Kamis 05 Mar 2015 16:00 WIB

Duet Bareng Ida

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

Penyanyi senior, Ida Royani (62 tahun), langsung pasang “tembok” penolakan ketika berjumpa dengan wartawan. Khususnya jika menanyakan almarhum Benyamin Suaeb alias Bang Ben.

 

“Saya sudah bosan ditanya-tanya terus. Mungkin sudah ratusan kali. Pertanyaannya gitu-gitu aja. Jadi saya malas menjawab, kecuali pertanyaannya menarik,” kata Ida, pasangan duet Benyamin Suaeb, Rabu (4/3) pagi.

 

“Oke. Mengapa Tante Ida begitu benci terhadap almarhum Om Benyamin Suaeb? Saya tahu itu dari beberapa tayangan video saat Anda berduet sangat kompak. Tetapi bahasa tubuh Anda, seperti orang yang alergi. Jadi, sekali lagi. Mengapa Tante Ida begitu benci Om Ben?”

 

Akhirnya, istri dari musisi Keenan Nasution itu tertawa lepas dan bersedia menjelaskan alasan “kebencian”-nya terhadap Ben, panggilan akrab Benyamin.

 

“Memangnya bahasa tubuh saya terlihat ya kalau benci Benyamin? Dari mana tuh kelihatannya?”

 

“Dari ucapan-ucapan Tante Ida yang terus menerus meledek di atas panggung dan sesekali agak berlebihan. Misalnya, sudah hitam, dekil lagi.”

 

“Hahahaha… ketahuan deh gue ame wartawan.”

 

Ia pun menuturkan awal mulanya jumpa dengan Benyamin hingga muncul “kebencian” di atas panggung. Sekitar 1964, ia sudah menjadi penyanyi cilik cukup terkenal di Jakarta. Gaya dandanan, pakaian, serta penampilan rambut yang berubah-ubah warna, dan tampil dengan model terbaru. “Saya mungkin, seperti Lady Gaga, pada masa itu. Sementara, Benyamin belum dikenal publik.”

 

Suatu kali saat rekaman di sebuah studio, Ida diminta untuk kembali menyanyi. “Ada lagu baru yang bisa dicoba dulu. Pengarangnya Benyamin Suaeb. Itu yang sedang duduk-duduk,” kata Ida menirukan ucapan produser yang sedang menunjuk Ben.

 

Begitu melihat penampilan orang yang dimaksud, Ida yang saat itu berusia 11 tahun, langsung pasang sikap menolak. Sebab penampilan pencipta lagu itu sama sekali tidak meyakinkan. “Item, dekil, tengil. Gak karuanlah. Masak saya harus kenalan sama orang ini,” ujar Ida.

 

Tetapi Ida tetap diminta produser untuk membawakan lagu jenaka ciptaan Benyamin S. Masa itu jika salah dalam membawakan lagu, harus diulang dari awal. Daripada harus mengulang terus-menerus, Ida pun berkonsentrasi membawakan lagu Benyamin. Orang tua Ida yang menemani di studio mendorongnya untuk serius membawakan lagu supaya bisa cepat pulang ke rumah. Itulah awal pertemuan penyanyi cilik Ida Royani dengan Ben.

Sekitar tiga tahun kemudian saat acara di Kerawang, Ida kembali bertemu Ben dalam satu panggung. “Loh, itu kan yang dulu di studio dan menyerahkan lagu,” kata Ida kepada ibunya, Siti Aminah, atau sering dipanggil dengan sebutan Ibu Royani. Ayah Ida bernama Ahmad Royani.

 

Saat itu, Ida tetap membawakan lagu anak-anak dan remaja.  Ia memang sudah beranjak menjadi seorang gadis remaja berusia sekitar 15 tahun. Sedangkan yang mencengangkan Ida, Ben menyanyi lagu Barat dengan suara seriosa. “Lagu yang dibawakan Ben, ‘Ill Mondo’.” Itu loh karya Engelbert Humperdinck.”

 

Ida pun melantunkan satu bait liriknya dengan merdu, “… Ill Mondo, Your love is all I need in may world…”

 

Bagi Ida ada yang janggal di situ. Sebab antara lagu Barat yang sedang top namun dibawakan oleh penyanyi yang penampilannya tidak meyakinkan. “Kayaknya orang itu gak cocok banget bawakan lagu tersebut walaupun suara seriosanya lumayan.”

 

Saat itu, nama Ben mulai terdengar sebagai penyanyi lagu-lagu Barat. Namun, penampilannya tetap udik apalagi gayanya yang urakan. Ini yang membuat Ida tidak pas melihat Ben. Apalagi Ida selalu berpenampilan dengan memadukan sebagai seorang penyanyi dan seorang model yang harus menjaga penampilan. Hal ini bertolak belakang dengan Ben.

Suatu saat tahun 1970, Ben mendatangi rumah keluarga Ahmad Royani. Kepada Ibu Royani, Ben mengungkapkan keinginannya untuk berduet dengan Ida. Padahal, Ida mengetahui sebelumnya Ben sudah mempunyai sejumlah pasangan duet, seperti Rita Zahara dan Rossy.

 

Adapun yang mengagetkan lagi, bukan duet untuk menyanyikan lagu-lagu Barat, melainkan lagu Betawi diiringi dengan gambang kromong. “Kayaknya gue cocok nyanyi bareng ame Lu,” ujar Ben.

 

“Et dah, pede banget, Lu,” jawab Ida.

 

Ida yang saat itu sudah duduk di SMA Negeri 6 Bulungan, Jakarta Selatan, awalnya menolak. Namun sang ibu menasihatinya. “Jangan nolak, dicoba aja dulu. Entar kalau gak cocok, ya berhenti.”

 

Akhirnya mereka pun rekaman duet membawakan lagu-lagu Betawi dengan irama gambang kromong. Begitu tersiar kabar bahwa Ida duet dengan Ben, teman-teman SMA-nya meledeknya. “Ngapain Lu anak kota nyanyi ame orang kampung? Lu cantik manis, duet ame orang item dekil. Lagu kampungan lagi. Gak mutu Lu.” Begitulah cemoohan teman-temannya yang umumnya tinggal di kawasan Kebayoran Baru.

 

Ida “dongkol”  luar biasa dengan cemoohan itu. Ia pun berniat tidak akan melanjutkan lagi duet tersebut. Namun, upaya itu dihalang-halangi produsernya. Ibunya pun terus memberikan semangat agar Ida tetap mau membawakan lagu ciptaan Ben.

 

“Ogah… ini lagu kampungan banget. Gue malu bawainnya.” Beberapa kali ia sempat berhenti untuk melafazkan lagu tersebut.

 

Namun di luar perkiraan Ida, kaset lagu duetnya dengan Ben justru laris manis di pasaran. Padahal saat menyanyi, Ida sudah keburu benci melihat penampilan Ben yang konyol. Bahkan, beberapa kali keluar kata-kata yang tidak ada dalam teks lagu.

 

“Jelek Lu. Item, dekil, norak. Wajah kampungan. Muke garong  Lu.”

 

Ben pun tidak kalah akal, ia pun menjawab semua serangan Ida yang tidak ada dalam teks lagu, dengan entengnya.  “Entar Lu demen, baru tahu Lu. Gue garong, Lu, emaknya garong. Biarin aje, muka kampung rejeki kota. Daripada wajah kota, rejeki kampung, Lu pilih mane?” jawab Ben.

 

Nah, kata-kata “muka kampung, rezeki kota” yang diucapkan Ben secara spontan itu akhirnya menjadi kalimat yang terkenal. Di situlah awalnya produser justru kagum dengan celetukan Ida dan Ben yang tanpa teks tersebut. Padahal, awalnya diminta diulang.  Namun Ida menolak karena spontan sebagai perasaanya yang tidak suka dengan Ben.

 

Penampilan unik ini memang tidak akan pernah bisa diulang. Sebab Ben pun sering kali membawakan lagu yang di luar teks. Diulang sampai 10 kali pun, tak akan pernah ada yang sama. Gaya spontanitas Ben inilah yang justru menjadi keunggulan tersendiri.

 

Lagu-lagu duetnya sangat populer di telinga masyarakat, seperti lagu berjudul “Hujan Gerimis”, ‘”Di Sini Aje”, “Abang Sayang”, “Gambang Kromong”, “Ini Apa, Itu Apa”, dan sejumlah lagu duet lainnya. Lebih dari 250 lagu yang dibawakan dalam duet Ben dan Ida. 

 

Tak tergantikan

Duet Ben dan Ida akhirnya ditabalkan sebagai duet maut pada masanya. Sehingga, keduanya nyaris tidak bisa dipisahkan sebagai penyanyi profesional. Ben merasa sangat senang dengan ledekan dan celetukan Ida yang spontan. Bahkan, akhirnya sukses dalam duet itu diteruskan menjadi beberapa film, seperti Tarzan Kota,  dan  Benyamin Biang Kerok.

 

Ida merasakan ada getar asmara yang ditiupkan Ben kepadanya. Namun, ia menolak. Apalagi Ben sudah berkeluarga dan bukan tipe lelaki yang didambakan Ida. “Perasaan hati yang bertolak belakang itulah yang terbawa di atas panggung. Usia kami juga terpaut jauh, sekitar 15 tahun,” kata  Ida.

 

Belakangan Ida menyadari bahwa perasaan suka itu sebagai sesuatu yang manusiawi. Sebab dalam beberapa kesempatan, nyaris mereka bersama dalam panggung dan studio rekaman walau Ida selalu didampingi orang tuanya. “Mungkin karena sering bertemu dalam satu waktu terus-menerus. Sementara, Ben jarang bertemu istri dan anak-anaknya.”

 

Ida memahami Ben kecewa, namun ia tetap harus dalam posisinya untuk menghormati Noni Marhaeni, istri Ben. “Gue tunjukkan ke istrinya bahwa gue sebel banget sama Ben. Sampai-sampai di atas panggung gue ledek Ben. Jelek Lu, jangan coba-coba ngerayu gue.”

 

Noni memang sempat tersinggung dengan umpatan Ida. Namun, Ben menjelaskan justru dengan ledekan itu, duet mereka menjadi sangat terkenal. “Memang muke gue jelek, idung gue tebel. Tapi rejeki gue juga jadi tebel. Lu nikmati juga kan? Udeh kagak usah marah, gue aje yang punye muka kagak marah karena makin terkenal,” jawab Ben.

 

“Kami akhirnya bersahabat seperti saudara, antara abang dan adek. Sebab Ben sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh orang tua saya. Ben kerap curhat kepada ibu saya soal masalah pribadi.”

 

Bahkan, Ibu Royani akhirnya yang membantu mencarikan jodoh lagi buat Ben setelah perkawinannya dengan Noni kandas. “Ben, mungkin ini memang jodoh Lu. Tetapi jangan lupakan anak-anak dan Noni adalah ibu kandung anak-anak Lu. Hubungan silaturahim mesti tetap baik.”

 

Duet Ben dan Ida memang sempat terhenti saat Ida melanjutkan kuliah modeling di London dan hijrah ke Malaysia. Di situ Ben seperti limbung, tidak punya pasangan duet yang pas, seperti Ida. Namun, Ida pula yang kemudian mendorongnya untuk berduet dengan beberapa penyanyi, seperti  Inneke Kusumawati dan Herlina Effendi.    

 

Duet bersama Herlina memang cukup sukses, namun tentu saja kalah pamor dengan duet Ben dengan Ida. Setelah Ida kembali ke Jakarta, Ben kembali menawarkan duet lagi. Maka blantika musik kembali semarak dengan duet ngocol ala keduanya. Di atas panggung mereka menyanyi dengan mengalir apa adanya.

 

“Lama kelamaan Ida Royani malah mengikuti gaya alamiah bang Ben. Apa adanya, tampil dengan kenorakan yang justru mempertontonkan gaya Betawi yang jujur,” ujar Bens Leo, pemerhati musik.

 

Gambang kromong yang semula dianggap kampungan, Bens Leo melanjutkan, justru menjadi daya pikat tersendiri ketika Benyamin mampu membawakan lagu dengan beragam genre. “Ia bisa bergaya rock n roll, blues, jazz, bahkan seriosa. Namun, dengan gaya kocaknya yang belum bisa tertandingi hingga saat ini,” kata Bens.

 

Wala pun terkesan norak, Bens menilai lagu-lagu ciptaan Benyamin justru menjadi kenyataan pada masa kini. Misalnya lagu “Kompor Meleduk”, itu sangat peduli sosial bagaimana menghadapi banjir. Siapa yang mengira terjadinya angin puting beliung di Bogor, lalu hujan yang menyebabkan banjir di Jakarta saat ini?”

 

Di balik “kenorakan” Benyamin, sesungguhnya ia cerdas membaca tanda-tanda zaman.  Ia tahu kapan harus tampil sebagai penyanyi, pelawak, aktor, dan pembawa acara. “Bapak tidak akan pernah menyinggung soal bentuk fisik seseorang ketika tampil di hadapan undangan pejabat. Khawatir, misalnya bilang si botak. Nah, bisa saja saat itu ada pejabat yang kepalanya plontos. Jadi, beliau tahu betul siapa yang dihadapinya,” ujar Biem.

Bens Leo menungkapkan memang ada sejumlah orang yang mencoba membawakan figur Benyamin, seperti Urip Arpan, Jaja Miharja, dan lain-lain. Namun, Benyamin belum tertandingi. “Ia penyanyi sekaligus aktor yang nyaman dengan lagu-lagui ciptaannya sendiri,” kata Bens Leo.

 

Biem mengungkapkan bahwa hingga kini ada sekitar 700 lagu yang dibawakan oleh almarhum ayahnya. Baik yang dibawakan secara solo maupun duet dengan penyanyi lain. “Kami sedang menginventarisasi lagu-lagu tersebut.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement