Rabu 27 May 2015 16:00 WIB

Bisnis Terbatas, FDR Tinggi

Red:

JAKARTA -- Bisnis perbankan syariah yang berbeda dan terbatas dibanding dengan perbankan konvensional membuat rasio pembiayaan (FDR) lebih tinggi dibanding konvensional.

Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Achmad Buchori mengatakan, melihat financing to deposit ratio (FDR) harus juga melihat besar pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK).

FDR tinggi bisa jadi karena pembiayaan yang tinggi atau DPK yang rendah. "Kondisi ini tidak hanya di perbankan syariah, tapi juga konvensional karena pertumbuhan ekonomi sedang rendah," jelas Buchori di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (20/5).

Yang pasti, kata Buchori, FDR perbankan syariah memang lebih besar dari perbankan konvensional. Perbankan syariah juga sangat erat dengan sektor riil dan terbatas untuk berbisnis di pasar uang.

Instrumen likuiditas yang tersedia bagi perbankan syariah hanya ada sertifikat Bank Indonesia (SBI) syariah, Fasbi syariah dan repo syariah. "Sehingga, dana yang masuk harus diberikan untuk pembiayaan," tuturnya.

Direktur Utama BRI Syariah Mochamad Hadi Santoso mengatakan, FDR industri perbankan syariah dibatasi BI pada level 92 persen. "Tapi FDR tidak bisa terlalu sempit untuk syariah. Itu tidak bagus, malah jadi beban untuk bank syariah," kata Hadi.

Ia pernah meminta agar batas FDR sebesar 97,5 persen. Ia menilai itu bagus untuk perbankan syariah. "Sebab, pembiayaan perbankan syariah harus mencari objek dulu sebelum mencari dana, bukan terbalik," ujarnya memberikan alasan.

Hadi mengungkapkan, pembiayaan BRI Syariah juga masih tumbuh. Pada 2014, pembiayaan tumbuh 12 persen dengan FDR 83 persen dan pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) 3,96 persen.

Melalui surat elektroniknya kepada Republika, Senin (18/5), Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto menilai, idealnya FDR sekitar 80-90 persen. Regulator juga memiliki aturan terkait FDR. "Bank syariah dengan FDR di atas 100 persen mungkin merupakan unit usaha syariah yang dananya berasal dari induk perusahaan," ungkap Agus.

Data OJK menunjukkan, pada Maret 2015, FDR bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) mencapai 94,24 persen. Meskipun turun dari FDR Maret 2014 sebesar 102,22 persen, angka ini masih di atas batas yang ditetapkan regulator sebesar 92 persen.

Meskipun, FDR perbankan syariah pernah pula menyentuh 100,32 persen pada akhir 2013 dan sempat turun menjadi 91,50 persen pada Desember 2014.

Pembiayaan BUS pada Maret 2015 sebesar Rp 200,712 triliun dan DPK sebesar Rp 212,988 triliun dan FDR 94,24 persen. Nilai ini turun dari pembiayaan BUS Maret 2014 sebesar Rp 184,964 triliun, DPK Rp 180,945 triliun, dan FDR 102,22 persen.

Untuk UUS, pembiayaan pada Maret 2015 sebesar Rp 147,136 triliun, DPK Rp 165,034 triliun, dan FDR 89,15 persen. Sementara, pembiayaan UUS pada Maret 2014 sebesar Rp 138,590 triliun, DPK Rp 141,260 triliun, dan FDR 98,11 persen. N ed: irwan kelana

FDR Bank Syariah

Des 2013        100,32%

Mar 2014        102,22%

Des 2014        91,50%

Mar 2015        94,24%

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement