Rabu 15 Apr 2015 14:00 WIB

Rakyat Penentu Sukses Bank Syariah

Red:

JAKARTA -- Selain dukungan pemerintah, kunci utama pengembangan perbankan syariah ada pada masyarakat, terutama umat Islam. Besarnya industri ini tergantung pada kemauan umat untuk memindahkan dana perbankan konvensional dan memanfaatkan jasa perbankan syariah.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui, secara alami populasi Muslim Indonesia memang besar, tapi belum didapati bagaimana cara untuk memenangkan hati populasi besar itu agar beralih dan mau menggunakan jasa keuangan syariah.

Menurutnya, industri perbankan Islam di mana pun harus didukung pemerintah karena industri tersebut memang relatif baru. Berbeda dengan perbankan konvensional yang sudah sangat lama dan mandiri.

Pilihannya tinggal mau atau tidak. Maka, topik keuangan Islam perlu diangkat dan kelihatan agar jadi isu besar nasional.

"Sejujurnya ini tidak mudah, apalagi orang Indonesia rasional soal keuangan," kata Bambang saat membuka seminar bertajuk "Integrasi Keuangan Syariah Menuju Stabilitas Keuangan dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan" di kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/4).

Ia mengungkapkan, saat orang Indonesia menggunakan jasa perbankan syariah, yang diamati pasti soal keamanan dan untung yang didapat. "Karena itu, pelaku industri harus paham agar pemasarannya pas," ujarnya.

Industri juga harus menunjukkan manajemen dan tata kelola yang bagus serta inovasi produk yang sesuai kebutuhan. "Soal kinerja, jadilah seperti bankir biasa. Tapi soal pembeda, nilai syariah harus dipegang," kata Bambang. Ia yakin, Indonesia bisa kompetitif dan jadi pusat keuangan global.

Emosional dan rasional

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana menuturkan, meski populasi besar, soal ibadah, Muslim Indonesia termasuk emosional dan rasional saat membicarakan keuangan.

Setelah ada fatwa haramnya riba pun, enam bulan kemudian, migrasi dana umat dari bank konvensional ke bank syariah tidak berlanjut.

"Kesimpulan saya, produk syariah laku kalau harganya bagus dalam pengertian bagi hasil besar dan margin pembiayaan kecil. Kedua, produknya harus unik. Kalau dua itu tidak ada, industri harus terus berjuang," kata Direktur Unit Usaha Syariah Permata Bank ini.

Soal lain adalah produk dasar yang masih belum dipunyai. "Banyak hal yang bisa membuat perbankan Islam unik dibanding konvensional, terlebih dalam produk," tuturnya.

Permana mengatakan, asosiasi tidak minta macam-macam, hanya kelonggaran yang wajar dari pemerintah bagi industri yang masih muda ini.

Pelaksana tugas Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan yang juga hadir dalam seminar itu mengatakan, masalah utama industri keuangan syariah ada di masyarakat yang belum siap kehilangan dana dalam sistem keuangan syariah.

"Poin dalam keuangan syariah adalah soal transmisi risiko. Ini yang harus disadari pemilik dana, masyarakat," kata mantan ekonom senior Standard Chartered Bank ini.

Soal keuangan, lanjut dia, isunya hanya dana dan biaya. "Sumber dana perbankan syariah di Indonesia masih mahal sehingga pembiayaannya pun terbatas," ujarnya.

Padahal, kata Fauzi Ichsan, bank syariah juga bisa mendirikan perusahaan manajemen investasi atau anak usaha lain yang sesuai regulasi sehingga akad mudharabah dan musyarakah (bagi hasil) bisa dikembangkan. rep: Fuji Pratiwi ed: Irwan Kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement