Jumat 22 Jul 2016 16:00 WIB

Pembiayaan Korporasi BUS Melesu

Red:

JAKARTA -- Pembiayaan korporasi di Bank Muamalat dan BNI Syariah masih lesu. Komposisi pembiayaan korporasi BNI Syariah diprediksi belum akan berubah, sementara Muamalat mengurangi porsi korporasi.

Direktur Korporasi dan Komersial Bank Muamalat Indonesia, Indra Yurana Sugiarto mengatakan, hingga kuartal I, pembiayaan korporasi masih lesu, tapi pada Juni sudah banyak realisasi. Pembiayaan korporasi Muamalat diharapkan bisa tumbuh 10 persen sampai akhir tahun ini.

Untuk pembiayaan korporasi, Muamalat banyak kerja sama dengan ormas Islam. Muamalat memiliki divisi yang fokus pada ormas Islam, seperti Muhammadiyah, Hidayatullah, dan Nahdlatul Ulama. Pembiayaan korporasi bisa ditujukan untuk sekolah atau rumah sakit milik ormas-ormas Islam yang skalanya beragam.

Layanan yang ditawarkan pun jadi satu dengan sistem pengelolaan kas (CMS), akun virtual, payroll, dan ATM. ''Bisnisnya akan banyak, karena yang dikejar itu dana murah (CASA). Target keseluruhan CASA tahun ini 40 persen,'' kata Indra di Kantor Muamalat beberapa waktu lalu.

Porsi pembiayaan korporasi dan komersial sekitar 60 persen dari total pembiayaan. Outstanding pembiayaan korporasi mencapai Rp 21 triliun dan komersial Rp 19 triliun.

''Strategi tahun ini, kami akan turunkan porsi korporasi dari 60 persen ke 40 persen dan lebih banyak membiayai ritel, konsumer, dan UKM. Ini agar risiko tersebar,'' ungkap Indra.

Selain kesehatan dan pendidikan, pembiayaan korporasi dan komersial Muamalat juga menyasar ke sektor infrastruktur, agrikultur, dan perdagangan. Di tengah kondisi seperti ini, pembiayaan perdagangan dinaikkan dengan target pendapatan jasa (fee based income) bisa naik 50 persen dari Rp 100 miliar di akhir 2015.

Untuk memfasilitasi pembiayaan perdagangan, Muamalat juga tengah menunggu izin produk hedging syariah. ''Karena ada yang berbisnis ekspor-impor dan ada risiko kurs. Ini perlu dimitigasi,'' kata Indra.

Pembiayaan perdagangan ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra Utara, yang sudah dimulai sejak 2015 lalu dan mulai terlihat peningkatan signifikan. Indra bahkan menyebut, pembiayaan perdagangan di Jawa Timur lebih besar dari Jakarta. Wilayah Timur, yakni Makassar pun akan menyusul. Untuk itu, infrastruktur seperti SDM dan teknologi terus diperbaiki.

Direktur Utama BNI Syariah, Imam Teguh Saptono mengatakan, pembiayaan korporasi di BNI Syariah masuk dalam kelompok pembiayaan komersial dengan batas pembiayaan di atas Rp 15 miliar. Sejauh ini komposisinya baru 12 persen dari total pembiayaan, dan komposisi ini relatif akan tetap hingga akhir tahun.

Hingga Mei 2016, pertumbuhan pembiayaan komersial relatif datar, hanya naik satu persen dengan total pembiayaan Rp 1,4 triliun, dan hingga akhir 2016 diharapkan bisa mencapai Rp 1,7 triliun.

Sindikasi pembiayaan di BNI Syariah, kata Imam, tersebar di berbagai sektor seperti konstruksi dan pemasok perminyakan. Infrastruktur sendiri masih menunggu karena polanya merupakan perluasan dari induk.

Produk hedging syariah juga sedang diajukan izinnya ke OJK. Imam memprediksi, potensi nilai hedging syariah di BNI Syariah bisa mencapai 20 juta sampai 30 juta dolar AS. Produk ini sendiri nantinya akan diarahkan ke industri haji dan umrah, serta pembiayaan perdagangan. ''Tapi yang paling cepat itu ke haji dan umrah,'' kata Imam.     rep: Fuji Pratiwi, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement