Kamis 25 Aug 2016 17:00 WIB

Kredit Diyakini Tumbuh di Atas 10 Persen

Red:

JAKARTA -- Meskipun Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan kredit menjadi 7,0 - 9,0 persen, perbankan masih optimistis dapat mencapai target pertumbuhan kredit di atas 10 persen. Direktur Finance and Treasury Bank Mandiri Pahala N Mansury menjelaskan, pihaknya telah merevisi pertumbuhan kredit menjadi di kisaran 10 persen hingga 12 persen.

Meski turun dibandingkan target awal yang sebesar 12 persen hingga 14 persen, pihaknya optimistis dapat mencapai angka tersebut. "Kalau kita lihat Juli, kan tumbuh 10,5 persen. Trennya naik. Jadi, target 10-12 persen," ujar Pahala di Plaza Mandiri, Rabu (24/8).

Sedangkan untuk tahun depan, perseroan menargetkan pertumbuhan kredit 12 persen hingga 14 persen. Optimisme tersebut disebabkan kondisi makro ekonomi yang diprediksi mulai membaik.

Pahala menilai, dengan ditetapkannya BI 7 Day Repo Rate sebagai suku bunga acuan, nantinya akan positif untuk perbankan, terutama penurunan lending facility menjadi 6,0 persen yang memudahkan perbankan memperoleh pendanaan ke bank sentral.

Perseroan pun menerbitkan obligasi sebesar Rp 14 triliun hingga 2018 yang dimaksudkan untuk ekspansi kredit dan memperbaiki struktur pendanaan. Pihaknya meyakini, dengan tambahan pendanaan tersebut, kredit infrastruktur Mandiri dapat tumbuh 20 persen (year on year/yoy).

Pada semester I 2016, penyaluran kredit Mandiri sebesar Rp 610,9 triliun atau tumbuh 10,5 persen. Saluran kredit tersebut menyumbang pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) Rp24,2 triliun atau tumbuh 8,9 persen (yoy).

Sementara, BRI menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 14 persen hingga 16 persen hingga akhir tahun. Direktur utama BRI Asmawi Syam mengaku optimistis karena kredit BRI pada semester I tumbuh sekitar 17,30 persen, dari semula Rp 503,6 triliun menjadi Rp 590,7 triliun.  "Jadi, target kredit BRI hingga akhir tahun di 14 persen-16 persen," ujar Asmawi.

Bank Central Asia (BCA) juga mengaku optimistis penyaluran kreditnya akan tumbuh sekitar 12 persen pada tahun ini. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, perseroan masih memasang target pertumbuhan kredit sekitar 10 persen hingga 12 persen pada tahun ini.

Menurut Jahja, target tersebut bisa tercapai apabila pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV menembus lebih dari lima persen. "Kalau kuartal ketiga kita bisa bertahan di 5,18 persen, kita harus sangat optimistis kalau ke depan kita akan sangat baik. Tapi, kalau turun lagi ke lima persen, masih oke, tapi kami harus amati," ujar Jahja.

Berdasarkan data bank sentral, pertumbuhan kredit Indonesia masih tercatat relatif rendah, bahkan berada di bawah  tiga persen (year to date). Kendati begitu, Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, pihaknya memprediksi sektor swasta mulai pulih sehingga investasi swasta akan membaik pada semester II 2016.

"Kami juga mendorong peningkatan kebijakan makro prudensial yang melonggarkan loan to value (LTV)," kata Agus beberapa waktu lalu.

Penggunaan suku bunga acuan baru 7 Day Reverse Repo Rate juga diharapkan mampu mendorong peningkatan realisasi penyaluran kredit hingga akhir tahun. Suku bunga acuan baru itu mulai berlaku pada 19 Agustus lalu.

Sementara itu, Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi memproyeksikan pertumbuhan kredit pada akhir tahun nanti tidak akan jauh dari kisaran bank sentral, yaitu 8,0 -10 persen. Meskipun demikian, Eric meyakini, pada semester II 2016, penyaluran kredit akan membaik.

 

Terdapat sejumlah faktor di balik hal tersebut. Pertama, tren penurunan suku bunga kredit. Kedua, adanya kebijakan mikroprudensial BI yang melonggarkan aturan loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) kredit pemilikan rumah (KPR).

"Selain itu, adanya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) juga akan menambah suplai dana pihak ketiga (DPK).Walau saya skeptis target pemerintah tercapai, tetap ada tambahan DPK yang masuk sehingga cost of fund atau biaya dana bank-bank bisa turun, likuiditas di sistem perbankan bertambah, dan memungkinkan bank-bank akan ekspansi kredit," kata Eric kepada Republika.

 

Sementara, faktor dari sisi permintaan (demand), faktor pendukungnya adalah aktivitas ekonomi pada semester II 2016 akan lebih tinggi daripada semester I 2016. Kedua, persepsi investor dan pengusaha terhadap ekonomi Indonesia membaik sehingga menaikkan risk appetite untuk kredit.     rep: Idealisa Masyrafina, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement