Selasa 26 May 2015 17:00 WIB

Golkar Kembali ke Laptop?

Red:

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) te lah turun. Putusan ini mem buat persoalan Golkar bak ungkapan Tukul Arwa na kembali ke laptop. PTUN menyatakan yang sah saat ini adalah kepengurusan Golkar versi Munas Riau, yang ketua umumnya Aburizal Bakrie, dan wakil ketua umumnya Agung Laksono. Akankah berlanjut islah? Sejumlah tokoh senior Golkar, seperti Akbar Tandjung, berharap putusan ini menjadi momentum islah. Dan, islah itupun sudah dijajaki kedua kubu Partai Golkar dengan menemui Jusuf Kalla, bekas ketua umum Golkar yang kini men jabat wakil presiden. Dan, JK pun sudah menyatakan akan berupaya meng islahkan kedua kubu, agar Golkar tak ketinggalan kereta pilkada.

Berapa tidak, pilkada saat ini terbi lang penting. Sebab digelar serentak di 269 daerah, atau 49,63 persen dari total 542 daerah di Indonesia, atau setara de ngan separuh pemilu. Ke-269 pilkada itu terdiri atas delapan pemilihan gubernur dan 261 pemilihan bupati/wali kota. Dalam putusan yang dibacakan Senin (18/5), majelis hakim mengabulkan seba gian gugatan kubu Aburizal Bakrie.

Hakim membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham (SK Menkum ham) Nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perubahan Ang garan Dasar, Anggaran Rumah Tang ga, Serta Komposisi dan Personalia De wan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya. Majelis hakim juga meminta Men kumham Yasonna Hamonangan Laoly mencabut SK Menkumham tertanggal 23 Maret 2015 itu. SK tersebut mengesah kan kepengu rusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, yang dipimpin Agung Laksono.

Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan berdasarkan Pasal 8 UU No 2/2008 tentang Partai Politik, jika terjadi perselisihan partai, pengesahan perubah an AD/ART tidak dapat dilakukan oleh Menkumham. Selain itu, Pasal 24 UU No 2/2008 dan UU No 2/2011, juga menya takan: "Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan kepengu rusan belum dapat dilakukan oleh Men teri sampai perselisihan terselesaikan."

Karena ketentuan UU-nya demikian, majelis hakim menegaskan bahwa Men kumham tidak boleh melakukan tindak an apapun terkait perubahan AD/ART dan susunan kepengurusan, sampai per selisihan tersebut terselesaikan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Ma jelis juga menyatakan Menkumham tak boleh menafsirkan putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG), sebab secara konstitusonal itu merupakan kewenang an pengadilan.

Tindakan Menkumham menafsirkan putusan MPG, menurut hakim, berten tang an dengan Pasal 33 UU Parpol, ka rena telah melanggar kewibawaan formal (de formele gezagsverhouding) Peng a dilan Negeri dan Mahkamah Agung.

"Jika Menteri Hukum dan HAM di biarkan menafsirkan Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik, boleh jadi di suatu masa Menteri Hukum dan HAM secara sengaja akan melakukan tindakan yang tercela dan tidak terpuji lalu menyerahkan begitu saja penyelesaian nya di Pengadilan, tanpa memikirkan dampak yang timbul dari tindakannnya tersebut," tandas Ketua Majelis Hakim PTUN, Teguh Satya Bakti, saat mem bacakan putusan.

Hakim menilai sengketa tata usaha negara akibat keluarnya SK Menkum ham dalam kasus Golkar dan PPP, telah mempengaruhi agenda politik kenegara an, khususnya pilkada serentak 9 Desem ber. Selain itu, kata hakim, telah pula mengganggu pola hubungan presiden dan DPR di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan, serta hubungan riil politik antara Presiden dan DPR.

Karena SK Menkumham telah di batalkan, maka untuk menghindari ke kosongan kepengurusan DPP Golkar, majelis hakim menyatakan SK Menkum ham Nomor M.HH-21.AH.11.01 Tahun 2012, tanggal 4 September 2012, tentang Susunan Pengurus DPP Golkar periode 2009-2015 Hasil Munas VIII Riau, masih berlaku. "Selama Penetapan Nomor 62/G/ 2015/PTUN.JKT tanggal 1 April 2015 masih dinyatakan sah dan berlaku dan perkara ini belum berkekuatan hukum tetap."

Menurut majelis, itu harus dilakukan pengadilan untuk memberi perlindungan hukum kepada Partai Golkar untuk ikut serta dalam pilkada serentak, dari ke mungkinan berlanjutnya intervensi Men kumham dengan memanfaatkan proses hukum yang panjang. "Sebagai organ lembaga negara yang diberi tugas dan kewenangan untuk menegakan hukum dan keadilan, Pengadilan tidak boleh membiarkan Tergugat (Menkum ham — Red) yang nyata-nyata mengunakan hukum sebagai alat yang menyimpang dari tujuannya. Hak Partai Politik untuk mengikuti agenda politik nasional tidak boleh dirampas oleh Pejabat Tata Usaha Negara dengan berlindung pada asas Praesumptio Iustae Causa."

Dalam kepengurusan hasil Munas Riau, yang menjadi Ketua Dewan Per tim bangan adalah Akbar Tandjung; Ketua Umum adalah Aburizal Bakrie; Wa kil Ketua Umum, Agung Laksono dan Theo L Sambuaga; Sekretaris Jenderal , Idrus Marham; Bendahara Umum, Setya Novanto.

Putusan itu membuat sumringah Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum penggugat Aburizal Bakrie-Idrus Mar ham. Dia mengatakan sekarang para calon kepala daerah tak akan bingung lagi menghadapi pilkada. "Terkait pil kada serentak, kandidat kepala daerah baik gubernur, bupati, wali kota, silakan hubungi pengurus DPP Golkar yang dipimpin Pak Ical dan Pak Idrus," katanya, seraya mempersilakan Agung Laksono ikut hadir mengambil keputus an penentuan kepala daerah, selaku wakil ketua umum.

Sebaliknya, kubu Menkumham dan Agung Laksono tersengat. Agung Lakso no yang hadir dalam sidang putusan, langsung pulang setelah mengetahui dirinya kalah.

Meski demikian, persoalan tak lantas menjadi benar-benar lempang. Sebab, Menkumham Yasonna Laoly, sebagai tergugat I, mengajukan banding ke Pe nga dilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Demikian pula tergugat II (in tervensi), Agung Laksono. Langkah banding ini, membuat putusan PTUN menjadi tidak inkracht.

Alasan Menkumham dan kubu Agung Laksono mengajuan banding, karena menilai putusan PTUN mengembalikan kepengurusan Golkar ke hasil Munas Riau, melebih apa yang diminta (ultra petita). Kubu Agung Laksono telah resmi mengajukan banding. Sementara Men kumham, hingga Jumat pekan lalu, be lum mengajukan banding. Pihak Kemen kumham menyatakan masih akan membentuk tim ahli tata usaha negara untuk mempelajari putusan PTUN. Ma lah, kini dari Kantor Kemenkumham, sudah mulai terdengar seruan agar kedua kubu di Golkar islah.

Beberapa saat setelah turunnya putusan PTUN, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan sepanjang belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka SK Menkumham yang berisi pengesahan kepengurusan parpol (kubu Agung Laksono) masih tetap ber laku. "Sepanjang ada yang banding, be lum inkrah, dan seharusnya SK ter akhir masih bisa digunakan, namun pas tinya ka mi membaca putusan pengadilan ter lebih dahulu," kata Hadar (ROL, 18/5).

Soal putusan PTUN membuat kepe ngurusan Golkar hasil Munas Riau ber hak ikut pilkada, anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, mengatakan dibutuhkan pengesahan kembali dari Menkumham jika kepengurusan Golkar dikembalikan ke hasil Munas Riau. "Jika dikaitkan de ngan SK yang dulu, apakah SK itu masih hidup? Bukankah sudah diganti dengan SK yang baru? Jika SK lama mau dihi dupkan, Menkumham harus menghi dup kan dulu," kata Hadar (Kompas, 19/5).

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9/2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bu pati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, KPU menyatakan di Pasal 36 bah wa jika SK Menkumham masih dalam proses sengketa di pengadilan, KPU dan KPUD menerima pendaftaran pasangan calon berdasarkan keputusan terakhir dari Menkumham. Tapi, jika dalam proses penyelesaian sengketa terdapat penetapan pengadilan mengenai penun daan pemberlakuan SK Menkumham, maka KPU/KPUD tidak dapat menerima pendaftaran pasangan calon kepala daerah dari partai tersebut sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap (lihat PKPU Pencalonan Kepala Daerah).

Veri Junaidi dari Kawal Pilkada mengatakan berdasarkan PKPU Penca lonan tersebut, ketika belum ada kepe ngurusan Golkar yang diakui secara hukum, maka Partai Golkar tidak meme nuhi syarat pencalonan kepala daerah. "Maka, kalau demikian, pilkada tanpa partai Golkar," katanya pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement