Jumat 28 Aug 2015 16:00 WIB

Ethiopia Pelajari LKMS Indonesia

Red:

JAKARTA — Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Ethiopia mempelajari pola dan perkembangan lembaga serupa di Indonesia. Indonesia dinilai memiliki kelebihan terkait pengembangan pembiayaan mikro untuk usaha rakyat.

CEO Afar Micro Finance Institution (MFI) S C Ethiopia Sentayehu Ketema mengatakan, Indonesia dipilih karena sudah berpengalaman menangani LKM dan LKMS. Bahkan, Indonesia memiliki bank-bank yang memiliki fokus pada pada usaha mikro seperti BRI.

Afar ingin menggali pengalaman itu dan bisa mengadaptasinya untuk meluaskan jangkauan ke masyarakat dengan variasi produk. Ia menekankan, pembiayaan Afar tidak memberlakukan sistem bunga.

Namun, di Ethiopia, secara nasional baru 60 persen masyarakat yang memiliki akses keuangan. Afar MFI adalah LKM pertama di negara bagian Afar. Mereka menyasar populasi yang belum memiliki akses ke bank yang mencapai 70 persen populasi.

Afar MFI berdiri pada Agustus 2014 dengan empat kantor cabang dan dua subcabang di empat kota berbeda. Pendirian Afar MFI bertujuan untuk menekan kemiskinan, meningkatkan konsumsi, serta meluaskan akses keuangan inklusif di negara bagian Afar, Ethiopia.

Ketema menjelaskan, sejauh ini Afar memiliki produk simpanan dan pembiayaan. Produk simpanan berupa simpanan wadiah dan qard al-hasan.

Ada pula simpanan wajib bagi para penerima pembiayaan dan simpanan sukarela berupa zakat atau dana sosial lain.

"Kami menarik simpanan dengan mendatangi para muzaki dan para pelaku usaha mikro karena bisa jadi mereka tidak bisa menjangkau kantor Afar," jelas Sentayehu di sela-sela pelatihan yang digelar Yayasan Micra Indonesia, awal pekan ini.

Hingga akhir Agustus 2015, Afar MFI sudah memiliki 300 nasabah pembiayaan dengan nilai pembiayaan sebesar 2 juta birr (sekitar Rp 1,18 miliar) dan simpanan 2,5 juta birr (sekitar Rp 1,475 miliar).

Pembiayaan diberikan kepada individu maupun usaha mikro dan kecil (UMK) yang difasilitasi dengan pembiayaan murabahah, musyarakah, dan qard al-hasan. Ada pula pembiayaan konsumer bagi PNS dan pembiayaan energi bagi komunitas.

"Pembiayaan kami fokus pada kelompok perempuan dan UMK karena dua segmen ini mayoritas belum berbank," ungkapnya.

Pembiayaan itu disesuaikan dengan ketentuan Bank Sentral Ethiopia (NBE). Bank sentral itu memberi aturan terkait besaran pembiayaan yang diberikan, bagi individu pembiayaan sebesar satu persen dari modal LKM. Untuk lembaga, pembiayaan sebesar empat persen dari modal LKM.

Dia menilai aturan itu relatif ketat karena LKM memobilisasi dana masyarakat. Saat pembiayaan terlalu besar dan bermasalah, pemilik simpanan rentan terkena imbas. "Demi keamanan publik juga," kata dia.

Untuk pembiayaan murabahah kelompok, batas pembiayaan siklus satu sebesar 6.000 birr (sekitar Rp 3,54 juta), siklus dua 8.000 birr (sekitar Rp 4,72 juta), dan siklus tiga 10 ribu birr (Rp 5,9 juta). Setelah itu, mereka dianggap lulus dan sudah sanggup mendapatkan pembiayaan.

Pemberian pembiayaan dilakukan dengan tinjauan kemampuan pengusaha. Jika disetujui, barulah dibuat perjanjian pembiayaan, besarnya, dan rentang waktu pengembalian.

Bagi usaha kelompok, mereka tak perlu membawa kolateral. Tetapi, bagi individu, kolateral tetap dibutuhkan, baik barang maupun jaminan seseorang (personal guarantee). Kesepakatan juga dibuat tiga pihak, yakni LKMS, UMKM, dan mitra UMKM.

"Bagi mereka yang berpendidikan memilih berbisnis, tapi mereka tidak punya kolateral bisa menggunakan personal guarantee. Bahkan, ada juga yang menjadikan ijazah mereka sebagai kolateral," ungkap Sentayehu.

Afar MFI memprioritaskan pembiayaan di sektor pertanian dan peternakan. Namun, hal ini bukan berarti mengesampingkan pembiayaan lain seperti perdagangan.

Selain itu, Afar memberikan pembiayaan sektor energi. Afar memberi pembiayaan murabahah untuk panel surya sehingga masyarakat satu desa bisa memiliki listrik dan mengoperasikan pompa air listrik.

"Di Afar, telepon seluler bisa beroperasi karena jaringan seluler tersedia. Persoalannya, tak ada listrik," kata dia.

Rencananya, hingga akhir tahun ini, karena baru saja memulai tahun fiskal baru, Afar MFI menyediakan 35 juta birr dan berharap bisa menjangkau 6.000 nasabah pembiayaan.

Finance and Admin Manager Yayasan Micra Indonesia Aulia Chairunnisa mengatakan, kedatangan Afar FMI ke untuk mempelajari LKMS salah satunya difasilitasi USAID. Afar ingin menerapkan pola pembiayaan syariah dan melihat Indonesia sebagai acuan yang tepat.

Micra telah rutin menggelar international microfinance exposure (IME) seputar LKMS.

"Afar berharap tahu lebih banyak mengenai produk berakad istisna dan salam, tapi Indonesia produknya itu tidak banyak. Micra berupaya memenuhi apa yang ingin mereka pelajari di Indonesia," ujar Nisa.

Kegiatan ini dilakukan lima hari, dua hari materi mulai dari aturan sampai modus operandi termasuk audit internal dan sisanya kunjungan ke OJK, BRI Syariah, Bank Muamalat, dan BPRS Assalam. N ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement