Senin 24 Oct 2016 13:00 WIB

Sukuk Wakaf Segera Diterbitkan

Red:

JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) segera merealisasikan rencana penerbitan instrumen sukuk berbasis wakaf untuk memperdalam pasar keuangan syariah. Rencananya, sukuk ini akan diluncurkan dalam kegiatan Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) atau Festival Ekonomi Syariah di Surabaya, 24-30 Oktober 2016.

Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Rifki Ismal mengatakan, sukuk ini dibuat untuk memaksimalkan pemanfaatan tanah wakaf, seperti pembangunan infrastruktur maupun fasilitas yang bisa digunakan masyarakat umum. Model ini dipilih karena sukuk mempunyai potensi besar untuk mendanai aset wakaf.

Rifki menjelaskan, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 5 miliar meter persegi yang tersebar di 430 ribu titik. Jika diuangkan, nilainya menyentuh angka Rp 2.050 triliun. Namun, potensi besar tanah wakaf tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para nazir atau pengelola wakaf. Sejauh ini, tanah wakaf lebih banyak dimanfaatkan untuk membangun masjid, pesantren, kuburan, dan panti asuhan.

"Kelemahan utama nazir adalah ketidakmampuan menghimpun dana membangun infrastruktur di atas tanah wakaf," kata Rifki, akhir pekan kemarin.

Rifki mengatakan, wakaf bisa dimanfaatkan sebagai aset yang bisa mendatangkan nilai ekonomi. Asalkan, aset wakaf yang dikomersialkan tersebut tidak dijual, tidak hilang, dan tidak boleh rusak.

Berdasarkan diskusi antara BI dan Kementerian Keuangan, yang memungkinkan untuk menggunakan aset wakaf dari penerbitan sukuk ini adalah BUMN, terutama BUMN di bidang infrastruktur. Menurut dia, BUMN infrastruktur mempunyai potensi kerja sama dengan nazir untuk membangun aset di atas tanah wakaf.  Mengenai detail akad sukuknya, BI akan menyerahkan kepada masing-masing penerbit. "Kami hanya merumuskan modelnya saja dan kalau ada yang mau memanfaatkan, silakan," kata Rifki.

Penerbitan sukuk untuk membangun infrastruktur sudah dilakukan di banyak negara. Arab Saudi, contohnya, telah menggunakan sukuk berbasis wakaf untuk membangun Zamzam Tower.

Tanah yang digunakan untuk membangun Zamzam Tower merupakan tanah wakaf milik Pemerintah Arab Saudi. Tanah wakaf  tersebut disewakan kepada Binladin Company, yang kemudian disewakan lagi kepada penyewa lain. Nantinya, uang yang masuk akan dibayarkan ke pemerintah  dan juga penerbit sukuk dengan skema imbal hasil. Menurut Rifki, model sukuk berbasis wakaf yang akan diluncurkan BI serupa dengan praktik yang sudah  dijalankan di Arab Saudi.

Apabila sudah direalisasikan di Indonesia, instrumen sukuk berbasis wakaf ini diharapkan dapat digunakan untuk rumah sakit, sekolah, dan layanan sosial yang  dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Menurut dia, model ini menguntungkan bagi pemerintah karena tidak perlu lagi mencari tanah untuk membangun fasilitas-fasilitas bagi masyarakat.

Tantangan yang mungkin harus dihadapi dalam penerbitan sukuk wakaf ini adalah terkait penetapan status tanah. Rifki menjelaskan, tanah wakaf yang akan dimanfaatkan harus memiliki sertifikat terlebih dahulu. Apabila tidak bersertifikat, maka tidak bisa dijadikan sebagai underlying sukuk. Selain itu, lokasi tanah wakaf dan prospeknya ke depan harus dipertimbangkan pula.

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan, model sukuk berbasis wakaf sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Gagasan ini sudah dimunculkan sejak 2015. Ia berharap bisa segera diimplementasikan pada 2017.

Menurut Irfan, tanah wakaf yang ada di Indonesia sangat luas dan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat apabila bisa dimanfaatkan melalui instrumen sukuk. Tanah wakaf dapat dibangun jalan tol, pasar, terminal, dan fasilitas lainnya yang bisa diakses seluruh masyarakat. Namun, BI dan pemerintah diharapkan dapat mempertegas regulasi penerbitan sukuk berbasis wakaf ini.

"Perlu sinkronisasi antara Undang-Undang Wakaf dan Undang-Undang SBSN (Surat Berharga Syariah Negara—Red). Atau dibuat ketentuan khusus terkait hal  tersebut," ujar Irfan kepada Republika, Sabtu (22/10).

Irfan menjelaskan, underlying asset sukuk negara selama ini adalah barang milik negara atau proyek negara. Sedangkan, tanah wakaf bukan barang milik  negara. Dengan begitu, yang paling memungkinkan untuk menggunakan model sukuk berbasis wakaf adalah BUMN.

Dengan masuknya BUMN, maka sukuk ini akan menjadi sukuk korporasi. Irfan mengatakan, yang paling sedikit kendala regulasinya adalah sukuk korporasi berbasis wakaf. Yang pasti, kata dia, perlu ada sinkronisasi aturan untuk mengimplementasikan model sukuk berbasis wakaf tersebut.

"Bisa lewat perppu, di mana misalnya, di situ dikatakan bahwa tanah wakaf yang diserahkan kepada negara maka boleh menjadi underlying asset sukuk  negara," kata Irfan. Intinya, tegas dia, regulasi harus diperjelas sehingga misi mulia ini tidak salah secara hukum.      rep: Rizky Jaramaya, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement