Selasa 09 Feb 2016 18:00 WIB

Digdaya di Kawasan Regional

Red:

Oleh Selamat Ginting

 

Hanya Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, Timor Leste, dan Papua New Guinea yang belum memiliki tank kelas berat (MBT). Kekuatan tank yang dimiliki Indonesia masih di bawah rata-rata kemampuan yang dimiliki sebagian besar negara di kawasan regional sekitar Indonesia.

Dan baru Singapura dan Australia yang memiliki kendaraan tempur MBT jenis Leopard. Kedua negara tersebut kini menjadi negara yang  diperhitungkan di kawasan regional.

"Itulah hasil kajian Pusat Kesenjataan Kavaleri pada 2012 tentang kemampuan negara-negara di kawasan regional yang belum memiliki tank kelas berat. Saat itu Indonesia belum memiliki MBT," kata Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav), Brigadir Jenderal Anang Dwitono, di ruang kerjanya di Bandung, Selasa (25/1/2016) lalu. 

Ya, kondisi kendaraan tempur (ranpur) satuan Kavaleri TNI AD (Kavad) sebelum kedatangan tank Leopard, secara umum sangat memprihatinkan. Sebagian besar sudah berusia sangat tua.

Dalam tabel organisasi dan peralatan TNI AD, dari sekitar 1.058 unit ranpur yang dimiliki peralatan kavaleri, hanya sekitar 15,9 persen yang tergolong ke dalam alat utama sistem senjata (alutsista) baru. Atau dibuat di atas tahun 1980. Sedangkan sisanya sekitar 84,1 persen adalah alutsista yang sudah tua dengan tahun pembuatan sebelum atau di bawah tahun 1980.

Adapun kondisi siap operasional seluruh ranpur satuan Kavad hingga tahun 2012, hanya sejumlah 598 unit atau sebanyak 56,52 persen.  Ranpur Kavad yang dimiliki dikategorikan ke dalam ranpur tank dan panser.

"Dengan kondisi tersebut, peremajaan atau rematerialisasi ranpur secara bertahap merupakan pilihan yang mutlak. Hal ini penting agar satuan kavaleri menjadi kekuatan pertahanan yang dapat diandalkan oleh TNI AD sebagai salah satu satuan manuver," ujar Anang yang pernah menjadi komandan Pusdik Kavaleri.

Kepala Puskom Publik Kemenhan, saat itu Brigadir Jenderal Sisriadi menyatakan, pada kuartal terakhir 2013 telah ditandatangani kontrak pembelian tank, kendaraan Infanteri antara Indonesia dan Jerman.

Dalam kontrak tersebut disebutkan, jumlah tank yang akan dipasok oleh Rheinmetall adalah 103 tank Leopard 2 'upgrade' (ditingkatkan kualitasnya), terdiri atas 42 Leopard 2A4 dan 61 Leopard 2RI/Revolution, 42 kendaraan Infanteri Marder 1A3 upgrade, dan 11 kendaraan recovery dan engineering untuk satuan Zeni dari stok Angkatan Darat Jerman.

Rencana Indonesia membeli tank Leopard, sempat menggemparkan pemberitaan dalam dunia militer. Hal ini setelah parlemen Belanda menolak penjualan tank bekas tersebut ke Indonesia, padahal sudah melampaui batas waktu yang ditetapkan.

Akhirnya Pemerintah Indonesia, beralih memesan tank baru Leopard 2A4 serta Leopard 2RI dari Jerman. Tank Leopard 2RI (Republik Indonesia) merupakan paket upgrade Leopard 2 Revolution yang disesuaikan dengan keinginan TNI AD. Dua unit pengiriman pertama Leopard 2A4 berbarengan dengan dua  unit Marder 1A3 telah mendarat di Jakarta pada 23 September 2013.

Kendaraan tempur itu langsung ambil bagian dalam perayaan HUT TNI 5 Oktober 2013. Selanjutnya, pada Agustus 2014 telah datang kiriman 52 kendaraan dari Jerman yang terdiri atas 24 Leopard 2A4 dan 28 IFV Marder.

Pada awal September 2015 datang lagi 25 kendaraan yang terdiri atas 14 unit MBT Leopard 2A4, dua unit Leopard AEV2 Kodiak, dua  unit Leopard ARV2 Buffel, satu unit Leopard AVLB, dan enam  unit Marder 1A3. Sedangkan kendaraan engineering dan recovery sudah terkirim lima unit.

Menyusul kemudian 61 MBT Leopard 2RI/Revolution, enam IFV Marder 1A3, dan enam kendaraan engineering dan recovery. Berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan, menurut jadwal, Rheinmetall akan mengirimkan seluruh pesanan pada kuartal keempat 2016.

Situasi regional

Fakta perkembangan situasi regional yang mengemuka saat ini adalah memanasnya hubungan perbatasan antara negara-negara di kawasan regional. Indikasi ini ditandai dengan konflik perbatasan wilayah daratan, lautan, dan ilegal logging serta masalah-masalah sumber daya alam. Hal tersebut terkait pada masalah krisis energi dan pangan.

Kemungkinan konflik yang dapat terjadi terlihat dari beberapa indikasi. Pertama, ketegangan di wilayah Spartly antara negara-negara di sekitarnya.  Kedua, pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat di Australia dan Singapura.

Ketiga, masih adanya FPDA (Five Power Deterrent Arrangement) yang dibentuk pada 16 April 1971. Lima kekuatan negara itu merupakan kelanjutan kerja sama pertahanan ANZUK (Australia, New Zealand, dan Inggris) untuk membantu Malaysia menghadapi Indonesia.

Jangan lupa, hingga kini FPDA belum dibubarkan, bahkan masih menggelar latihan bersama secara bilateral dan multilateral.  Integrasi Pertahanan Udara IADS (Integrated Air Defence System) yang terbentuk pada 1 Desember 1971 dan berpangkalan di Butterworth-Malaysia yang dipimpin Australia tetap beroperasi hingga kini.

Australia, New Zealand, Inggris, Singapura, dan Malaysia secara rutin mengirim unsur pertahanan udaranya secara bergantian. Dengan masih eksisnya FPDA, perlu diantisipasi kemungkinan terjadi konflik bersenjata antara Indonesia dan salah satu negara anggota kelompok tersebut.

Kita tentu masih ingat beberapa langkah yang dilakukan militer Malaysia dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pertama, melakukan pergeseran Markas Laut  Wilayah II (Armada II) dari Pulau Labuan ke wilayah Sepanggar di Serawak dan membangun Markas Pasukan Komando Khusus Angkatan Laut Malaysia (PASKAL) di Pangkalan TLDM (Tentera Laut Diraja Malaysia) Semporna, Sabah (dekat Tawao). Termasuk gelar satuan kavaleri dengan Ranpur MBT di wilayah Kuching.

Kedua, dibentuknya Joint Task Force II (JTF-2) Malaysia yang merupakan biro gabungan sebagai kekuatan operasi gabungan khususnya di bagian Timur Sabah. Ketiga, dalam konflik perbatasan, terlihat arogansi negara tetangga yang memiliki mesin-mesin  perang yang kuat dan sering melakukan pelanggaran wilayah perbatasan NKRI.

Tak bisa dibantah, peningkatan kemampuan satuan tempur dan bantuan tempur serta peralatan TNI, perlu dihadapkan pada tugas yang dibebankan. Selain itu, perkembangan kemampuan musuh atau bakal musuh yang mungkin dihadapi, serta perkembangan teori peperangan yang saat ini masuk kategori peperangan generasi keempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement