Senin 30 May 2016 14:15 WIB

Fatwa 98 Adopsi Kebutuhan BPJS

Red:

JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 98/DSN-MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah memuat 10 ketentuan sudah mengadopsi kebutuhan operasional pelaksanaan program jaminan sosial kesehatan. Dalam implementasinya, fatwa harus dijadikan hukum positif lebih dulu.

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) 1 OJK Edy Setiadi membenarkan Fatwa 98/2015 sudah disosialisasikan dalam rapat antarinstansi, termasuk kepada OJK. Fatwa 98 dinilai sudah mengadopsi kebutuhan operasional pelaksanaan program jaminan kesehatan.

Seperti, fatwa-fatwa yang sudah diterbitkan untuk asuransi, lanjut Edy, fatwa perlu dijadikan hukum positif berupa aturan perundang-undangan, baik surat edaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau peraturan pemerintah bergantung substansinya.

Ada tim teknis yang akan mendiskusikan fatwa menjadi hukum teknis dan memetakan aturan-aturan operasional mana yang sudah sejalan dan mana yang perlu penyesuaian. ''Sepanjang tidak diatur atau belum diatur dalam undang-undang maka bisa dilakukan melalui peraturan pemerintah atau peraturan BPJS,'' ungkap Edy.

Fatwa DSN MUI Nomor 98/DSN-MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah memuat 10 ketentuan. Di ketentuan tujuh terkait penempatan dan pengembangan dana jaminan sosial, BPJS Kesehatan diwajibkan memiliki rekening bank syariah, pengelolaan portofolio dana jaminan sosial sesuai prinsip syariah, tidak boleh mengembangkan dana jaminan sosial pada usaha atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip syariah serta menggunakan akad-akad sesuai prinsip syariah.

Dalam ketentuan delapan terkait sanksi (takzir), dana yang terkumpul dari pemberi kerja dan peserta individu sanksi wajib diakumulasikan ke dalam dana jaminan sosial. Jika pemberi kerja atau individu terlambat membayar iuran karena sebab yang benar menurut syariah dan hukum, BPJS Kesehatan tidak boleh mengenakan sanksi.

Wakil Ketua Badan Pelaksana Hariah DSN MUI Jaih Mubarok menyampaikan, DSN MUI sudah mulai menyosialisasikan Fatwa 98 ini di BPJS Kesehatan pada awal Mei 2016. Pascasosialisasi ini, akan segera dibentuk tim untuk menyiapkan segala hal dalam rangka pembentukan unit atau layanan syariah. Setelah siap legal standing-nya, barulah fatwa diimpelementasikan.

''Konsep fatwa ini mencakup pembayaran, pengelolaan, pengembangan, layanan, dan manfaat yang diharapkan peserta. Insya Allah, komprehensif,'' ungkap Jaih, beberapa waktu lalu.

Dalam hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Indonesia kelima awal Juni 2015 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong adanya layanan syariah dari BPJS Kesehatan. Salah satu hasil ijtima memuat bahwa penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan selama ini tidak sesuai syariah karena mengandung unsur riba dan gharar. Namun, pertimbangan darurat dan kebutuhan membuat BPJS konvensional yang ada saat ini digunakan dulu sambil mengupayakan adanya layanan syariah BPJS Kesehatan.

Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menjelaskan, dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, BPJS Kesehatan adalah pelaksana. Seperti halnya iuran, kepesertaan, program, dan lainnya, penyelenggara jaminan sosial kesehatan pun diatur undang-undang.

BPJS Kesehatan mengapresiasi Fatwa DSN MUI Nomor 98/2015 ini. ''DSN MUI telah berusaha membuat skema yang sesuai syariah dan berusaha memahami program jaminan kesehatan nasional,'' kata Irfan.

Banyak hal lanjutan yang harus dilakukan bersama, tidak hanya oleh BPJS Kesehatan. Kelanjutan teknis akan dibahas lebih lanjut bersama untuk melihat apakah sistem saat ini sudah sesuai.

Akan ada pertemuan lagi untuk membahas hal teknis, termasuk memilah peraturan mana yang memungkinkan dan mana yang belum dengan semangat mencari solusi. ''Pada dasarnya, fatwa ini konstruktif. Ada hal yang jadi punya banyak titik terang dan klausul-klausul akomodatif. Dari diskusi pun secara substansi banyak yang sudah sejalan,'' ungkap Irfan.

Dalam undang-undang disebut, dana jaminan sosial ditempatkan di bank umum BUMN. Dalam praktik, kata Irfan, ada sebagian dana BPJS Kesehatan diinvestasikan di bank syariah.    rep: Fuji Pratiwi, ed: Ichsan Emrald Alamsyah 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement