Jumat 17 Apr 2015 16:47 WIB

Menatap Optimisme

Red:

Benarkah gonjang-ganjing di Thailand menakutkan para investor dan pebisnis? Lalu, apa langkah para pemangku ke pentingan di negara itu untuk tetap menarik simpati mereka?

Untuk melihat investor takut atau tidak, bisa dilihat dari angka investasi asing yang masuk ke negara itu. Bila terjadi penurunan pena nam an modal asing (PMA), berarti negara-negara mitra yang selama ini menjadi investor khawatir dengan gejolak politik yang terjadi di Thailand. Bila tidak, gejolak yang terjadi di negara ini tak berarti apa-apa bagi mereka.

Berdasarkan data Badan Investasi Thailand (BOI), investasi asing yang masuk ke Thailand mengalami fluktuasi. Sepertinya, instabilitas domestik Thailand memengaruhi keputusan para investor untuk mengalirkan dananya ke negara itu.

Saat terjadi kudeta militer pada 2006 lalu, investasi pada tahun itu turun hingga 18,2 persen menjadi 266,6 miliar baht dari 325,8 miliar baht (2005). Namun, setahun kemudian nilai investasi yang disetujui oleh Badan Investasi Thailand melonjak drastis sebesar 89,6 persen menjadi 505,6 miliar baht. Namun, dua tahun berikutnya turun 30,6 persen (2008) menjadi 351,1 miliar baht dan 59,5 persen (2009) menjadi 142,1 persen.

Penurunan investasi pada 2008 dan 2009 sangat wajar. Pada periode ini, banyak negara juga mengalaminya karena terimbas krisis ekonomi Eropa dan Amerika Serikat.

Investasi pada 2010 mengalami rebound hingga 96,5 persen menjadi 279,2 miliar baht. Setahun kemudian sedikit terpangkas 0,3 persen menjadi 278,4 miliar baht. Lagi-lagi, nilainya kembali melonjak drastis sampai 97,1 persen pada 2012 menjadi 549 miliar baht. Namun, pada 2013 nilai investasi asing di Thailand turun 12,8 persen ke angka 478,9 miliar baht.

Meski terjadi kudeta militer pada Mei 2014, ternyata investasi sepanjang tahun itu positif, bahkan naik 1,0 persen menjadi 483,5 miliar baht. Ini menunjukkan kudeta tak terlalu memengaruhi keputusan investor asing. Namun, kondisi politik dan stabilitas nasional secara keseluruhan negara itu yang memengaruhi para investor.

Saat terjadi bencana banjir pada 2011 hingga pertengahan 2012 saja, investasi asing di Thailand masih tinggi. Artinya, bila tak terjadi bencana nasional yang dahsyat di sana, diperkirakan nilai investasi asing yang masuk lebih besar lagi dan mampu mendorong keputusan investor pada tahun-tahun berikutnya.

Bagaimana pun juga, kondisi domestik Thailand membawa pengaruh bagi laju ekonomi keseluruhan. Pengaruh dari luar pun membuat situasinya bisa makin sulit bila pemerintah tak mampu mengatasinya dengan baik. Namun, seluruh pemangku kepentingan di negara ini sudah terbiasa menghadapi beragam masalah, mulai dari krisis domestik, regional, maupun global.

Tidak hanya Badan Investasi Thailand yang terus membantu membenahi ekonomi. Bank Sentral Thailand pun tak henti-henti memantau kondisi domestik dan global. Demi menjaga ekonomi agar bisa melaju, Bank Sentral Thailand mengikuti jejak beberapa negara lain dengan menurunkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 1,75 persen.

Beberapa analisis mengaku terkejut dengan langkah yang diambil oleh Bank Sentral. Mereka memperkirakan Bank Sentral mengambil keputusan tersebut karena ekonomi negara itu terlihat masih melemah.

Ekonom yang pesimistis memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi Thailand secara keseluruhan pada 2015 bisa lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Namun, beberapa lembaga justru menaikkan estima sinya.

Ekonom dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Pasifik (UNESCAP) memper kirakan tingkat pertumbuhan ekonomi Thailand pada 2015 akan menembus 3,5 persen. Ini tentu lebih baik bila pembandingnya angka tahun 2014 yang hanya mencapai 0,7 persen. Penurunan tingkat suku bunga diyakini bisa memberikan stimulus mempercepat laju eko nomi. Dengan tingkat suku bunga yang rendah, kegiatan beragam sektor ekonomi juga bisa lebih bergairah.

Beberapa lembaga keuangan internasional memberikan analisis yang berbeda. Dana Moneter Internasional (IMF) sangat yakin ekonomi Thailand pada 2015 akan jauh lebih baik ketimbang tahun lalu. IMF malah beberapa hari lalu merevisi perkiraan angka pertumbuhan ekonomi Thailand 2015 menjadi 3,7 persen. Sebelumnya, pada Februari lalu, IMF mem pre diksi pertumbuhan ekonomi negara ini hanya akan menembus 3,5 persen.

Britain’s Foreign & Commonwealth Office, Scotiabank Economics, Maybank Kim Eng, dan Kasikornbank mengeluarkan estimasi pertum buhan lebih tinggi lagi, mencapai 4,0 persen. Bank Sentral Thailand pun optimistis pertum buhan ekonomi Thailand bisa menembus 3,8 persen. Namun, Bank Pembangunan Asia hanya yakin pada angka 3,5 persen.

Pemerintahan Thailand di bawah kendala militer berjuang keras memperbaiki kondisi ekonomi sejak mengudeta pemerintahan yang sah pada Mei 2014 lalu. Namun, mereka hanya mampu membawa negara tersebut mencapai angka pertumbuhan sebesar 0,7 persen pada 2014. Pertumbuhan ekonomi tahun lalu menjadi angka terendah sejak terjadi pada 2011 lalu saat negara ini terkena musibah banjir besar.

"Perbaikan diperkirakan akan berlanjut pada 2015 ini dengan angka yang bisa dicapai sebesar 3,7 persen karena ada dorongan pertum buhan konsumsi, harga minyak mentah dunia yang anjlok, serta investasi swasta yang disetujui oleh badan investasi pemerintah juga mening kat," ungkap pernyataan IMF. "Kebijak an mo neter yang akomodatif juga akan mendorong pemulihan ekonomi."

Meski menaikkan angka perkiraan, IMF mengingatkan Thailand masih banyak risiko yang dihadapi negara itu. Banyak masalah dan kendala yang mengadang masa depan negara ini. Investasi swasta mungkin meningkat, tetapi utilitasi kapasitas masih rendah. Permintaan eksternal juga rendah dan kondisi politik do mestik masih tak menentu. "Karena harga mi nyak mentah dunia sedang anjlok, mungkin konsumsi, investasi, dan ekspor akan menguat," demikian pernyataan resmi IMF.

Menurut analisis ekonom CNN, Thailand termasuk negara yang menjadi prioritas investasi asing di kawasan Asia Tenggara. Pada periode 1980-2013, investasi asing yang sudah masuk ke Thailand sudah mencapai 1,5 triliun dolar AS. Memang angkanya masih di bawah Singapura yang mencapai 6,4 triliun dolar AS.

Namun, investasi ke Thailand masih lebih besar dibandingkan negara-negara lain pada periode tersebut. Nilai investasi ke Malaysia hanya 1,3 triliun dolar AS, sementara ke Indo nesia 1,1 triliun dolar AS. Aliran investasi ke Vietnam masih 591 miliar dolar AS.

Integrasi kebijakan fiskal dan moneter sangat diperlukan untuk memacu pertumbuhan pada tahun-tahun mendatang. Reformasi struktural dan investasi infrastruktur akan menjadi kunci utama menguatnya ekonomi Thailand hingga jangka panjang.

Bank Sentral Thailand juga berandil besar membantu penguatan ekonomi negara tersebut. Terutama kebijakan yang menyangkut tingkat suku bunga. Langkah yang tepat dari Bank Sentral bisa memberi ruang perbaikan ekonomi lebih baik lagi.

Kreditor percaya

Meski mengalami kondisi kurang kondusif dibandingkan negara-negara lain, khususnya di Asia Tenggara, Thailand tetap mendapatkan kepercayaan dari para kreditor internasional. Peringkat utang negara ini masih BBB+ dari Standard & Poor’s, BBB+ (Fitch), dan Baa1 dari Moody’s. Dengan demikian, Thailand tetap berada pada level layak investasi. Dengan peringkat ini lah investor tetap percaya dengan negara tersebut.

Fitch menyebut Thailand mempunyai nilai tawar yang kuat dengan negara-negara lainnya, kondisi fiskal yang baik, serta kerangka kebijakan moneter yang kredibel. Rasio utang terhadap produk domestik bruto pun masih di bawah 50 persen.

Lembaga Pemeringkat Japan Credit Rating Agency (JCR) pun menilai tahun ini kondisi nilai tukar baht terhadap mata uang asing aman dan stabil. Posisi fiskal diperkirakan solid dan neraca eksternal juga stabil. JCR menyebut mata uang asing menduduki level A-, sementara untuk mata uang lokal A.

Namun, JCR mengingatkan pemerintah agar mewaspadai kelompok tenaga kerja tertentu. JCR mengamati bisa muncul ancaman dari kelompok usia kerja pada beberapa tahun mendatang. Negara ini juga bisa masuk dalam jebakan kelompok menengah karena tekanan keseimbangan suplai dan permintaan tenaga kerja serta kenaikan biaya tenaga kerja. Yang juga sedikit mengkhawatirkan adalah utang individu yang rasionya sudah melebihi 80 persen dari PDB. Bila rasionya tak berkurang, diperkirakan bisa menghambat pemulihan konsumsi.

Scotiabank menganalisis, mata uang baht Thailand termasuk yang menunjukkan performa terbaik di kawasan Asia terhadap dolar AS. Otoritas Keuangan Thailand mengizinkan mata uang baht mengikuti gerak pasar. "Kami memperkirakan baht akan bergerak pada level 34 dolar AS per dolar AS sepanjang 2015," kata Tuuli McCully, ekonom Scotiabank, beberapa waktu lalu.

Investasi pada 2015 kemungkinan besar akan terasa efek besarnya pada tahun depan. Karena investasi berperan besar dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintah memberikan beberapa kemudahan investasi, terutama pada investor yang berada di zona ekonomi khusus.

Industri yang berada di kawasan itu mendapatkan insentif bebas pajak penghasilan selama delapan tahun. Daya tarik lainnya, pemerintah juga memotong pajak laba bersih perusahaan hingga 50 persen selama lima tahun ke depan. Pelaku industri juga bisa terbebas dari pajak ganda yang terkait dengan transportasi, penggunaan air, dan listrik.

Thailand dapat menarik investor lebih banyak ketimbang negara lain di Asia Tenggara karena mempunyai infrastruktur yang memadai. Rantai pasokan industri di negara ini juga sudah berkembang dengan baik dan mampu memenuhi kebutuhan. Meskipun negara-negara tetangga nya menawarkan upah tenaga kerja yang lebih rendah, Thailand tak terlalu terpengaruh, tidak kesulitan menarik investasi.

Bagi investor, beban tenaga kerja hanya se bagian kecil yang harus dikeluarkan dalam variabel biaya mereka. Yang menjadi pertim bangan utama investor dan pelaku industri adalah total biaya produksi yang harus dikeluarkan. Dengan pertimbangan inilah Thailand memiliki nilai kompetitif yang jauh lebih baik ketimbang negara-negara lain.

Thailand juga dianggap mampu mem pro teksi para investor ketimbang negara-negara lain. Berdasarkan empat indikator, yaitu 1) indeks transparansi transaksi, 2) indeks tang gung jawab manajer, 3) indeks kekuatan pe megang saham, serta 4) indeks proteksi investor, Thailand berada di atas rata-rata negara-negara Asia Timur dan Pasifik. Bahkan, Thailand juga mampu mengalahkan Jerman dan beberapa indikator lebih baik ketimbang Amerika Serikat.

Dalam indeks transparansi transaksi, skor Thailand paling tinggi dibandingkan lainnya, meraih skor 10, sementara rata-rata di Asia Timur dan Pasifik 5,0. Bahkan, AS saja skornya hanya 7,0, sementara Jerman 5,0.

Pada indeks tanggung jawab manajer, skor Thailand 7,0. Skor di Asia Pasifik, AS, dan Jer man masing-masing 5, 9, dan 5. Lalu, skor indeks kekuatan pemegang saham tercatat 6,0. Skor di Asia Pasifik, AS, dan Jerman masing-masing 6, 9, dan 5. Indeks proteksi investor juga unggul karena skor Thailand sudah 7,7, sedangkan ratarata di Asia Pasifik hanya 5,4, sementara di AS dan Jerman masing-masing 8,3 dan 5.

Dalam daftar Doing Business 2015, posisi Thailand juga lebih bagus dibandingkan sesama anggota Asia Tenggara utama lainnya. Thailand menduduki posisi ke-26, unggul jauh dibandingkan dengan Indonesia yang hanya mampu mengisi tempat ke-114 dari 189 negara.

Malaysia lebih bagus pada posisi ke-18, sementara Singapura langganan menjadi yang terbaik dengan merebut posisi pertama selama bertahun-tahun. Vietnam bahkan lebih baik ke timbang Indonesia karena menduduki peringkat ke-78, sementara Filipina urutan ke-95.

Kondisi domestik Thailand tak terlalu stabil, seperti negara ASEAN lainnya. Tapi, negara ini selalu mampu menyuguhkan daya tarik bagi pihak luar. Sebaliknya, Indonesia yang dianggap stabil kondisi domestiknya, tak terlalu menarik di mata investor. Sepertinya, etalase Indonesia di mata dunia belum menunjukkan sinar yang cerah.

Oleh Rakhmat Hadi sucipto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement