Jumat 27 Nov 2015 14:00 WIB

Pertumbuhan Bank Syariah Stagnan

Red:

JAKARTA — Kalangan praktisi industri perbankan syariah harus bekerja lebih keras. Sebab, pertumbuhan perbankan syariah hingga paruh pertama 2015 dinilai relatif stagnan. Meskipun, di sisi lain, masih ada sejumlah indikator yang menunjukkan perbaikan.

Menilik kondisi perbankan syariah hingga paruh pertama 2015, Presiden Direktur Karim Business Consulting Adiwarman Karim melihat, dalam beberapa indikator bisnis perbankan syariah terlihat ada penurunan dan beberapa kenaikan. Dari Desember 2014 ke Juni 2015, capital adequacy ratio (CAR) turun dari 15,74 persen menjadi 14,09 persen, sedangkan non-performing finance (NPF) naik dari 4,33 persen menjadi 4,73 persen.

Rasio pembiayaan terhadap pendanaan (finance to deposit ratio/FDR) juga meningkat dari 91,50 persen ke 96,52 persen akibat pelemahan ekonomi. Adapun biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) naik tipis dari 94,16 persen ke 94,22 persen. "Ini mengindikasikan perbankan syariah masih bisa mengendalikan operasionalnya," kata Adiwarman di Jakarta, Kamis (26/11).

Sedangkan, aspek aset relatif stagnan dari Desember 2014 hingga Juni 2015, yaitu Rp 272 triliun. Laba naik dari Rp 1,004 triliun ke Rp 1,317 triliun. Meski tipis, jumlah akun dana pihak ketiga (DPK) meningkat dari 14,4 juta akun menjadi 14,8 juta akun. "Hanya bertambah 400 ribu akun dalam enam bulan. Padahal, biasanya pertumbuhan tahunannya mencapai 3 juta sampai 5 juta akun," kata dia.

Jumlah nasabah pembiayaan justru turun dari 3,8 juta nasabah ke 3,7 juta nasabah karena adanya run off dan write off. Adiwarman menyimpulkan, pertumbuhan perbankan syariah stagnan sejak akhir 2014 sampai paruh pertama 2015.

Bagi hasil dari Desember 2014 ke Juni 2015 mayoritas juga turun signifikan, padahal BI Rate belum turun. Imbal hasil deposito 12 bulan turun dari 14,02 persen ke 12,96 persen akibat turunnya pendapatan perbankan syariah.

Bagi hasil mudharabah turun dari 20,69 persen ke 17,94 persen. Bagi hasil musyarakah juga turun dari 13,61 persen menjadi 12,14 persen. Pun murabahah dari 15,43 persen menjadi 10,06 persen. Belum lagi terjadi pemburukan NPF di murabahah.

Ada anomali untuk bagi hasil ijarah yang naik 9,81 persen ke 10,6 persen. Ini karena skim pembiayaan ijarah memungkinkan adanya tinjauan ulang. Selain itu, ada booking baru di paruh pertama 2015 dengan margin lebih baik.

Prediksi di 2016

Sementara, beberapa faktor positif diprediksi akan mendorong pertumbuhan aset perbankan syariah nasional tahun depan. Meski begitu, pangsa pasar lima persen diperkirakan belum akan terlewati.

Adiwarman menuturkan, pada 2016 akan ada pertumbuhan signifikan di industri perbankan syariah dengan tambahan aset sekitar Rp 60 triliun. Meski begitu, pangsa aset perbankan syariah diprediksi belum akan melampaui lima persen seperti yang diharapkan.

Sebab, kecepatan pertumbuhan aset perbankan konvensional akibat penguatan dolar AS masih belum terkejar perbankan syariah nasional. "Tambahan aset Rp 60 triliun itu belum membuat bank syariah ke mana-mana, sementara konvensional banyak bermain valas," kata Adiwarman.

Pertumbuhan aset perbankan syariah hingga puluhan triliun rupiah ini dimotori selesainya konsolidasi dua bank umum syariah (BUS) besar. Jika konsolidasi dua BUS ini masih berlanjut pada 2016, pemegang saham keduanya bisa jadi berpikir ulang terhadap mereka.

Sehingga, aset mereka harus tumbuh setidaknya Rp 5 triliun meski normalnya aset mereka bisa tumbuh Rp 7 triliun. "Dengan selesainya konsolidasi kedua BUS, akan ada tambahan aset bagi industri antara Rp 15 triliun sampai Rp 20 triliun," ujar Adiwarman.

Akan ada pertumbuhan anorganik pula dengan konversi sebuah bank pembangunan daerah (BPD) konvensional beraset Rp 20 triliun menjadi BPD syariah. Sehingga, akan ada tambahan aset bagi industri Rp 20 triliun.

Ekspansi segmen mikro juga akan menambah aset perbankan syariah sebesar Rp 5 triliun-Rp 8 triliun yang dikontribusikan tiga BUS. Salah satu dari tiga BUS itu akan berkontribusi Rp 5 triliun dan sisanya agregat Rp 3 triliun.

Ada pula ekspansi tiga BUS dan unit usaha syariah (UUS) ke bisnis pembiayaan properti dan otomotif yang menyumbang aset Rp 5 triliun-Rp 10 triliun. "Dua BUS akan berkontribusi besar dengan keduanya punya segmen berbeda untuk pembiayaan properti," ungkap dia.

Adanya investor potensial akan berperan memunculkan pemain baru di industri perbankan syariah nasional tahun depan. Adiwarman menyebutkan, industri akan kehadiran satu BUS beraset hampir Rp 3 triliun.

Direktur Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Achmad Buchori membenarkan ada calon investor yang sudah menyampaikan niat untuk berinvestasi di perbankan syariah. Akan tetapi, rencana tersebut belum sampai ke tahap pengajuan formal ke OJK.

Buchori melanjutkan, ada investor yang menunjukkan minatnya, satu investor nasional dan satu investor asing. "Ini bagus untuk memperkuat industri," kata Buchori seraya membenarkan konversi satu BPD konvensional menjadi BPD syariah akan menambah aset perbankan syariah.n ed: zaky al hamzah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement