Kamis 29 Jan 2015 11:00 WIB

Piramida Tempat Pemujaan

Red:

Balok-balok batu andesit besar berbentuk persegi, berserakan di sebuah bukit curam yang memanjang. Di situlah terdapat situs yang dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam. Tempat ini sebelumnya dikeramatkan oleh warga setempat. Penduduk menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi, raja Sunda, berusaha membangun istana dalam semalam.

Lokasi situs ini berada di ketinggian 885 mdpl, di Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Situs Gunung Padang adalah peninggalan Megalitikum terbesar di Asia Tenggara dengan luas bangunan purbakalanya sekitar 900 meter persegi dan areal situsnya sekitar tiga hektare. Bangunan punden berundaknya berbahan bebatuan vulkanis alami dengan ukuran yang berbeda-beda.

 

Bentuknya berupa tiang-tiang dengan panjang rata-rata sekitar satu  meter dan berdiameter rata-rata 20 cm, berjenis andesit, basaltik, dan basal. Geometri ujung batu dan pahatan ribuan batu besar dibuat sedemikian rupanya teratur berbentuk pentagonal (lima sudut).

 

Angka lima  juga seakan memberikan identitas pemujaan bilangan "5" oleh masyarakat Sunda dahulu kala. Hal ini membedakannya dengan Babilonia yang menganggap sakral angka 11 atau Romawi Kuno dengan angka "7".  Simbol "5" mirip dengan tangga nada musik Sunda pentatonis, yaitu: da mi na ti na. Oleh karena itulah, selain kompleks peribadatan purba, banyak juga yang menyebut situs Gunung Padang sebagai teater musikal purba.

Punden berundak

Batu-batu andesit situs Gunung Padang hanya dapat ditemui di sekitar Gunung Padang. Begitu menyeberangi Kali Cikuta dan Kali Cipanggulaan, tidak ada lagi batu-batu besi seperti itu. Hingga kini terhampar berserakan sisa-sisa ukiran batu purba tersebut. Kampung Ukir dan Kampung Empang berada sekitar 500 meter arah tenggara situs Megalitikum Gunung Padang.

 

Pembukaan semak-semak pada sisi Tenggara teras lima  ke arah bawah, menemukan 20 tingkat terasering punden berundak. Diduga disusun oleh masyarakat yang berbudaya gotong royong dan  mempunyai kemampuan teknologi yang maju.

Terasering punden berundak ini mematahkan hipotesis penelitian sebelumnya bahwa situs Gunung Padang hanya terdiri dari lima teras pada area seluas 900 meter persegi. Dengan dibukanya 20 tingkat terasering menunjukkan situs Gunung Padang sangat besar. Diperkirakan zona inti utama situs Gunung Padang lebih besar dari 25 hektare.

Pembukaan semak-semak dan hasil pemindaian bumi dengan georadar pada sisi timur teras dua ke arah bawah menemukan bentuk struktur pintu gerbang buatan manusia. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring satu, memastikan struktur buatan manusia sampai dengan kedalaman di bawah 27 meter dari permukaan teras tiga.

Hasil pengambilan sampel dengan bor coring dua, menemukan struktur rongga-rongga besar buatan manusia yang berisi pasir dengan butiran yang sangat seragam. Sedangkan, hasil pengukuran dengan geomagnetik menemukan anomali medan magnetik yang besar pada teras dua.

Adanya tanda-tanda berbentuk gambar atau cekungan buatan manusia pada setiap batu yang berada di teras satu hingga lima. Penelitian mengenai makna bentuk gambar dan aksara yang terbentuk pada batu breksi andesit merupakan hal terbaru.

Selain riset dan survei, kajian pustaka terus dilakukan. Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan suatu tempat "kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang Sunda) di hulu Cisokan, sungai yang diketahui berhulu di sekitar tempat situs ini.

Menurut legenda, situs Gunung Padang merupakan tempat pertemuan berkala (kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuno. Saat ini, situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli Sunda untuk melakukan pemujaan.

Penelitian mengenai keberadaan bangunan di bawah permukaan Gunung Padang telah dilakukan oleh beberapa tim ahli. Tim dari Badan Geologi ESDM, Kemenristek, dan Tim Arkeologi Nasional sudah menyimpulkan bahwa tidak ada bangunan di bawah permukaan Gunung Padang.

Jika dilihat dari atas, gunung ini persis bentuknya dengan piramida yang ada di Mesir. Bahkan, umurnya diperkirakan jauh lebih tua daripada piramida Mesir sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi. Sesungguhnya Gunung Padang bukanlah gunung, melainkan bangunan berbentuk mirip dengan piramida yang telah terkena timbunan debu vulkanis sehingga terlihat seperti gunung yang sudah ditumbuhi pepohonan.

Lalu, bagaimana dengan asal kata "Padang"? Kata "padang" dalam bahasa Sunda berarti caang atau terang benderang. Ada juga pengertian lain dari istilah "padang", yaitu: pa (tempat), da (besar; agung), dan hyang (eyang; moyang; leluhur). Dari ketiga kata tersebut kemudian kata "padang" dimaknai sebagai tempat agung para leluhur.

Awalnya, situs Gunung Padang termuat dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD) atau Buletin Dinas Kepurbakalaan Pemerintah Hindia Belanda pada 1914. Seorang sejarawan Belanda ternama, yaitu NJ Krom, sempat menguraikannya, tetapi belum banyak keterangan lebih lanjut mengenai informasi keberadaannya.

 

Kajian arkeologi, sejarah, dan geologi kemudian dilakukan Puslit Arkenas sejak 1979. Tidak ditemukannya artefak berupa manik-manik atau peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur situs ini. Hal itu karena mayoritas artefak Megalitikum di Indonesia dan Asia Tenggara ditemukan pada masa kebudayaan Dongson (500 SM).

 

Para arkeologi sepakat bahwa situs Gunung Padang bukan merupakan sebuah kuburan seperti dinyatakan oleh Krom, melainkan merupakan sebuah tempat pemujaan masyarakat Sunda Kuno. Selain itu, situs ini juga dibangun dengan posisi memperhatikan pertimbangan geomantik dan astromantik.

 

Situs Gunung Padang secara astronomis ternyata berharmoni dalam naungan bintang-bintang di langit.  Analisis dengan planetarium yang dilacak hingga ke tahun 100 M menunjukkan bahwa posisi situs Gunung Padang pada masa prasejarah berada tepat di bawah langit yang lintasannya padat bintang berupa jalur Galaksi Bima Sakti.

Oleh Selamat Ginting

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement