Selasa 18 Nov 2014 14:00 WIB

Dahnil Azhar Simanjuntak, Presiden Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN) periode 2014-2019: Dialog Sebagai Solusi

Red:

Tingkat keberagaman (agama) yang tinggi, populasi Muslim terbesar di dunia, serta keunikan keberagaman membuat Indonesia menjadi poros penting dalam dialog antarumat beragama untuk menciptakan perdamaian serta mediasi konflik di Asia Pacifik, bahkan di dunia.

Pun, kerukunan yang lebih terjaga menjadi salah satu keunikan keberagaman di Indonesia dibandingkan dengan negara Islam lain. Sehingga, itu menjadi catatan penting bagi Indonesia dalam perannya di dialog antarumat beragama di dunia.

Indonesia kini terpilih menjadi Presiden Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN) 2014-2019 dengan Dahnil Azhar Simanjuntak yang terpilih sebagai presiden. Republika berkesempatan mewawancarainya pada Jumat (14/11) di salah satu kedai di Jakarta Selatan. Berikut wawancara Republika dengan Dahnil Azhar Simanjuntak.

Bisa Anda ceritakan mengenai Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN)?

Jadi, sejak 40 tahun ke belakang, Indonesia sudah banyak terlibat dalam kepemimpinan organisasi dialog antarumat beragama. Yakni, terdapat wadah organisasinya, yaitu Religion For Peace (RFP) yang berafiliasi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan jumlah anggota 85 negara dengan lokasi pusat organisasi yang berada di New York.

Bahkan beberapa kali di level senior, tokoh Indonesia pernah terpilih sebagai presiden Religion For Peace di wilayah Asia Pacifik. Di antaranya, mantan ketua PB NU Hasyim Muzadi serta Ketua Muhammadiyah Din Syamsudin yang hingga kini masih menjabat sampai 2019.

Selain itu, di level pemuda terdapat Presiden Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN) 2014-2019 yang merupakan sayap dari Religion For Peace. Dengan kepemimpinan (RfP-APYIN) yang dipegang oleh saya, Wakil Presiden Takashi Hashimoto, dan sekretaris Huma Ikramullah yang berasal dari Pakistan.  

Religion For Peace sendiri fokus kepada dialog antarumat beragama dengan misi memediasi perdamaian di seluruh dunia. Terakhir, mediasi dialog yang dilakukan IYCRFP berkaitan dengan konflik agama Muslim dan Buddha di Rohingya, Myanmar.

Bagaimana posisi Indonesia di organisasi tersebut?

Sejarah 40 tahun, keterlibatan Indonesia dalam dialog antarumat beragama membuat Indonesia berada dalam poros penting. Karena merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi di dunia, Indonesia dari sisi populasi termasuk negara Muslim terbesar di dunia dan dari sisi keberagaman Indonesia mempunyai keunikan.

Keunikannya, kerukunan lebih terjaga dibandingkan dengan negara Islam lain. Sehingga, itu menjadi catatan penting bagi Islam di Indonesia dalam perannya di dialog antarumat beragama di dunia.

Fakta bahwa Islam Indonesia unik, misalnya Islam bisa beradaptasi dengan demokrasi yang berjalan damai di Indonesia. Islam menerima demokrasi dengan baik, bahkan praktiknya bisa dikatakan lebih maju daripada negara-negara Islam yang lain atau negara barat sekalipun.

Itu menjadi catatan penting untuk Indonesia dan memberikan pesan ke dunia bahwa dunia perlu belajar kepada Indonesia berkaitan dengan kerukunan antarumat beragama. Meski tidak dimungkiri, masih ada letupan-letupan kecil. Saya pikir biasa saja karena di belahan dunia manapun, letupan kecil biasa ada menganggu kerukunan. Akan tetapi, dalam konteks yang lebih besar banyak contoh kerukunan yang luar biasa.

Hal lain apa yang membuat Islam dan keberagaman di Indonesia menarik?

Mereka menganggap Indonesia dalam forum internasional relatif lebih bisa diterima, tidak mempunyai kepentingan menghegomoni. Serta, tidak mempunyai konflik ekonomi maupun konflik politik.

Karena, jika tiap negara mengajukan seperti India maka pihak Pakistan atau Bangladesh akan menolak. Termasuk, saat Australia mengajukan menjadi presiden maka banyak pihak yang menolak. Negara-negara tersebut dianggap tidak ramah, suka menghegemoni.  Ketika disampaikan nama Indonesia maka nyaris tidak ada yang menolak.

Sisi lain, mereka melihat mempunyai tingkat keberagaman yang tinggi sehingga memengaruhi profil Indonesia. Dari situ bisa diambil kesimpulan karena ramahnya Indonesia mudah diterima negara lain maka itu menjadi kekuatan kita di dunia internasional. Terutama, dalam mediasi antarumat beragama menyangkut perdamaian.

Bagaimana Indonesia bisa menularkan virus perdamaian antaragama?

Sederhana, negara yang penduduknya paling banyak Muslimnya, Indonesia, kemudian menerapkan demokrasi dengan cara damai. Kita tidak melakukan diskriminasi. Nah, nilai-nilai itu didapat dari nilai-nilai Islam yang moderat.

Saya pikir organisasi seperti Muhammadiyah, NU yang merepresentasikan Islam moderat itu bisa menggambarkan bahwa Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Kalaupun muncul kelompok ekstremis di Indonesia yang menganggu kerukunan antarumat beragama, itu banyak berasal dari mereka yang transnasional, impor dari luar negeri.

Kita bisa lihat tidak pernah ada kasus mendiskriminasikan perempuan, bebas menjadi pemimpin, bebas beraktivitas, dan bebas tidak dikekang.  Yang selalu menjadi masalah dari stereotip Barat, yakni penindasan terhadap perempuan, misalnya yang dilakukan kelompok Islam.

Mereka memotret kasus Pakistan, Timur Tengah, atau Arab Saudi. Mereka generalisasi bahwa wajah Islam itu demikan diskriminatif. Mereka tidak mau melihat wajah Islam yang khas ada di Indonesia.

Saya pikir Barat perlu disuplai informasi yang lebih banyak tentang Islam Indonesia. Itu penting untuk mereka melihat Islam yang berbeda dengan yang digambarkan oleh media Barat selama ini.

Pesan saya ke dunia, bagaimana memperkenalkan Islam Indonesia yang lebih demokratik, ramah agar stigma seperti perang konflik dan dianggap mendiskriminasikan perempuan itu bisa diluruskan.

Apa gerakan organisasi yang dilakukan untuk menangkal stigma negatif terhadap Islam dari pihak Barat?

Gerakan yang paling banyak di kelompok muda, yakni memberikan pemahaman di jejaring media sosialD, menyediakan informasi antarumat beragama yang melahirkan mutual respek.

Kita pahami masalah di dunia negara berkembang itu berbeda dengan di negara maju. Di kelompok negara berkembang yang paling banyak muncul, kelompok ekstrimis karena persoalan utama, yaitu persoalan ekonomi. Maka, program lebih fokus memberdayakan kelompok muda secara ekonomi dengan program overmeal. Kampanye kami mengurangi tiga kali makan dan menawarkannya kepada kelompok miskin.

Di negara maju, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, serta termasuk Malaysia dan Indonesia yang paling mengkhawatirkan, yakni eksistensi agama. Kelompok muda menganggap agama tidak penting lagi. Ini berbahaya.

Eksistensi kelompok beragama diragukan karena agama dianggap tidak memberikan solusi. Karena agama bukan membuat kedamaian hidup tapi justru memberikan konflik. Bagi kelompok pemuda terdidik, agama itu tidak menjadi solusi, akhirnya mereka menjadi kelompok ateis atau agnostik.

Maka, penting bagi kelompok agama memunculkan agama yang mampu menawarkan solusi. Agama yang mampu menawarkan solusi kemiskinan, bukan agama yang sibuk dengan karut marut politik, agama yang justru dipolitisasi itu menjadi masalah.

Agama yang mampu menawarkan solusi kehidupan itu penting ditawarkan. Agama yang peka terhadap permasalahan sosial, kemiskinan, itu penting ditampilkan bukan sekadar ritual. Solusi itu tidak terlepas dari peran negara (pemerintah).

Bagaimana agama bisa menjadi solusi untuk kemiskinan?

Kita negara Pancasila, tapi jiwa negara Pancasila itu Ketuhanan Yang Maha Esa artinya negara yang dibangun dengan semangat beragama yang kuat. Maka, program pembangunan sering kali diarahkan untuk menghadirkan agama sebagai solusi. Sehingga, dikenal ada bantuan untuk kelompok agama, ormas, dan segala macam.

Tetapi di negara maju, mereka tidak mengenal tradisi mendorong kelompok agama dibantu secara formal oleh negara karena agama merupakan masalah pribadi. Agama dibangun oleh kelompok-kelompok privat, kelompok swasta, atau kelompok masyarakat lainnya.

Pendekatan dari organisasi yang dipimpin terhadap pemerintah untuk melakukan dorongan itu seperti apa?

Organisasi ini terdiri atas chapter chapter dengan karakteristik yang berbeda. Tentu dalam konteks Indonesia pendekatannya berbeda, seperti advokasi, paralegal, protes kepada pemerintah melalui jejaring yang ada. Kelompok ini yang diberdayakan dan menjadi motor gerakan mendorong peran negara melindungi kelompok agama atau visi keberagaman itu muncul dalam konteks Indonesia. Intinya kita tidak akan melakukan aneksasi atau memaksa. Itu inti dialog. n c75 ed: fitriyan zamzami

***

Jadi Presiden dari Kuliah Singkat

Perkenalan dirinya dengan Kyoichi Sugino, Deputi Sekretaris Jenderal Religion for Peace, saat mengikuti ceramah di New York dalam rangka kuliah singkat di Georgetown University, Washington DC, mengantarkan Dahnil Azhar Simanjuntak terpilih menjadi presiden Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN) 2014-2019.

Bermula dari perspektif baru salah satu ketua PP Muhammadiyah itu tentang dialog antarumat beragama yang disampaikan dalam kuliah tersebut yang tidak harus mencabut identitas keagamaan. Ia pun membangun perspektif berbeda daripada kelompok lainnya. Perspektif yang akhirnya diterima dengan baik oleh Kyoichi Sugino dan mengajak dirinya bergabung di Religion for Peace.

"Saya sampaikan perspektif dalam kuliah itu tentang dialog (antarumat beragama). Sebab, terus terang di Religion for Peace banyak dialog yang sering kali mencabut identitas kegamaan," ujar Dahnil yang juga bertugas sebagai staf pengajar di Univeritas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten, kepada Republika, Jumat (14/11).

Menurutnya, sejak kembali ke Indonesia, Kyoichi mengajak dirinya terlibat secara langsung dalam perundingan damai antarumat beragama di Rohingya, Myanmar. Selama di Rohingya, ia mengaku banyak melakukan dialog dengan kelompok Islam dan Buddha Myanmar yang tengah berkonflik.

Konferensi Religion for Peace di Seoul dan Incheon, Korea Selatan, September lalu menjadi momen bagi dirinya untuk terpilih sebagai presiden RfP-APYIN 2014-2019.

Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menilai, karena pemilihan dilakukan secara terbuka dengan perspektif dialog maka semua perwakilan harus menerima dan tidak merasa sakit hati. Oleh karena itu, ketika disodorkan Indonesia sebagai presiden organisasi maka tidak ada perwakilan dari negara lain yang menolak.

"Saya terpilih sebagai presiden karena relatif orang Indonesia tidak meledak-ledak, seperti negara lain yang dianggap hegemoni. Kita terpilih tanpa ada yang protes," ujar ayah dua anak tersebut.

Dahnil mengaku, salah satu pekerjaan rumah baginya ke depan untuk kasus di Asia, terutama Asia Selatan dan Asia Tenggara, yakni fokus pada pemberdayaan ekonomi pemuda. Serta, overmeal, kasus perkawinan anak, dan mengadvokasi kekerasan terhadap anak, khususnya anak perempuan yang relatif masih tinggi di Asia Selatan dan Tenggara.

"Ini (perkawinan anak) kasus yang ramai di Pakistan dan Bangladesh hingga terjadi kekerasan karena dipaksa menikah. Jika tidak mau menikah, ada yang digorok. Itu kejadian di Bangladesh dan Pakistan. Itu yang mau diadvokasi," kata Dahnil.

Selain itu, menurutnya, treatment bagi negara maju berbeda. Kasus yang mencolok, yakni peran agama. Kelompok antiagama tumbuh dan muncul. Maka, program penting kita, yakni bagaimana memunculkan kelompok agama yang bisa memberikan solusi. Terutama, menciptakan agama yang damai dan tidak menimbulkan konflik.

"Itu faktor utama mereka meninggalkan agama. Ini jadi PR kami di negara maju," ujarnya.

Dahnil pun antusias menanggapi pertanyaan seputar banyak kelompok agama yang ingin menjadi agama baru. Baginya mempersilakan jika terdapat kelompok agama baru dan tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Namun, menurutnya, di Indonesia agama itu diadministrasikan. Artinya, agama diakui harus melalui proses formalnya. "Saya pikir ada baiknya seperti itu ketimbang tidak mengakui mereka. Saya pikir, seperti kelompok Sunda Wiwitan di Banten dan di Baduy perlu diadministrasikan supaya jelas," kata Dahnil menjelaskan.

Ia menuturkan, perlu didorong hal demikan karena esensi dari dialog dan kerukunan beragama itu merupakan kejelasan identitas. Ketika identitas jelas, kita tidak terbiasa berpura-pura sehingga kerukunan dialog berasal dari hati.

"Sering kali orang menyembunyikan identitas karena ada kelompok agama tertentu dalam urusan pekerjaan. Justru, itu disebut berpura-pura. Kita berbohong. Berbeda dengan identitas yang jelas, kita akan diterima dengan baik. Artinya, itu esensi dialog, keterusterangan, ikhlas, kemudian bisa menerima orang lain," ujarnya memaparkan. n c75  ed: fitryan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement