Senin 05 Dec 2016 16:00 WIB

BPRS Ingin Ikut Salurkan KUR

Red:

JAKARTA -- Pemerintah diharapkan dapat melibatkan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) untuk menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR). Sebab, program KUR yang menawarkan bunga rendah dengan pasar yang hampir sama dapat mengganggu kinerja BPRS.

Ketua Kompartemen BPRS DPP Asbisindo Cahyo Kartiko mengatakan, penyaluran pembiayaan BPRS dapat terancam karena pemerintah berencana menurunkan lagi bunga KUR menjadi tujuh persen pada tahun depan. "Memang KUR secara bisnis cukup mengganggu, karena head to head dengan kami yang menyasar UMKM," kata Cahyo kepada Republika, Ahad (4/12).

Cahyo mengatakan, BPRS setidaknya bisa dilibatkan untuk menyalurkan KUR mikro yang memiliki plafon maksimal Rp 25 juta. Jika tidak, masyarakat akan lebih memilih mengambil pembiayaan ke bank penyalur KUR yang bunganya disubsidi pemerintah. "Pemerintah agar lebih memperhatikan BPRS," ucapnya.

Selain itu, Cahyo berharap pemerintah dapat menggerakkan sektor riil dengan memberikan insentif pajak. Dengan begitu, kata dia, bank syariah ataupun BPRS bisa memperluas penyaluran pembiayaan ke sektor riil sehingga tidak hanya berfokus ke sektor konsumsi.

Cahyo mengatakan, perlambatan ekonomi yang sedang terjadi menambah perjuangan BPRS. Saat ini, kata dia, banyak nasabah BPRS yang terpaksa gulung tikar. Kebanyakan nasabah yang memiliki usaha di bidang perkebunan dan industri otomotif. Akibatnya, kata dia, non-performing financing BPRS berada di atas lima persen.

Kondisi tersebut membuat BPRS berusaha melakukan efisiensi bisnis, yakni dengan masuk ke produk-produk yang memiliki yield tinggi seperti pembiayaan konsumtif dan mengurangi produk seperti tabungan-tabungan masyarakat dan komunitas yang bagi hasilnya relatif rendah. "Kita salurkan pembiayaan ke masyarakat berpenghasilan tetap, konsumtif," ujarnya.

Meski kinerja BPRS masih terkendala isiko pembiayaan macet yang tinggi, pembiayaan BPRS dinilai masih tumbuh bagus.

Peneliti ekonomi syariah SEBI School of Islamic Economics, Azis Setiawan, menjelaskan, tahun 2016 secara umum adalah tahun yang sulit bagi perbankan syariah, termasuk BPR Syariah. Tantangan ekonomi dengan kondisi masih melambatnya pertumbuhan berbagai ekonomi memberikan dampak pada penyaluran pembiayaan dan terutama kualitas pembiayaan. Tidak hanya karena banyak bisnis yang lesu, tetapi juga risiko usaha yang mengalami peningkatan.

"Pembiayaan bermasalah dalam kondisi cenderung meningkat menjadi dari 9,08 persen awal tahun menjadi 10,41 persen pada September 2016. Meski tren dua bulan terakhir mengalami penurunan," ujar Azis kepada Republika, Ahad (4/12).

Meski rasio NPF masih cukup tinggi, trennya cenderung menurun. Kondisi tersebut serupa dengan tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, ia menilai secara umum kondisi ini masih dalam karakteristik BPRS yang memiliki risiko tinggi.

Di sisi lain, ia menilai BPRS tetap tumbuh bagus. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per kuartal III 2016, pembiayaan tumbuh di kisaran 14 persen secara tahunan (year on year/yoy) dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh di atas 20 persen.

Jumlah pembiayaan mencapai Rp 6,4 triliun dari Rp 5,6 triliun tahun lalu. DPK menjadi Rp 5,4 triliun dari Rp 4,4 triliun tahun sebelumnya. Laba total per September 2016 juga sedikit tumbuh mencapai Rp 108 miliar dibandingkan Rp 101 miliar pada tahun sebelumnya.

Jumlah rekening DPK juga bertambah dari 1,14 juta menjadi 1,21 juta. Sementara, jumlah nasabah pembiayaan juga bertambah dari 233 ribu menjadi 240 ribu. "Meski terjadi penutupan BPRS oleh OJK akibat permasalahan yang serius sehingga menjadi 164 BPRS, hal ini menunjukkan potensi dan peluang berkembang masih besar," imbuhnya.

Dengan data-data tersebut, lanjut Azis, dengan adanya program KUR dan bank-bank besar ke mikro akan menjadi tantangan serius bagi BPRS. Namun, secara umum, dengan data-data tersebut terlihat bahwa BPRS tetap tumbuh karena memang besarnya pangsa pasar di Indonesia.

"Market BPRS sebenarnya masih besar asalkan dapat mengatur risiko dan bisnisnya dengan baik mereka akan tetap tumbuh," katanya.

Dia mengatakan, BPRS harus terus membenahi model bisnisnya jika ingin tumbuh berkelanjutan. Ini supaya BPRS memiliki nasabah yang kuat, manajemen risiko yang baik, kemampuan kedekatan dengan nasabah, serta program-program pemberdayaan nasabah sebagai keunggulan komunitas.

"Skala usaha juga penting untuk ditingkatkan dengan memperkuat modal, core nasabah DPK, dan akses likuiditas syariah lainnya. Bagaimanapun skala aset akan berpengaruh pada probilitas dan kemampuan penetrasi dan penguasaan market," katanya. rep: Idealisa Masyrafina  ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement