Selasa 20 Oct 2015 13:00 WIB

Cina Sudah Menyalip AS?

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Cina Sudah Menyalip AS?


Amerika Serikat (AS) dan Cina boleh saja sedang mengalami perlambatan ekonomi. Bahkan, banyak yang menganggap mereka sudah terperangkap dalam krisis, terutama AS.

Tapi, tetap saja kedua negara yang menjadi nakhoda ekonomi dunia. Ke dua nya menjadi negara adidaya, paling tidak berdasarkan kekuatan ekonomi masingmasing. Pantaslah terjadi riak kecil di sana bagai gempa di negara-negara lain. Kekuatan Cina dalam percaturan global tentu menggembirakan. Mengapa? Setelah Uni Soviet hancur pada 1991 lalu, sangat berbahaya bila AS tampil sendirian sebagai negara superpower.

Cina bahkan belum mampu secara penuh menyeimbangi kekuatan AS, baik dari sisi geopolitik, militer, pertahanan dan keamanan, maupun ekonomi secara keseluruhan. Baru pada saat-saat sekarang ini Cina mulai mampu menggertak dunia dan berani berhadapan dengan AS, terutama dengan kemajuan ekonominya meski negara tersebut belum masuk level negara maju.

Dari sisi ekonomi, Cina bisa dianggap lebih kuat ketimbang AS. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) dengan tegas menyatakan, Cina telah menyalip ekonomi AS. Menurut IMF, produk domestik bruto (PDB) Cina berdasarkan keseimbangan kemampuan berbelanja atau purchasing power parity (PPP) sejak 2014 sudah melewati AS.

PDB Cina pada 2014 berdasarkan PPP sudah menembus 18,1 triliun dolar AS, sedangkan AS 17,3 triliun dolar AS. Padahal, pada tahun sebelumnya PDB Cina berdasarkan kategori PPP masih 16,6 triliun dolar AS, atau terpaut 78,15 miliar dolar AS dari PDB AS yang mencapai 16,7 triliun dolar AS.

Apa artinya? Dengan perhitungan PPP, maka ekonomi Cina lebih besar ketimbang AS. Diperkirakan hingga tahun-tahun mendatang ekonomi AS akan sulit menyamai, apalagi melampaui Cina sesuai dengan kategori ini. IMF lebih senang menggunakan perhitungan PPP ketimbang PDB dengan harga yang berlaku saat ini. Apa alasannya? "Logikanya sederhana," demikian IMF memberikan alasan.

Menurut IMF, harga yang berlaku pada setiap negara tidak sama. Sebagai contoh, sebuah baju harganya akan lebih murah di Shanghai, Cina, ketimbang di San Francisco, AS. Karena itulah, tak masuk akal membandingkan negara dengan negara lainnya berdasarkan harga yang berbeda.

Memang mungkin ada sekelompok orang di Cina yang bisa meraih pendapatan sedikit lebih besar ketimbang orang AS. Tapi, tak masuk akal bila selalu mengonversi pendapatan dari negara lain dengan dolar AS, seperti pendapatan orang Cina yang menggunakan yuan, lalu disamakan ke mata uang dolar AS.

Pada akhir 2014, produk domestik bruto Cina sudah mencapai 16,48 persen dari total PDB dunia (18,1 triliun dolar AS), sedangkan AS 16,28 persen. Memang masih tipis kontribusi PDB kedua negara. Akan tetapi, pada masa-masa mendatang kemungkinan jaraknya makin lebar. Pada 2020 saja, diperkirakan PDB Cina sudah mencapai 28,9 triliun dolar AS, sementara AS 22,3 triliun dolar AS.

Menurut pengamatan BBC, ini pertama kalinya AS kehilangan titel sebagai negara terkuat di dunia selama lebih dari 140 tahun terakhir. "Gelar tersebut sudah diambil Cina," tulis BBC, beberapa waktu lalu.

Daily Mail menyebut PDB Cina mencapai 17,6 triliun dolar AS pada 2014, sementara AS 17,4 triliun dolar AS. Dengan demikian ekonomi Cina lebih besar 0,2 triliun dolar AS dari ekonomi Cina. IMF memprediksi ekonomi Cina akan mencapai 27 triliun dolar AS pada 2019.

AS menjadi pemimpin kekuatan ekonomi dunia sejak mengambil alih dari Inggris pada 1872. Artinya, AS kehilangan gelar yang telah diraih dan dipertahankannya selama 142 tahun.

Dengan fakta tersebut, sangat wajar Cina bisa menjadi biang krisis bagi negara lain. Negara-negara yang selama ini bergantung pada ekonomi Cina tentu sudah merasakannya. Banyak mitra Cina yang akan menelan pil pahit karena nilai investasi dan perdagangan merosot.

Memperkuat komitmen kerja sama bilateral menjadi kunci untuk menghindari tekanan tersebut. Cina tetap menjadi market yang menjanjikan, tetapi pada saat yang sama juga bisa menjadi pemangsa yang mematikan. ¦ rakhmat hadi sucipto 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement