Jumat 05 Feb 2016 17:00 WIB

Bank Syariah Mampu Jaga NPF

Red:

JAKARTA--Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) perbankan syariah sempat meningkat sepanjang tahun lalu. Meski begitu, rata-rata pelaku industri perbankan syariah menyatakan masih mampu menangani NPF sendiri.

Direktur Utama Bank Syariah Bukopin (BSB) Riyanto mengungkapkan, meski ekonomi melemah, kondisi tahun lalu, terutama setelah kuartal II, relatif lebih baik dari 2014. Tekanan pricing dana di BSB yang berkisar delapan persen ke atas pada 2014 mulai ringan ketika memasuki 2015.

Ia menyebut pricing dana turun hingga satu persen ke kisaran tujuh hingga delapan persen pada 2015. NPF BSB juga turun dari empat persen pada 2014 menjadi 2,8 persen pada akhir 2015.

Untuk bisa memperbaiki kualitas aset, kata Riyanto, banyak usaha juga yang dilakukan BSB. Usaha-usaha itu, antara lain, layanan nirkantor, menjaga kehati-hatian memberi pembiayaan, selektif memilih segmen usaha yang dikuasai, dan upgrade collection. Kemudian, langkah mendasar restrukturisasi, penjadwalan ulang, dan rekondisi tetap dijalankan.

Soal unit pengelolaan aset bermasalah (AMU) yang disarankan OJK agar NPF perbankan berkurang, Riyanto menilai, BSB belum akan mengambil langkah ke arah sana. ''AMU dibutuhkan kalau NPF sangat tinggi. Jual aset bermasalah ke AMU juga kan menaikkan biaya kami,'' kata Riyanto dalam silaturahim BSB dengan media, Kamis (4/2).

BSB optimistis kondisi ekonomi tahun ini lebih baik, terutama dengan kebijakan yang tepat dari pemerintah. BSB pun menargetkan pembiayaan tahun ini bisa tumbuh 20 persen.

Untuk menjaga kualitas pembiayaan, BSB pun selektif memilih segmen yang kuat, seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan beberapa hotel syariah. ''Kami hanya biayai nasabah yang punya rekam jejak baik sehingga NPL (NPF--Red) 2015 membaik,'' kata Riyanto.

Direktur Bisnis Panin Bank Syariah (PBS) S Budi Darsono menyampaikan, PBS juga mengalami sedikit penurunan kualitas portofolio pembiayaan, khususnya di segmen komersial. Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh pelemahan makroekonomi, terutama di sektor pertambangan, minyak dan gas, serta transportasi.

''Kenaikan NPF masih dapat kami kelola dengan baik sehingga NPF PBS akhir 2015 jauh di bawah rata-rata industri perbankan syariah,'' ungkap Budi.

Hal serupa juga dirasakan BNI Syariah. Direktur Utama BNI Syariah Dinno Indiano mengakui adanya perburukan kualitas pembiayaan, terutama pembiayaan mikro. Ini tidak lepas dari imbas turunnya makroekonomi.

Pada akhir 2015, NPF BNI Syariah mencapai 2,53 persen dari 1,8 persen pada akhir 2014. Untuk menjaga kualitas, pembiayaan mikro pun terpaksa ditahan sedikit.

Direktur Utama BTPN Syariah Harry AS Sukadis mengungkapkan, NPF BTPN Syariah pada 2015 relatif sama seperti 2015, di sekitar 1,3 persen. Kondisi ini, Harry nilai, masih bagus dengan pembiayaan yang juga meningkat. Aset BTPN Syariah juga meningkat dari Rp 3,7 triliun pada 2014 (audited) menjadi Rp 5,2 triliun pada akhir 2015 (unaudited).

Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2015, beberapa rasio keuangan BUS dan UUS bergerak variatif. NPF naik dari 4,33 persen menjadi 4,73 persen. FDR juga meningkat dari 91,50 persen ke 96,52. CAR turun dari 15,74 persen pada akhir 2014 menjadi 14,09 pada Juni 2015.

BOPO dari 94,16 persen ke 94,22 persen. Laba naik tipis dari Rp 1,004 triliun menjadi Rp 1,317 triliun.

Aset BUS dan UUS nasional mencapai Rp 272,389 triliun. Angka ini tak banyak berubah dari akhir 2014 sebesar Rp 272,343 triliun.

Dana pihak ketiga (DPK) turun dari Rp 217,858 triliun menjadi Rp 215,339 triliun pada Juni 2015. Pembiayaan meningkat dari Rp 199,330 triliun menjadi Rp 203,894 triliun. Jumlah akun (NOA) bertambah dari 14,4 juta akun ke 14,8 juta akun. rep: Fuji Pratiwi ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement