Selasa 28 Jun 2016 13:00 WIB

BSM Terus Jaga Kualitas Aset

Red:

JAKARTA -- Bank Syariah Mandiri (BSM) tahun ini menargetkan kualitas aset bisa terus membaik. Meski begitu, BSM belum menargetkan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) di bawah lima persen pada akhir tahun ini. BSM juga akan fokus pada performa lima produk unggulannya.

Direktur Utama BSM Agus Sudiarto mengakui, hingga saat ini tekanan ekonomi memang masih terasa. NPF gross BSM saat ini 6,2 persen dengan NPF nett 4,2 persen. ''NPF nett masih terjaga dan sejauh ini kami masih bisa mengatasi sendiri,'' ungkap Agus dalam silaturahim BSM dengan media di kantor BSM, beberapa waktu lalu.

Selain menjaga di lima produk unggulan agar tetap memiliki performa bagus, BSM juga fokus membenahi lini bisnis yang ada. Agus mengakui, BSM masih berjuang membenahi bisnis di segmen korporasi. NPF pembiayaan mikro sudah di bawah 3,4 persen dan menunjukkan pertumbuhan agresif dengan kualitas terjaga.

Agus mengungkapkan, konsolidasi BSM sudah berlangsung sejak 2014, lebih dulu dari konsolidasi industri. Proses ini masih berlanjut, tapi BSM juga memiliki tanggung jawab menjaga industri tetap baik.

Di sisi likuiditas, BSM tetap bisa tumbuh. Ekses likuiditas yang ada BSM tempatkan di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) hingga lebih dari Rp 12 triliun. Per Mei 2016, likuiditas memang sempat turun karena dana setoran haji ditarik untuk pelunasan biaya ibadah haji oleh Kementerian Agama. Tapi, Agus meyakinkan, kondisi likuiditas BSM masih baik.

Karena, mayoritas pembiayaan industri perbankan syariah berbasis angsuran, industri mengalami run off. Meski kondisi ekonomi belum pulih, perbankan syariah bisa tetap tumbuh dengan pemilihan segmen yang selektif.

Direktur Keuangan dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya berharap, pada akhir semester I 2016 NPF BSM bisa kembali seperti posisi Desember 2015. Dalam rencana bisnis bank (RBB), NPF yang ditargetkan memang belum di bawah lima persen, tapi 5,45 persen.

Karena itu, BSM sangat berharap ada kebijakan yang mengakui penempatan dana di sukuk berbasis proyek (PBS) milik pemerintah bisa dianggap pembiayaan. ''Tahun ini, tekanan ekonomi kami rasakan masih ada. Tapi, sudah coba dimitigasi dan kami optimistis target bisa dicapai,'' ungkap Agus Dwi.

DPK BSM secara year on year per Mei 2016 tumbuh tiga persen. Di sisi lain, biaya bagi hasil masih terkendali. Per Desember 2015, rasio dana murah (CASA) BSM sebesar 48 persen, kemudian meningkat menjadi 49,9 persen per Mei 2016.

Dengan meningkatnya dana murah, biaya dana pun membaik. Biaya dana di BSM per Desember 2015 sebesar 4,17 persen, turun menjadi 3,8 persen per Mei 2016.

Agus Dwi juga menggarisbawahi risiko nilai tukar. Beruntung, pembiayaan BSM dalam valas terbilang kecil. Dari total pembiayaan Rp 52 triliun, pembiayaan dalam valas hanya sekitar Rp 5 triliun atau kurang dari 10 persen.

Direktur Wholesale Banking BSM Kusman Yandi menyatakan, mulai 2016 ini BSM sudah memilih lima produk untuk segmen yang bagus dan tahan krisis, yakni Tabungan BSM dan Tabungan Mabrur BSM, gadai dan cicil emas, pembiayaan griya, pembiayaan mikro dan serbaguna mikro, serta pembiayaan pensiunan. "Untuk segmen wholesale, BSM akan menggunakan daya ungkit induk, Bank Mandiri, melalui kerja sama clubdeal," ucap dia.

Untuk menjaga NPF, BSM juga memperkuat organisasi penagihan untuk menyelesaikan NPF, baik di cabang dan pusat. Dari sisi FDR, FDR BSM masih pada level 80-81 persen dengan likuiditas terjaga. Ekses likuiditas sebesar Rp 5,2 triliun–Rp 5,5 triliun BSM tempatkan di Bank Indonesia dan SBSN sebesar Rp 7,2 triliun-Rp 7,5 triliun. Total likuiditas pada dua instrumen ini mencapai Rp 13 triliun.    rep: Fuji Pratiwi, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement