberdayaan sosial. Ada warga binaan Kementerian Sosial sebanyak 35 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 135 jiwa.

 

Berdasarkan hasil penjajakan awal dan studi kelayakan, kata Hasbullah, lokasi Kabela ditetapkan sebagai KAT kategori II. Pemberdayaan KAT di lokasi tersebut dilakukan sejak tahun lalu, meliputi pembangunan rumah sederhana sebanyak 35 unit serta bantuan 35 paket berupa jaminan hidup (makanan) selama enam bulan, peralatan kerja, bibit tanaman, dan peralatan rumah tangga.

 

"Saat ini, melalui kelompok kerja, di Kabela sudah ada tempat MCK (mandi, cuci, kakus) dan listrik tenaga surya. Awalnya, selain tidak ada listrik, kegiatan mandi, mencuci, dan buang air besar dilakukan di sungai," ujar Hasbullah di lokasi kemah.

 

Bahkan, Camat Sape, Yuwaid, mengistilahkan Kabela awalnya sebagai dusun yang belum menikmati kemerdekaan. Namun, setelah Kabela dimasukkan dalam dusun pemberdayaan KAT, masyarakat sudah bisa memahami arti kemerdekaan.

 

"Siapa yang mau datang ke Dusun Kabela? Orang khawatir bisa datang, tapi tak bisa pulang. Tidak ada penerangan sama sekali jika malam tiba. Hanya mengandalkan obor dari bambu," kata Yuwaid. Hal yang sama diakui Kepala Desa Buncu.  

Ironi

Sebenarnya ini sebuah ironi. Sebab, Sape merupakan satu-satunya kecamatan yang memiliki pelabuhan laut di Kabupaten Bima. Melalui pelabuhan tersebut, menghubungkan Bima dengan Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

Kabupaten Bima memang terletak di bagian timur Pulau Sumbawa dengan batas utara Laut Flores, batas selatan dengan Samudra Indonesia, batas barat dengan Dompu, dan batas timur dengan Selat Sape.

 

Sape begitu spesial. Salah satu desanya termasuk dalam Komunitas Adat Terpencil. Menurut ketua panitia pelaksana kemah sosial nasional KAT, Ani Iriani Freeyanti, Kabela sebagai salah satu dusun penyandang masalah kesejahteraan sosial. Karena itu, dusun ini memerlukan perhatian dan penanganan khusus sebab berkaitan dengan realitas belum tersentuh pembangunan di daerah tersebut.

 

Komunitas ini, menurut Direktur Pemberdayaan KAT, Hasbullah, lekat dengan persoalan kemiskinan, keterpencilan, ketertinggalan, kesenjangan, isu hak asasi manusia, serta masalah ketahanan nasional dan citra negara. Terutama, yang berada di wilayah perbatasan antarnegara.

 

Karena itulah, kata dia, Direktorat Pemberdayaan KAT menyediakan data objektif dan aktual tentang populasi KAT yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

 

Hasbullah mengakui, tidak mudah melaksanakan pemberdayaan sosial terhadap masyarakat setempat. Mulai dari penyiapan mental, sikap, keterbukaan untuk menerima perubahan, serta perbaikan sarana prasarana, termasuk memberikan tanggung jawab melalui pemberian bantuan materi serta pengembangan usaha ekonomi kreatif.

 

Pemerintah menyadari keterbatasan yang ada, termasuk keterbatasan anggaran maupun sumber daya manusia dan berbagai tantangan yang cukup berat. Karena itu, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial terhadap KAT, mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemberdayaan sosial terhadap KAT.

 

Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri, mengakui, ditetapkannya Dusun Kabela berdasarkan hasil investigasi karena masih ada warga masyarakat miskin yang belum mendapatkan rumah yang layak huni. Dengan begitu, melalui program pemberdayaan KAT, dapat memberikan rumah layak huni kepada warga masyarakat yang berada di dusun tersebut.

 

Gubernur NTB Zainul Majdi mengungkapkan, sejak 2003 hingga 2016 ini, melalui program pemberdayaan KAT, telah diberdayakan sebanyak 1.998 kepala keluarga yang tersebar di tujuh kabupaten, 19 kecamatan, 22 desa, dan 31 titik lokasi KAT. Pada 2016 ini, masih ada dua kabupaten yang termasuk lokasi KAT, yaitu Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa.

 

"Insya Allah pada 2017, satu lokasi KAT, Dusun Wadunggapi, Desa Pusu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima, bisa dinyatakan sebagai wilayah bebas KAT. Sehingga, tinggal tersisa di Sumbawa yang diharapkan pada 2019, NTB sudah purna-KAT," kata Zainul dalam sambutan yang dibacakan Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil NTB, M Thamrin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement