Senin 29 Jun 2015 16:00 WIB

Xinjiang, Huiland yang Tertindas

Red:

Xinjiang tak kunjung te nang. Wilayah otonomi Uyg hur di barat laut Tiong kok, ini, selalu saja mengabarkan nestapa Muslim, yang hak asa sinya diinjak-injak pemerintah Komunis Cina. Dua kali kawasan ini coba dimer dekakan, dua kali pula republik Islam berdiri di sana, namun negara baru itu selalu berhasil dibubarkan.

Jika Anda membayangkan Xinjiang sebuah kawasan kecil di tepi gurun pasir Asia Tengah, Anda keliru. Xinjiang adalah sebuah kawasan besar, luasnya setara dengan tiga pulau Sumatra, atau sama dengan Pakistan dan Afghanistan digabung jadi satu. Sejak dulu, Xinjiang merupakan wilayah penting yang dipe rebutkan.

Dulu, Xinjiang merupakan urat nadi perdagangan dunia, karena berada di Jalur Sutra. Kini, Xinjiang merupakan wilayah yang kaya sumberdaya alam. Ungkapan ‘di mana ada adzan di situ ada mi nyak’, juga terbukti di sini. Cadangan mi nyak dan gas terbesar Republik Rak yat Cina (RRC) ada di sini, khususnya di Xinjiang bagian selatan (Tarim Basin), tempat Muslim Uyghur sejak dulu ting gal menetap di bawah sistem pemerin tahan tradisional yang disebut Khanate atau Khaganate (lihat peta).

Dengan luas 1,6 juta kilometer per segi, Xinjiang setara dengan 17 persen wi layah Cina, dan merupakan wilayah oto nomi terbesar di China. Namun, na mun hanya lima persen (80 ribu kilome ter persegi) wilayahnya yang bisa diting gali. Meski demikian, wilayah yang ha nya lima persen ini setara dengan 100 kali luas daratan Jakarta.

Sebagian besar wilayah Xinjiang ada lah gurun pasir, padang rumput, da nau, hutan, dan perbukitan. Xinjiang berada di kaki Gunung Tianshan yang membelah Asia Tengah. Xinjiang berba tasan dengan delapan negara, yaitu Mo ngo lia, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, dan India.

Xinjiang tidak termasuk yang di kelilingi oleh Tembok Besar yang di bangun dinasti demi dinasti di Cina se lama dua ribu tahun. Karena itu, orangorang Uyghur pun menjadikan fakta ini sebagai argumen bahwa tanah mereka bukanlah bagian dari Cina, apalagi mereka pun bukan orang Cina. Mereka mendefinisikan diri mereka sebagai orang Turkistan Timur.

Kawasan Xinjiang, dalam sejarah diperintah berbagai kerajaan. Mulai Tocharians, Yuezhi, Kekaisaran Xiongnu, negara Xianbei, Kekaisaran Kushan, Khagan Rouran, Kekaisaran Han, Liang, Qin, Liang Barat, Dinasti Tang, Kekai saran Tibet, Khagan Uyghur, Khan Kara- Khitan, Kekaisaran Mongol, Dinasti Yuan, Khan Chagatai, Moghulistan, Qara Del, Yuan Selatan, Khan Yarkent, Dinasti Qing, Republik Cina, dan terakhir Republik Rakyat Cina (RRC).

Dinasti Qing masuk ke Xinjiang setelah Muslim Uyghur dan khan-khan Muslim lain di Asia Tengah, meminta bantuan untuk menghadapi orang-orang Dzungar-Mongol, yang selalu meng ganggu. Setelah orang-orang Mongol- Budha ditumpas, Dinasti Qing men datang kan orang-orang Han dan Hui untuk menempati kawasan utara (Dzu gar Basin). Namun, mereka tidak di perbolehkan memperdagangkan babi dan minuman keras ke kawasan selatan yang dihuni Muslim. Kawasan Tarim Basin, disebut juga sebagai Huiland, atau tanah Hui, yang terjemahan bebasnnya adalah Tanah Muslim.

Sekadar catatan, Hui awalnya bukan nama etnik. Dulu istilah Hui disematkan kepada penganut Islam, Kristen, bahkan Yahudi. Tapi, lama kelamaan istilah ini menyempit untuk menyebut Muslim. Jenghis Khan, misalnya, kerap menyebut Muslim dengan istilah "Hui-hui." Belakangan, istilah Hui menyempit lagi, khusus untuk orang China Muslim berkulit kuning. Orang Hui dan Han saat ini, sebenarnya secara etnis tak ada bedanya.

Pada pertengahan abad ke-19, Dinasti Qing melemah akibat perang dan pemberontakan. Mulai Perang Candu dengan Inggris, pada 1839 hingga 1860, pemberontakan Tai ping atau perang sipil di selatan Cina (1850-1864), dan pemberontakan Muslim Hui dan Uyghur di Xinjiang pada 1864, yang terimbas pemberontakan Cina Mus lim di Gansu dan Shaanxi, dua provinsi di sebelah timur Xinjiang (lihat peta).

Pada 1864, orang-orang Han dan Hui terlibat bentrok parah, yang dikenal dengan Revolusi Dungan atau Revolusi Hui Muslim. Revolusi ini awalnya bertujuan memberi pelajaran kepada pemerintahan pemerintahan korup dan para pejabat penindas rakyat, karena itu tak terdengar istilah jihad atau pendirian negara Islam. Tapi, kemudian orangorang Han (Prajurit Taiping) mendatangi kawasan Muslim seperti Shaanxi atas dukungan Dinasti Qing dan membentuk milisi Yong Ying. Orang-orang Hui pun merespons dengan membentuk milisi.

Kondisi chaos saat itu berlanjut saat Khan Kokand dari kawasan yang kini Kyrgistan, bersama pasukan Turko- Muslim-nya memasuki Xinjiang dari Kasghar. Ironisnya, pasukan yang di pimpin Yaqub Beg ini menjalin aliansi dengan milisi Han, dan mengepung pa sukan Muslim di Urumqi. Yaqub me merin tah di sana enam tahun. Rusia pun ikut ambil bagian, dan pada 1871 me ngepung kawasan Lembah Ili yang kaya, termasuk Gulja, di utara Xinjiang.

Belasan tahun kemudian barulah Dinasti Qing siuman. Mereka mengirim pasukan untuk me numbangkan Ya qub Beg, dan meng am bil Gulja dari Ru sia. Selanjutnya, Diansti Qing meng gabungkan kawasan utara Tianshan (Dzungar Basin) dengan kawasan selatan (Tarim Basin) yang di diami Muslim, dan pada 1884 mena mai nya Xinjiang, yang berarti batas baru. Xinjiang menjadi sebuah provinsi.

Tapi, karena orang-orang Han dan Hui di Xinjiang utara hampir punah ga ra-gara perang sipil, orang-orang Uyg hur di selatan pun akhirnya menye bar ke utara. Maka, jadilah seantero Xinjiang di diami mayoritas Muslim Uyghur. Se lain menjadi rumah orang Uyghur, Xin jiang juga ditinggali orang Kazakh, Tajik, Kyrgyz, Hui, Han, dan Mongol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement