Rabu 25 May 2016 18:00 WIB

BMN Underlying SBSN tak Bisa Dieksekusi

Red:

JAKARTA -- Pemerintah kembali menggunakan Barang Milik Negara (BMN) di beberapa kementerian dan lembaga sebagai underlying asset penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun 2016. Hanya saja, jika terjadi sengketa atau gagal bayar atas SBSN, barang milik negara (SBN) yang menjadi aset yang mendasari penerbitan SBSN tersebut tak bisa dieksekusi.

Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Robert Pakpahan mengatakan, dalam struktur SBSN yang dilimpahkan adalah hak manfaat underlying asset. BMN sebagai underlying asset SBSN sendiri bukan jaminan gadai, sehingga investor tidak berhak mengeksekusi.

Sesuai Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN, yang boleh dijadikan underlying asset SBSN adalah tanah dan bangunan. Sementara, yang tidak boleh, seperti alat utama sistem pertahanan (alutsista), aset wakaf, aset dalam sengketa, dan simbol negara.

BMN yang sudah selesai menjadi underlying asset SBSN yang sudah jatuh tempo boleh digunakan kembali sebagai underlying asset SBSN baru (roll over) setelah Kementerian Keuangan memberi tahu DPR. Pola pemberitahuan ini pun sudah disepakati DPR dan Kementerian Keuangan sejak 2011 dan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Aset SBSN yang Berasal dari BMN.

''Setiap kami bisa bayar sukuk, aset di-roll over dan kami laporkan rutin ke DPR,'' kata Robert, Senin (23/5). Pada kuartal IV 2015, lanjut Robert, Kementerian Keuangan menyampaikan, ada BMN yang sudah bebas dan siap di-roll over senilai Rp 4,76 triliun dan Rp 7,56 triliun.

Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, pembayaran imbal hasil SBSN berasal dari kas pemerintah, termasuk proyek-proyek yang dibiayai SBSN. Jadi, SBSN untuk pembiayaan proyek pun tidak sepenuhnya disebut asset-backed sukuk.

Jika demikian, imbal hasil baru dibayarkan setelah proyek selesai. Bila terjadi sengketa, underlying asset SBSN tidak bisa dieksekusi investor. Ada kesepakatan jika pemerintah sebagai obligor gagal bayar, investor sepakat untuk memberi kesempatan restrukturisasi, tidak mengeksekusi aset.

Ini disepakati dalam dokumen hukum yang ditandatangani investor yang diwakili obligee sebagai wali amanat. ''Restrukturisasinya akan berupa pembiayaan baru dengan tenor lebih panjang dengan harga sesuai kondisi pasar saat itu,'' kata Suminto.

Soal pemberitahuan roll over BMN ke DPR, Suminto mengatakan, roll over BMN kali ini untuk digunakan sebagai underlying asset SBSN pada penerbitan tahun ini.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, dengan rencana penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 555 triliun tahun ini, 24 persen atau Rp 143 triliun akan berupa SBSN. Tahun ini, Kementerian Keuangan akan menggunakan kembali BMN yang telah selesai digunakan sebagai underlying asset SBSN yang telah jatuh tempo senilai Rp 12,41 triliun rupiah untuk penerbitan SBSN tahun ini.

Investor asing pemegang SBSN, terutama dalam denominasi valas, kata Bambang, memang tidak banyak mempersoalkan underlying asset. Mereka lebih banyak bertanya seputar APBN yang direalisasikan maupun yang direncanakan.

Sempat dipertanyakan legalitasnya, Bambang mengatakan, penggunaan BMN sebagai underlyingg asset SBSN tidak masalah. Sebab, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara setelah ada amar putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan keduanya tidak bertentangan.

Proporsi proyek pembangunan infrastruktur yang dibiayai SBSN memang masih kecil. Pada 2015 pembiayaan sukuk meningkat menjadi Rp 7,1 triliun untuk jalur kereta Jakarta Raya, Jawa Tengah, dan Sumatra di bawah Kementerian Perhubungan, pembangunan jembatan dan jalan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta infrastruktur perguruan tinggi dan KUA di bawah Kementerian Agama. Pembiayaan proyek ketiga kementerian masih berlanjut pada 2016 dengan alokasi dari SBSN sebesar Rp 13,6 tirliun.

Diakui Bambang, ada risiko tersendiri pada pembiayaan proyek menggunakan sukuk. Jika ada gangguan pembebasan lahan atau gangguan konstruksi, performa sukuk jadi tidak bagus dan pencairan dana investor bisa tertunda. Karena itu, tidak semua dana hasil SBSN digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur.    rep: Fuji Pratiwi, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Infografis

Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)

Total Penerbitan 2016            Rp 555 triliun

Total Penerbitan SBSN        Rp 143 triliun

Nilai Terbitan SBSN            Rp 123,7 triliun

(86,47 persen dari target)

Nilai BMN sebagai underlying asset

Rp 131,39 triliun

Terdiri atas 14.742 BMN di 51 Kementerian/Lembaga

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement