Senin 04 May 2015 15:00 WIB

Jangan Ingkar Janji Lindungi PRT

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kabar duka datang dari Arab Saudi pertengahan April lalu. Dua pekerja ru mah tangga asal Indonesia harus mengakhiri hidupnya melalui hukuman pan cung. Keduanya, Siti Zaenab asal Bang kalan-Madura dan Karni asal Brebes-Jateng, dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat dengan dakwaan pembu nuhan terhadap anggota keluarga tempat mereka bekerja.

Kesedihan sekaligus keprihatinan belum akan berhenti. Setelah Zaenab dan Karni, masih ada 36 PRT asal Indonesia menanti hukuman mati di Arab Saudi dengan tuduhan perzinahan dan mela kukan sihir. Mereka ada yang sudah divonis dan ada yang masih dalam persidangan dengan ancaman hukuman mati.

Terkait hal itu, pemerintah mengaku tidak tinggal diam. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hu kum Indonesia Kementerian Luar Ne geri, Lalu Muhammad Iqbal, dalam sebuah dis kusi di Jakarta beberapa waktu lalu menga takan pemerintah telah me lakukan upaya maksimal untuk memberi bantuan hukum terhadap para PRT yang terancam hu kuman mati. Bahkan terhadap kasus yang menjerat Zainab, pemerintah telah me lakukan pendampingan sejak 1999, sebe lum vonis mati diketuk hakim pada 2001.

Semoga saja upaya keras pemerintah dalam penyelamatan PRT Indonesia dari hukuman mati, tidak hanya di Arab Saudi tapi juga di negara lain, membuahkan hasil. Seperti yang terjadi pada Sri dan Ati, dua PRT di Arab Saudi yang berhasil lolos dari eksekusi mati berkat upaya keras yang dilakukan KJRI di sana tahun lalu. Sri adalah perempuan asal Donggala, Sulawesi Tengah, yang didakwa melaku kan perzinahan. Sedangkan Ati adalah pe rempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, yang dituduh melakukan sihir atau guna-guna untuk memengaruhi majikan prianya.

Adalah sudah menjadi tugas negara untuk melindungi segenap warga negara sebagaimana tertuang dalam konstitusi. Tidak itu saja, setiap warga negara juga berhak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak. Oleh karenanya, para PRT yang kebanyakan adalah perempuan dari keluarga tak berada patut mendapat perlindungan dari negara, tidak hanya yang bekerja di luar negeri tapi juga yang bekerja di dalam negeri.

Buktikan janji

Jokowi-JK dalam visi-misi pemerintahannya telah janji berkomitmen meng inisiasi pembuatan peraturan perundang an dan langkah-langkah perlindungan bagi semua pekerja rumah tangga (PRT) yang bekerja di dalam maupun luar negeri. Berjanji memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh migran, di antaranya melalui pembatasan dan pengawasan peran swasta, menghapus semua praktik diskriminatif terhadap buruh migran terutama buruh migran perempuan.

Usaha untuk melakukan penyelamatan PRT Indonesia yang kini terancam hukuman mati di berbagai negara – Migrant Care merilis pada 2013 ada 265 pekerja Indonesia terancam hukuman mati di luar negeri—merupakan ujian bagi Jokowi-JK untuk membuktikan janji dan komitmennya. Bantuan hukum serta pendekatan terhadap keluarga korban tempat PRT bekerja harus dilakukan maksimal sehingga mereka mau memaafkan PRT Indonesia yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat.

Baru saja pemerintahan Jokowi-JK ingkar janji terhadap komitmennya untuk menginisiasi pembuatan peraturan perundangan yang melindungi PRT yang bekerja di dalam maupun di luar negeri. Dalam hal ini pemerintah tidak mengajukan RUU Perlindungan PRT (PPRT) yang sudah mangkrak di DPR selama dua periode, untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 di DPR periode sekarang.

Sebenarnya, janji dan komitmen pemerintahan Jokowi-JK yang tertuang dalam dokumen Nawacita menjadi harap an baru untuk perbaikan masa depan PRT. "Namun, kini berubah menjadi kepri hatin an. Dalam tujuh bulan pemerintahan baru ini belum juga melakukan perubahan signifikan," bunyi pernyataan pers Ge rakan Perempuan Menagih Nawacita, di Jakarta, 21 April lalu,

Menurut Gerakan yang diinisiasi oleh Jala PRT, sebuah jaringan nasional advokasi untuk perlindungan PRT, tidak ada upaya pemerintah untuk mengu sulkan RUU PPRT yang sudah sebelas tahun diproses namun dicoret dari prolegnas.

Mereka juga menilai pemerintahan Jokowi-JK telah gagal mencegah adanya eksekusi mati terhadap PRT migran di Arab Saudi. Bahkan, Kemenaker dinilai secara serampangan merancang kebijakan pelarangan bekerja sebagai PRT migran.

"Keprihatinan ini, mendorong kami Gerakan Perempuan Menagih Nawacita, terus memperjuangkan upaya-upaya pemenuhan hak-hak PRT dengan memberikan perlindungan hukum, penuntasan kasus-kasus secara adil, dan menerbitkan kebijakan-kebijakan yang adil bagi PRT di dalam maupun di luar negeri," jelas Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini, dalam keterangan kepada Republika pekan lalu.

Gerakan ini menegaskan, hak untuk bekerja dan mendapatkan perlindungan hukum bagi perempuan telah dilindungi oleh UUD 1945. Dalam dokumen Nawa cita, secara khusus Jokowi-JK menya takan akan menginisiasi pembuatan per a turan perundangan dan langkah-langkah perlindungan bagi semua PRT yang bekerja di dalam maupun di luar negeri.

"Namun, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak yang demikian, tidak terjadi pada kaum PRT," kata Lita. "PRT tidak diakui keberadaannya sebagai pekerja oleh negara. PRT bekerja tanpa jaminan perlindungan normatif atas hakhaknya sebagai pekerja sehingga rentan akan eksploitasi, pelanggaran hak-hak," tambahnya.

Upaya untuk mendesak pemerintah dan DPR segera membuat aturan hukum dan perundang-undangan telah dilakukan oleh sejumlah kalangan, khususnya oleh masyarakat sipil. Audiensi dengan peme rintah dan DPR, dengar pendapat, menge luarkan pernyataan sikap, petisi, reko mendasi penelitian, surat protes, sampai aksi unjuk rasa telah dilakukan. Namun, pemerintah dan DPR hingga saat ini belum juga mengakomodasi desakan ter sebut. RUU PPRT pun luput dari prioritas Prolegnas 2015 di DPR.

Dalam hal perburuhan, lanjut pernya taan Gerakan ini, Nawacita juga menya takan pokok-pokok komitmennya untuk (1) melakukan revisi terhadap UU 39/2004 tentang penempatan tenaga kerja Indo nesia (TKI) dengan menekankan pada aspek perlindungan; (2) UU Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

"Dalam kenyataannya, selama tujuh bulan pemerintahan Jokowi-JK berjalan belum menunjukkan pemenuhan janji Nawacita, khususnya kepada PRT dalam negeri dan luar negeri," tegas Lita. (Lihat: Fakta-Fakta Belum Dipenuhinya Na wacita).

Berbagai kebijakan dan rencana pemerintah oleh Gerakan ini dinilai bertolak belakang dengan Nawacita. Dalam hal perlindungan buruh mIgran – PRT mig ran, menurut mereka, seharusnya pemerintah RI berperan aktif dalam tatanan dunia yang berbasis pada prinsip-prinsip hak asasi manusia serta membangun ta tanan dunia yang lebih adil dan setara.

Oleh Nurul S Hamami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement