Jumat 06 Mar 2015 16:10 WIB

Antara Australia dan Brasil

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Pada hari-hari belakangan ini hubungan Indonesia dengan Brasil dan Australia me ma nas. Kedua negara berulah de ngan mengabaikan tata kra ma hubungan diplomatik. Brasil jelas-jelas menghina Indonesia se telah Presiden Dilma Rousseff menolak su rat kepercayaan dari Dubes RI untuk Brasil Toto Riyanto beberapa waktu lalu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun akhir nya me min ta agar Toto Riyanto ditarik dari Brasil.

Australia pun mengeluarkan pernyataan tak sedap sehingga hubungannya dengan Indonesia menjadi kecut. Perdana Menteri Tony Abbott mengungkit dana sumbangan dari negaranya saat Indonesia terkena bencana tsunami dahsyat beberapa tahun lalu. Tidak lama kemudian, dia juga mengumbar percakapannya dengan Jo kowi ke media massa lokal.

Guru Besar Hukum Internasional Uni versitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, dari pengalaman Indonesia dalam melaksanakan kewajiban melindungi warganya, pemerintah selalu berupaya keras melobi atau negosiasi diplomatik. Namun, upaya itu tidak sampai pada tindakan me ngintervensi kedaulatan negara yang akan melaksanakan hukuman mati. Lang kah Abbott mengumbar percakapannya de ngan Presiden Jokowi juga sebagai wujud politik adu domba.

Banyak pihak mengusulkan agar In donesia memutuskan hubungan diploma tik, terutama dengan Brasil. “Brasil bukan negara strategis dalam konteks perdagangan sehingga pembatalan kerja sama tidak akan memiliki banyak pengaruh,” ungkap Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais. Betulkah hubungan perdagangan Indo nesia dengan Brasil dan Australia tak ter lalu signifikan mendongkrak neraca perdagangan Indonesia? Siapa sebenarnya yang mendapatkan keuntungan besar dari kerja sama bilateral tersebut?

Berdasarkan data Kementerian Perda gangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia dengan Aus tralia pada lima tahun terakhir selalu defisit. Bahkan, nilai defisitnya semakin besar. Pada 2010, defisitnya masih 189,2 juta dolar AS dan turun menjadi 163,2 juta dolar AS setahun kemudian. Namun, pada 2012 defisitnya naik 197,1 persen menjadi 484,76 juta dolar AS.

Defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Australia melonjak 44,7 persen pada 2013 menjadi 791,55 juta dolar AS. Pa da 2014 lalu, nilai defisitnya bertambah men jadi 1,055 miliar dolar AS atau naik 50,4 persen dari tahun 2013. Defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Indonesia naik hingga 458 persen pada 2014 dari 2010.

Berdasarkan fakta tersebut, hubungan perdagangan yang dijalin kedua negara selama ini justru selalu menguntungkan Australia. Dengan kata lain, Indonesia tak pernah sekali pun memperoleh keuntungan dari proses ekspor dan impor dengan Australia. Selama lima tahun terakhir, nilai impor dari Australia jauh lebih besar ketimbang ekspor ke negara tersebut.

Bagi Indonesia, menghentikan relasi per dagangan dengan Australia tak ada ru gi nya karena memang selama ini tak per nah mendapatkan manfaat. Justru Aus tralia yang akan menderita karena mereka memperoleh keuntungan yang besar de ngan mengekspor banyak produknya ke Indonesia.

Secara keseluruhan neraca perdagang an Australia dengan seluruh mitranya men catat nilai merah, rapor buruk kesem bil an kalinya secara berturut-turut. Ber dasarkan data Biro Statistik Australia, de fisit pada Desember 2014 mencapai 436 juta dolar AS, sementara pada November 2014 lebih tinggi lagi sebanyak 1,02 miliar dolar AS. Nilai ekspor pada Desember ter sebut naik 1,0 persen dari bulan sebelumnya, sama dengan kenaikan impornya sebanyak 1,0 persen.

Banyak ekonom sebelumnya memperkirakan defisit neraca perdagangan Australia pada Desember 2014 sebesar 875 juta dolar AS. Namun, ternyata realisasinya lebih kecil.

Angka tahunannya, defisit perdagangan Australia sepanjang 2014 menembus 9,9 miliar dolar AS, turun sedikit sebesar 4,0 persen dari 10,3 miliar dolar AS pada 2013. Defisit tersebut lumayan besar dan turut menggerogoti laju pertumbuhan produk domestik bruto Australia.

Ekonom CommSec Savanth Sebastian menyatakan, depresiasi nilai mata uang Australia terhadap dolar AS turut menciptakan defisit neraca perdagangan negara ter sebut. “Sementara ekspor ke Cina mung kin mulai menurun, ekspor ke AS dan India masih menggembirakan,” jelas Sebastian, seperti dilaporkan The Daily Telegraph.

Ekspor Australia ke Cina sepanjang 12 bulan pada 2014 menembus 90 miliar dolar AS. Nilai tersebut nyaris menembus 34 persen dari total ekspor Australia ke seluruh mitra dagangnya. Nilai ekspor Australia ke AS mencapai angka tertinggi dalam lima tahun ini setelah mencatat rekor 11,25 miliar dolar AS.

Bagaimana dengan Brasil? Pada lima tahun terakhir, Indonesia hanya mendapat kan keuntungan dari kemitraannya de ngan Brasil pada dua tahun pertama, yaitu 2010 dan 2011. Saat itu Indonesia mampu men ca tat surplus perdagangan, masing-masing sebesar 145,6 juta dolar AS dan 405,5 juta dolar AS.

Namun, dalam tiga tahun beruntun sete lah itu, Indonesia gagal meraih surplus. Pa da 2012, Indonesia mencatat defisit ne ra ca perdagangan sebesar 392,2 juta dolar AS. Setahun kemudian defisitnya bahkan melonjak sampai 70,2 persen menjadi 667,7 juta dolar AS. Pada 2014 lalu, defisitnya masih besar, mencapai 614,3 juta dolar AS. Artinya, Brasil selama ini mengeruk keuntungan besar dari hubungan dagang dengan Indonesia.

Berdasarkan ulasan the Australian Business Review, total nilai perdagangan Indonesia-Brasil mencapai 4,0 miliar dolar AS tahun 2014 lalu. Nilai ini ternyata kurang dari 1,0 persen dari total perdagangan Brasil yang sudah mencapai 454 miliar dolar AS dengan mitra dagang lainnya. Brasil boleh saja menganggap Indo nesia tak ada apa-apanya. Tapi, apakah negara ini digdaya dengan negara-negara lainnya. Faktanya, Brasil sedang mengalami masamasa sulit yang berkepanjangan. Catatan neraca perdagangannya juga memerah.

Februari 2015, perdagangan Brasil de ngan seluruh mitranya menghasilkan defi sit sebesar 2,842 miliar dolar AS. Ang ka ini lebih besar dibandingkan dengan pre diksi dari sembilan analis yang disurvei Reuters, menyebut 2,2 miliar dolar AS. Defisit ini juga menjadi catatan buruk terbesar Brasil dalam sejarah perdagangannya sejak 1980.

Berdasarkan analisis Reuters, perdagangan Brasil sepanjang 2014 sangat buruk dengan menghasilkan defisit 3,93 miliar dolar AS, terburuk sejak terakhir kali terja di pada 1998. Padahal, pada 2013 negara ini mampu memproduksi surplus sampai 2,38 miliar dolar AS. Namun, ang ka surplus 2013 pun tercatat sebagai yang terkecil dalam 10 tahun terakhir.

Nilai ekspor Brasil pada 2014 sebesar 225 miliar dolar AS, naik 7,0 persen dari 2013. Namun, angka impornya jauh lebih besar, tercatat sebanyak 229 miliar dolar AS, meski turun 4,4 persen dari tahun se belumnya. Nilai barang manufaktur ekspor 2014 turun mendekati 14 persen dari 2013.

Menurut ekonom dari Tendencias Bru no Lavieri, banyak negosiasi perdagangan Brasil gagal, sementara pertumbuhan dan harga komoditas menurun drastis. “Karena itu, prospek perdagangan luar negeri Brasil sangat buruk pada 2015 ini,” katanya. Meski demikian, dia yakin Brasil bisa me raih surplus 1,5 miliar dolar AS hingga akhir tahun.

Surplus Brasil pada 2011 sangat besar, mencapai 29,8 miliar dolar AS, atau setara dengan 1,2 persen dari total produk domestik bruto negara itu. Cina dan Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar Brasil. Sektor jasa, termasuk pariwisata juga mulai lesu. Padahal, sektor ini sempat menjadi andalan Brasil dalam mendong krak ekonominya. Bank Sentral Brasil menyebutkan, para wisatawan Brasil menghabiskan uang lebih banyak di luar negeri ketimbang turis asing di Brasil.

Turis Brasil menghabiskan duit seba nyak 2,2 miliar dolar AS di banyak negara pada Januari lalu. Sementara, Brasil hanya mampu menarik pendapatan dari turis asing sebanyak 555 juta dolar AS. Akhirnya, Brasil pun mencatat defisit dari sektor wisata hingga 1,65 miliar dolar AS. Investasi asing langsung (FDI) di Brasil juga loyo. Pada Januari 2015, total FDI ha nya 3,94 miliar dolar AS, turun 70,1 persen dari Desember 2014 sebesar 6,7 miliar do lar AS. Nilai FDI Januari tersebut juga ka lah dibandingkan dengan pemasukan pe na naman modal asing (PMA) pada Januari 2014 yang mencapai 5,11 miliar dolar AS.

Menteri Keuangan Brasil Joaquim Levy menilai defisit neraca perdagangan tak terlalu kritis karena negaranya masih mampu menarik investasi asing. Versinya, FDI yang masuk sudah menembus 3,968 miliar dolar AS pada Januari 2015, lebih tinggi dibandingkan perkiraan pasar yang hanya 3,3 miliar dolar AS. Bank Sentral memperkirakan selisih current account dengan FDI 2015 akan berada pada level 83,5 miliar dolar AS dan 65 miliar dolar AS.

Namun, Menteri Per da gangan Brasil Armando Monteiro mem prediksi perdagangan negaranya masih lunglai. “Prospek perdagangan Brasil ma sing sangat buruk pada 2015 ini,” jelas Monteiro, seperti dilaporkan Reuters.

Cadangan devisa Brasil juga turun dari 474,1 miliar dolar AS pada Desember 2014 men jadi 372,2 miliar dolar AS pada Ja nuari 2015. Hingga 20 Februari lalu, cadang an devisanya tinggal 371,7 miliar dolar AS.

Melihat fakta tersebut, Indonesia sela ma ini tak mendapatkan manfaat dari rela sinya dengan Australia dan Brasil. Neraca perdagangan RI dengan kedua negara selalu mencatatkan nilai negatif. Barangbarang yang diimpor dari kedua negara juga bisa diambil dari negara-negara lain nya, bahkan dengan harga yang lebih kompetitif. Jadi, tanpa kemitraan di bidang perdagangan dengan mereka sesungguhnya tak akan pernah memengaruhi ekonomi Indonesia.

Oleh Rakhmat Hadi Sucipto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement