Selasa 01 Dec 2015 15:00 WIB

Penerbitan Sukuk Terkendala Pemahaman Korporasi

Red:

JAKARTA -- Pemahaman calon perusahaan penerbit menjadi kendala terbatasnya jumlah sukuk (obligasi syariah) korporasi. Untuk mengatasinya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi solusi berupa edukasi dan insentif untuk mendorong peningkatan pasokan surat utang syariah.

Direktur Pasar Modal Syariah OJK Fadilah Kartikasasi mengakui, ada kendala pasokan sukuk korporasi. Kadang penawaran ada kalau ada pasokan sehingga pendekatan memang harus dari dua sisi, yaitu dari aspek masyarakat dan korporasi.

Dari data OJK, total penerbitan sukuk korporasi per 20 November 2015 mencapai 41 sukuk dengan nilai Rp 8,27 triliun. Dari segi nilai, pangsa pasar sukuk korporasi baru 3,32 persen dibandingkan total nilai surat utang korporasi.

Mengutip data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), total sukuk negara yang terbit hingga 19 November 2015 mencapai 48 sukuk dengan nilai transaksi Rp 291,34 triliun. Pangsa sukuk negara dibandingkan keseluruhan surat utang negara mencapai 12,62 persen.

OJK sudah mengedukasi dan menyosialisasikan mekanisme dan persyaratan penerbitan sukuk bagi korporasi. ''Hasilnya mungkin belum terlihat sekarang, mereka butuh waktu. Kita lihat pada tahun depan (2016) dan mudah-mudahan kondisi ekonomi juga mendukung,'' jelas Fadilah.

Ia juga menyebutkan, belum ada BUMN yang akan menerbitkan sukuk dalam waktu dekat. Namun, BUMN dinilai paling berpotensi untuk menerbitan sukuk. ''Tentu harus dipilih yang laik,'' kata Fadilah.

Belum ada pula kebijakan khusus yang mendorong BUMN untuk itu, sehingga selain pemahaman juga memerlukan keberpihakan. Dia mengakui, ada korporasi yang menilai tidak bisa menerbitkan sukuk jika saham mereka tidak masuk dalam daftar efek syariah (DES). "Padahal, DES dan penerbitan sukuk adalah hal berbeda,'' ungkap Fadilah.

Kebijakan yang mendukung itu juga dipandang perlu. Karena itu, papar dia, OJK memberi keringanan biaya untuk industri baru, termasuk bagi industri keuangan syariah. Pun akan ada peraturan OJK khusus untuk industri keuangan syariah.

''Jadi insentifnya untuk industri keuangan syariah. Ini masih dibahas,'' kata Fadilah. Fokus OJK pun nantinya tidak hanya untuk korporasi, tetapi semua pihak terkait agar pasar modal syariah menarik buat semua.

Soal insentif pajak, ia mengatakan, hal itu membutuhkan koordinasi dengan lembaga lain karena area kewenangan yang berbeda. Di peta jalan pasar modal syariah, ada poin mengenai kolaborasi dengan berbagai pihak agar dukungan bagi industri keuangan syariah bisa bersama-sama.

Di Malaysia, investor juga diberi insentif. Jadi, yang distimulus tidak hanya korporasi, tetapi juga investor. Di Indonesia, insentif semacam itu belum ada.

Bagi korporasi, insentif berupa aneka kemudahan akan diberikan jika ikut berpartisipasi dalam pasar modal syariah. Sukuk korporasi dan sukuk perusahaan milik pemerintah daerah tidak bisa disamakan dengan pemerintah yang tidak ada risiko, sehingga selalu oversubscribe.

Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal 1B OJK Sugianto menambahkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK dimungkinkan ada keringanan pungutan bagi industri baru, seperti industri keuangan syariah. Revisi peraturan ini sedang diproses dan diharapkan bisa terbit dalam waktu dekat. ''Pihak-pihak terkait pun akan diberikan insentif agar lebih menarik,'' kata Sugianto.

Sambil menunggu kebijakan insentif tersebut, pungutan maksimal Rp 150 juta untuk emisi sukuk sudah diterapkan juga. Jumlah ini lebih kecil dari batas maksimal pungutan emisi obligasi sebesar Rp 750 juta.

Kemudahan lain dalam emisi sukuk adalah syarat laporan keuangan dua tahun terakhir dari sebelumnya tiga tahun terakhir seperti tertera dalam POJK 18/2015 tentang penerbitan dan persyaratan sukuk untuk emiten. POJK ini juga mempertegas perjanjian perwaliamanatan investor sukuk dan kewajiban pernyataan syariah dari ahli syariah pasar modal (ASPM).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement