Jumat 27 Nov 2015 15:00 WIB

Tinggal Selangkah

Red:

Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, terletak di tengah Laut Cina Selatan (LCS). Natuna terdiri dari tujuh pulau, dengan Ibu Kota di Ranai. Pada 1597, Kepulauan Natuna sebetulnya masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malaysia.

Namun, pada abad ke-19, Kesultanan Riau menjadi penguasa pulau yang berada di jalur strategis pelayaran internasional tersebut. Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada republik yang berpusat di Jawa. Pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan itu sebagai wilayahnya ke PBB.

Sempat ada kajian dari akademisi Malaysia bahwa Natuna secara sah seharusnya milik Negeri Jiran. Namun, untuk menghindari konflik lebih panjang setelah era konfrontasi pada 1962-1966, Malaysia tidak menggugat status Natuna.

Lepas dari klaim sejarah tersebut, Indonesia sudah membangun pelbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420 kilometer persegi ini. Etnis Melayu menjadi penduduk mayoritas, mencapai 85 persen, disusul Jawa 6,34 persen, lalu Tionghoa 2,52 persen.

Jurnal "the Diplomat" pada 2 Oktober 2014 sudah meramalkan konflik terbuka antara Cina-Indonesia akan muncul cepat atau lambat.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra meminta pemerintah berhati-hati dan menelaah bahasa diplomatik Cina, terutama dalam kaitannya dengan klaim atas Kepulauan Natuna.

Menurutnya, Cina bisa saja mengatakan tak pernah mengklaim Natuna, tetapi peta resmi yang disiarkan Pemerintah Cina menunjukkan sebaliknya.

"Hati2 dg bahasa diplomatik Kemlu china. Mereka memang bilang tdk klaim Pulau Natuna. Tapi peta resmi yg disiarkan pemerintah china memasukkan perairan Nautna ke dalam wilayah laut mereka," kata Yusril dalam akun Twitter pribadinya, ?@Yusrilihza_Mhd, yang dikutip Republika pada Sabtu (21/11).

Dalam peta tersebut, lanjut Yusril, Pulau Natuna terletak di dalam wilayah laut yang diklaim milik cina. "Ini bertentangan dengan Unclos (United Nations Convention on the Law of the Sea). Apa Anda paham masalah ini? Apa Menlu Retno tdk paham bahasa diplomatik dan unclos?" katanya menegaskan.

Kalau Cina berhasil mengklaim laut tersebut sebagai teritorialnya, mengambil Pulau Natuna tinggal selangkah lagi.

Yusril pun mengkritisi Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang merespons pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina. Menurutnya, respons Menlu adalah sikap yang kurang bijak.

"Jubir Kemlu china itu kalau adalah pejabat eselon II yg tdk bisa dijadikan pegangan. Statemen Jubir Deplu itu setiap saat bisa dibantah atau 'diluruskan' oleh dirjen dan menlu china. Coba tanya Bu Retno apa pernah Menlu China atau Presiden China membantah klaim mrk atas natuna?" katanya.

Sebelumnya, Menlu Retno Marsudi menegaskan, tidak pernah ada pihak yang mengklaim kepemilikan Kepulauan Natuna. Bahkan, Cina sudah dengan jelas menyatakan kepulauan tersebut milik Indonesia.

"Beberapa waktu lalu ada berita soal klaim Natuna. Itu sama sekali tidak benar," kata Retno, seperti dikutip dari laman setkab.go.id pada Sabtu (21/11).

Menurut Menlu, kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna sudah didaftarkan ke PBB dan tidak pernah ada keberatan dari pihak manapun, termasuk Cina.  Sebagai bukti terakhir, Menlu mengutip pernyataan juru bicara Menlu Cina yang dengan jelas menyebutkan soal kepemilikan Kepulauan Natuna oleh Indonesia.

"Ini adalah wilayah Indonesia. Titik!" ujar Retno menegaskan.

Tak bisa dimungkiri, ketegangan semakin meningkat di LCS seiring menguatnya penetrasi Cina di kawasan tersebut. Pada saat yang bersamaan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan operasi pengamanan rutin di sekitar wilayah tersebut.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan apa yang dilakukan TNI di kawasan Natuna tidak lebih dari patroli rutin, bukan patroli siaga. "Semua harus kita pantau," ujar Panglima TNI seusai memberikan kuliah umum di kampus  Universitas Airlangga Surabaya, Rabu (11/11/2015).

Gatot membenarkan, saat ini TNI sedang mengembangkan pangkalan militer di Kepulauan Natuna, daerah terluar Indonesia di dekat LCS. Namun, ia tidak ingin menyebutnya sebagai program khusus menghadapi ancaman konflik LCS.

"Pangkalan militer memang program TNI di tempat-tempat terdepan, bukan hanya di sana (Natuna)," kata Gatot.

Tekait konflik di LCS, Gatot menyampaikan, Indonesia sekuat tenaga mengupayakan perdamaian dan stabilitas di sana. Ia mengimbau, jangan ada kekuatan manapun yang melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan tensi di wilayah tersebut.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ade Supandi mengakui, TNI Angkatan Laut  mengerahkan tujuh Kapal Perang RI (KRI) untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

"Itu kan operasi rutin, dalam 365 hari ada kegiatan patrol, termasuk patroli pengamanan perbatasan. Dan, juga kegiatan patroli yang berkenaan dengan keadilan di laut, baik di Laut Natuna, Sulawesi, maupun Samudra Hindia. Termasuk yang sudah tergelar berkaitan dengan kerja sama bersama tetangga, patroli koordinasi," katanya.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan, terkait hasil pertemuan di Malaysia saat ini Cina sudah mulai melunak dan terbuka. Bahkan, Cina menyebutkan bahwa LCS merupakan halaman bersama.

"Masalah pangkalan yang dibuat Cina pun boleh dipakai siapa pun yang mau singgah, itu sikap Cina sekarang sudah terbuka," ucapnya.

Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menginginkan agar Natuna menjadi Pearl Harbour bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan negara.

"Ya itu harus, Natuna harus diperkuat karena itu (penguatan Natuna) juga rencana saya. Bila perlu kita jadikan 'Pearl Harbour'-nya Indonesia, untuk mengawasi wilayah kita yang begitu luas," ujarnya, di Jakarta, Selasa (29/9/2015). N dari berbagai sumber selamat ginting

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement