Senin 24 Oct 2016 13:00 WIB

Hotel Syariah Masih Minim

Red:

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengajak pengelola perhotelan menangkap peluang pasar berbasis syariah dengan melakukan sertifikasi halal. Sebab, banyak wisatawan asing, khususnya dari Timur Tengah, yang mencari hotel syariah.

"Pasar syariah cukup digemari, khususnya untuk segmen wisatawan dari Timur Tengah atau Malaysia," kata Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Herman Tony, di Yogyakarta, belum lama ini.

Menurut Herman, peluang pasar syariah dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan okupansi atau tingkat hunian kamar hotel di DIY. Meski wisatawan asal Timur Tengah selama ini tidak banyak di DIY, sertifikasi halal setidaknya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan Malaysia atau domestik yang memang mengutamakan aspek halal.

Menurut Herman, hingga saat ini dari 92 hotel berbintang di DIY, jumlah hotel yang telah menerapkan sistem syariah atau bersertifikasi halal belum mencapai 10 persen. Selain disebabkan rendahnya kesadaran pengelola hotel, juga disebabkan minimnya asesor Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) yang memiliki spesifikasi dalam bidang syariah. "Sehingga untuk pengurusan aspek halal pada perhotelan di Yogyakarta memang baru mencakup makanan dan minuman saja," kata dia.

Pada periode September hingga pertengahan Oktober 2016, rata-rata okupansi hotel berbintang masih mencapai 50 persen dan hotel nonbintang 20 persen. Masih rendahnya tingkat okupansi tersebut bukan hanya faktor belum masuknya musim liburan baik di Indonesia maupun mancanegara, melainkan juga dipengaruhi semakin menjamurnya pembangunan hotel baru di kota gudeg itu.

Faktor lainnya, yaitu terkena dampak penundaan transfer dana alokasi umum ke daerah yang berdampak pada penurunan kegiatan meeting, incentives, conferencing, exhibitions (MICE) oleh kalangan pemerintah daerah.

Peningkatan bisnis syariah juga perlu dilakukan di Jakarta. Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Halal (Indonesia Halal Watch) Ikhsan Abdullah mengatakan, DKI Jakarta harus bisa menjadi pusat destinasi halal dunia. Hal itu menyusul dengan adanya penerapan Peraturan Gubernur Nomor 158 Tahun 2013 tentang sertifikasi halal restoran dan nonrestoran.

Peraturan gubernur tersebut pada intinya mengatur kewajiban semua restoran dan gerai yang menjual makanan serta minuman, juga gerai penjual makanan ringan, untuk melakukan sertifikasi halal. Hal itu sejalan dengan semangat pemerintah untuk melindungi konsumen. "Peraturan gubernur ini juga dapat meningkatkan pariwisata dengan banyaknya turis mancanegara, terutama dari negara Timur Tengah, Turki, Malaysia, dan Brunei," ujar Ikhsan.

Ikhsan menambahkan, kandungan peraturan gubernur tersebut sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan semua produk yang beredar di masyarakat bersertifikat halal.

Ikhsan mencontohkan, kota-kota besar lainnya seperti Tokyo, Bangkok, Seoul, Singapura, dan Kuala Lumpur sudah menerapkan sertifikasi halal untuk restoran dan gerai makanan serta minuman. Menurut Ikhsan, semestinya hal serupa dapat dilakukan di Jakarta, apalagi kota besar ini menjadi salah satu destinasi bagi wisatawan mancanegara. rep: Rizky Jaramaya/antara, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement