Senin 02 Mar 2015 18:15 WIB

Beratnya Di Sektor Tunggal

Red:

Tak berlebihan bila Pengurus Pusat (PP) PBSI tidak menar getkan gelar dari sektor tunggal di All England 2015. Baik di bagian putra maupun putri, Indonesia saat ini ma sih krisis pemain yang mampu tampil konsisten dan berprestasi dunia.

Di tunggal putra, Indonesia hanya me ngirim satu pemain pelatnas yakni Simon Santoso. Di luar itu ada Dionysius Hayom Rumbaka dan Tommy Sugiarto yang dikirim ke Birmingkam berbekal tiket dari klub masing-masing.

Dengan materi pemain-pemain itu, PP PBSI agaknya tahu diri untuk tidak terlalu membebani sektor tunggal putra. Dari ketiganya, mungkin harapan masih bisa disandarkan kepada Tommy yang belum lama ini mundur dari pelatnas. Tapi, Tommy punya pengalaman buruk di arena All England. Tahun lalu langkahnya langsung terhenti di babak pertama.

Yang menyedihkan, hanya Tommy yang langsung bisa bermain di babak utama. Sedangkan Simon dan Hayom harus turun di babak kualifikasi terlebih dahulu, lantaran peringkat dunia mereka di luar "20 besar". Saat pendaftaran, Si mon dan Hayom hanya berada di peringkat 30-an saja.

Tragis

Lebih tragis lagi, keduanya sudah harus saling "bunuh" di babak kedua kua lifikasi untuk memastikan satu tiket ke babak utama. Bila Hayom mampu me ngatasi Mohamad Arif Abdul Latif (Malaysia), lalu Simon mengalahkan Ras mus Fladberg (Denmark), maka mereka akan berebut satu tiket ke babak utama. Artinya, maksimal hanya dua pemain Indonesia yang akan tampil di babak utama tunggal putra. Ironisnya, bila lolos ke babak utama, Simon atau Hayom langsung berhadapan dengan Tommy.

Sebelum tampil di All England, PP PBSI mengirim Simon terlebih dahulu bermain di Jerman Terbuka turnamen kategori Grand Prix Gold. Namun, pe nam pilan pemain gaek ini tidak memuas kan. Dia langsung tersingkir di babak per tama. Ini akan menjadi beban psikologis tentu saja bagi Simon,

Sebaliknya, Hayom yang didepak dari pelatnas tahun lalu melakukan start yang bagus menjelang All England. Pemain klub Djarum Kudus ini setidaknya sudah lolos ke perempat final ketika tulisan ini dibuat Jumat (27/2) lalu. Hasil main di Jerman semestinya menambah motivasi Hayom untuk berbuat lebih jauh lagi di All England. Tahun lalu langkah Hayom terhenti di babak kedua. Sayang, tahun ini dia sudah harus saling berhadapan dengan rekan-rekannya di babak-babak awal.

Siapa pun yang menang di babak pertama antarpemain Indoensia itu, mereka diperkirakan bakal bertemu de ngan unggulan ketujuh Hans-Krsitian Vittinghus (Denmark) di babak kedua. Vittinghus kemungkinan tak kesulitan menyingkirkan Sho Sasaki (Jepang) di babak pertama.

Dari ketiga pemain Indonesia tadi, hanya Tommy Sugiarto yang unggul dalam head to head dengan Vittinghus. Tommy unggul 2-0, masing-masing di Kejuaraan Dunia 2013 dan Prancis Terbuka 2014. Sedangkan Hayom selalu kalah dari Vit tinghus dalam tiga pertemuan keduanya. Terakhir Hayom kalah di India Terbuka 2014. Simon juga selalu kalah dari Vittinghus, masing-masing di All England 2012 dan India Terbuka 2012.

Dari catatan rekor pertemuan tersebut, Tommy yang memiliki peluang untuk menang atas Vittinghus. Asalkan bisa mengatasi beban psikologis tampil di depan publik Birmingham yang kemung kinan mendukung pemain asal Eropa, rasa-rasanya Tommy masih bisa me nambah daftar keunggulannya atas pe main masa depan Denmark itu.

Kalau lolos dari babak kedua, di perempat final Tommy diperkirakan akan bertemu dengan unggulan ketiga Son Wan Ho. Pemain Korsel inilah yang meng gulung Hayom di babak kedua All Eng land tahun lalu. Terhadap Son, Tommy pernah dua kali menang dan dua kali kalah. Pertemuan terakhir keduanya ber langsung di Piala Thomas pada Mei tahun lalu yang dimenangkan oleh Son. Sedang kan Hayom selalu kalah dalam empat pertemuan dengan pemain nomor empat dunia itu.

Seandainya mampu melangkah hingga ke semifinal, lawan yang akan dihadapi Tommy kemungkinan besar adalah ungulan kedua Jan O Jorgensen (Den mark) atau unggulan kedelapan yang juga asal Denmark, Viktor Axelsen. Jorgensen dan Axelsen diprediksi saling berhadapan di babak perempat final. Lawan-lawan yang mungkin bisa menghambat laju kedua pemain Denmark itu adalah Hu Yun (Taipei) dan Kenichi Tago (Jepang).

Di pool atas, dua pemain Cina yakni Chen Long dan Lin Dan diperkirakan bakal bertemu di semifinal. Lin Dan yang menempati unggulan kelima memiliki motivasi besar untuk merebut gelar keenamnya di All England. Pemain paling disegani di era 2000-an ini merebut gelar tahun 2004, 2006, 2007, 2009, dan 2012. Sedangkan Chen Long, peringkat satu dunia, menjuarai turnamen ini pada 2013.

Dengan tampilnya kembali Lin Dan dan masih digdayanya Chen Long, agak nya Cina paling berpeluang besar merebut tunggal putra. Sebalinya bagi Indonesia, itu artinya masih harus menanti lebih lama lagi untuk bisa membawa pulang gelar di sektor ini.

Paceklik gelar

Sudah dua puluh tahun lamanya tak ada pemain Indonesia yang menjuarai nomor tunggal putra All England. Pemain terakhir yang mengukir namanya sebagai juara di nomor ini adalah Hariyanto Arbi pada 1994. Setahun sebelumnya dia juga telah mencatatkan dirinya sebagai kampiun di turnamen tertua di dunia ini.

Pada saat bersamaan dengan dua gelar yang diraih Hariyanto dari arena All England, sebenarnya Indonesia memiiki pemain-pemain tunggal putra yang mendominasi dunia. Bahkan bisa dibilang ini merupakan masa keemasan sektor tunggal putra Indonesia. Selain Hariyanto, pada masa itu hingga menjelang akhir 1990-an-- ada Ardy B Wiranata, Alan Bu dikusuma, Joko Supriyanto, Hermawan Susanto, Fung Permadi, dan Hendrawan.

Namun, kecuali Hariyanto, pemain lainnya yang pernah menjadi juara All England adalah Ardy BW pada 1991. Sedangkan yang lainnya belum pernah merasakan gelar di sana, meskipun gelar juara dunia pada 1993 bisa diraih oleh Joko dan medali emas Olimpiade 1992 oleh Alan di Barcelona.

Ketika itu persaingan di sektor tunggal putra boleh dibilang cukup keras antara Indonesia, Cina, dan Denmark. Cina me miliki Liu Jun, Sun Jun, dan Dong Jiong yang menjadi generasi penerus seniornya yakni Luan Jin, Zhao Jianhua, dan Yang Yang.

Sedangkan dari Denmark ada Poul- Erik Hoyer Larsen dan Peter Gade yang mewarisi bakat besar pemain-pemain Denmark sebelumnya seperti Ib Frederik sen ataupun Morten Frost Hansen. Poul- Erik yang sekarang menjadi Presiden Federasi Bulu Tangksi Dunia (WBF), men juarai All England pada 1995 setelah di final mengalahkan Hariyanto yang sedang memburu gelar ketiganya. Kala itu enam pemain Indonesia masuk daftar unggulan.

Tak heran bila pada dasawarsa 1990- an itu pemain-pemain Cina, Denmark, dan Indonesia bergantian berdiri di podium teratas tunggal putra sebagai juara All England. Setelah Ardy juara pada 1991, Liu Jun sempat menyela di 1992 sebelum gelar All England direbut Hariyanto berturut-turut pada 1993 dan 1994. Kemudian Poul-Erik merebut gelar itu dari tangan Hariyanto pada 1995 dan bertahan hingga 1996. Setelah itu dua pemain Cina bergantian menjadi juara, Dong Jiong pada 1997 dan Sun Jun 1998.

Menjelang akhir 1990-an, generasi penerus dari Cina, Denmark, dan Indo nesia mulai muncul. Peter Gade mewakili Denmark, Xia Xuanze dan Ji Xinpeng dari Cina, dan Taufik Hidayat dari Indonesia. Peter Gade kemudian merebut gelar All England yang pertama dan terakhir pada 1999, begitu pula dengan Xia Xuanze pada 2000. Kala itu Taufik menjadi runner-upnya di kedua tahun tersebut.

Memasuki era 2000-an Indonesia masih bertumpu pada pundak Taufik. Na mun, hingga memasuki masa pensiunnya sebagai pemain pada 2013 lalu, dia belum pernah bisa lagi menembus babak final. Meski demikian, Taufik mampu meno rehkan prestasi emas dengan menjadi juara Olim piade Athena 2004 dan juara dunia 2005.

Ketika Indonesia hanya mengandalkan Taufik walaupun ada juga Sony, Simon Santoso, dan muncul Tommy serta Hayom, generasi baru Cina yang diwakili Chen Hong dan Lin Dan, kemudian sekarang ada Chen Long dan Wang Zhengming, mulai mendominasi. Lin Dan menjadi yang paling spektakuler dengan menjuarai All England pada 2004, 2006, 2007, 2009, dan 2012. Pada 2005 gelar dipegang Chen Hong yang juga juara di sana pada 2002.

Di tengah kedigdayaan Cina, Malaysia melahirkan salah satu pemain besar dalam sejarah mereka yakni Lee Chong Wei. Tak hanya menjadi momok bagi pemainpemain Indonesia, Chong Wei juga bisa bersaing dengan pemain-pemain Cina. Dia mampu menjuarai All England pada 2010, 2011, dan 2014. Dia juga finalis pada 2013 sebelum kalah dari Chen Long serta di 2012 menyerah pada Lin Dan.

Pemain Indonesia yang kali terakhir mampu menembus final All England adalah Budi Santoso. Di final 2002, Budi harus mengakui keunggulan Chen Hong. Sejak itu pemain-pemain Indonesia harus pulang lebih awal atau hanya menjadi penonton di partai puncak. Tahun ini tanda-tanda paceklik gelar tunggal putra dari All England sudah tampak.

Oleh Nurul S Hamami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement