Rabu 05 Aug 2015 15:00 WIB

MUI Dorong Regulasi Sindikasi

Red:

JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Hasil Ijtima Komisi Fatwa Se Indonesia V memberi usulan pemberian ruang dan peran perbankan syariah nasional untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

''Perbankan syariah nasional ruangnya relatif kurang. Kemampuannya pun harus terus-menerus didorong untuk ditumbuhkan secara sinambung,'' ungkap Wakil Ketua Badan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional MUI Jaih Mubarok melalui surat elekronik kepada Republika, belum lama ini.

Selain sebagai dukungan atas kebijakan dan program pemerintah di bidang pembangunan infrastruktur di Tanah Air, usulan ini sekaligus meningkatkan peran serta ekonomi syariah dalam pembangunan.

''MUI mengharapkan pemerintah menerbitkan regulasi pembentukan sindikasi bank syariah di Indonesia dengan fokus pembiayaan pembangunan infrastruktur, antara lain jalan raya, jalur kereta api, jembatan, bandara, dan pelabuhan,'' demikian poin ketujuh usul pembentukan perundang-undangan yang dibahas Komisi C dan ditetapkan pada 9 Juni lalu.

Sindikasi BSM

Bank Syariah Mandiri (BSM) dilibatkan dalam sindikasi pembangunan infrastruktur oleh induk Bank Mandiri. Direktur Keuangan dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya mengatakan, BSM bisa masuk dalam sindikasi melalui penjualan porsi (selldown) induk Bank Mandiri ke BSM.

Agus Dwi menyebutkan, salah satu contoh proyek pelabuhan dan jalan tol Medan-Kualanamu yang sedang diproses, sekitar Rp 200 miliar dana yang dibutuhkan diperoleh dari sindikasi beberapa bank. ''BSM ambil porsi Mandiri karena untuk infrastruktur, tidak mungkin hanya miliaran rupiah kebutuhan dananya. Kalau BSM masuk sendiri, masih belum kuat,'' kata Agus Dwi.

Ia menyebutkan, batas maksimum pemberian pembiayaan (BMPK) BSM mencapai Rp 1 triliun, 25 persen dari modal. "BSM tidak ingin BMPK itu hanya untuk satu proyek. Hal itu penting  untuk kehati-hatian,' tegasnya.

Ia menambahkan, BSM juga dilibatkan dalam proyek kebun sawit senilai 40 juta dolar AS yang  merupakan nasabah Mandiri.

Untuk kemaritiman, kata Agus Dwi,  belum besar, lebih untuk  kapal-kapal nelayan. "Sebab, mereka masih terikat dalam kelompok-kelompok," ujarnya memberikan alasan.

Untuk pelabuhan yang rencananya BSM akan terlibat belum bisa terealisasi. "Sebab ada perbedaan sistem antara bank-bank konvensional yang terlibat dengan bank syariah," ungkap Agus Dwi.

Dalam kesempatan sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Q menyatakan, tokoh agama atau kalangan ustaz dan dai harus mendukung serta mengajak masyarakat untuk masuk ke industri ekonomi syariah di Indonesia. Hal itu  sebagai upaya menyelamatkan perekonomian umat Islam. "Saya berharap para tokoh agama atau dai itu masuk ke dunia perbankan syariah demi menyelamatkan perekonomian umat," kata Ahmad, di Bandung, beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, para tokoh agama senantiasa dekat dengan masyarakat, khususnya umat Islam. Oleh karena itu, para tokoh agama diharapkan lebih peduli terhadap perbankan yang menerapkan sistem ekonomi syariah.

Menurut dia, informasi berbagai perbankan syariah kurang disosialisasikan kepada masyarakat. Akibatnya, masih cukup banyak umat Islam belum bergabung ke perbankan syariah. "Dunia perbankan, khususnya yang menerapkan syariah, luput dari para dai, padahal itu ladang dakwah yang sangat potensial dan strategis," katanya.

Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, hanya tujuh persen masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim mengakses perbankan syariah. Jumlah tersebut, kata dia, akibat ketidaktahuan dan kurangnya sosialisasi. "Kalau sosialisasi dilakukan dengan maksimal, masyarakat pasti akan paham perbankan syariah," kata inisiator Mandala Institute, sebuah lembaga masyarakat yang berfokus terhadap perekonomian syariah itu.

Menurut dia, selama ini umat Islam hanya menjadi objek dari industri perbankan, khususnya yang konvensional. "Perbankan konvensional kan jelas ada ribanya, tetapi masyarakat tidak ada pilihan sampai saat ini," katanya. N antara ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement