Jumat 06 Mar 2015 16:59 WIB

Kemenkeu Perhatikan Daya Serap Sukuk

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan masih memperhatikan daya serap pasar sebelum menaikkan jumlah sukuk yang diterbitkan seperti usulan Dewan Syariah Nasional (DSN).

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengiyakan ada usulan perluasan porsi sukuk hingga 50 persen dari penerbitan surat utang negara. ''Tapi, itu perlu dilihat juga daya serapnya oleh pasar,'' kata Bambang Brojonegoro seusai membuka rapat terbatas ekonomi syariah di kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (5/3).

Selain pembangunan jalan di Pantai Utara, ia mengungkapkan ada beberapa proyek yang juga dibiayai sukuk. "Pemerintah melihat kesiapan proyeknya, bukan pada besarnya sukuk. Besaran akan mengikuti proyek yang siap dibiayai," ujarnya.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko pernah menyebut penerbitan surat berharga negara (SBN) gross naik dari Rp 431 triliun mwnjadi Rp 451,8 triliun dalam APBN 2015.

Sebelumnya, Badan Perencanaa Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa tengah mencermati hasil kajian akademis mengenai pengembangan ekonomi syariah, termasuk perluasan porsi sukuk dalam penerbitan surat utang negara.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Adrinof Chaniago mengatakan, Bappenas sudah membuat rencana untuk mengembangakan keuangan syariah. Sebab, potensinya yang memang besar tidak bisa dielakkan untuk akhirnya dimanfaatkan.

Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi mengatakan, masterplan pengembangan ekonomi syariah sedang disiapkan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sudah ada laporan studi akademis yang akan dilihat betul kecocokannya dengan kondisi Indonesia. ''Sejauh ini belum ada kesimpulan akhir. Insya Allah, bisa terbit tahun ini,'' kata Pungky seusai Diskusi Pengembangan Ekonomi Syariah, di kantor Bappenas, Rabu (4/3).

Ia membenarkan salah satu poin di dalam masterplan adalah penerbitan sukuk hingga porsinya 50 persen dari penerbitan surat utang negara untuk proyek negara. Ia mengatakan, proyek yang perlu dibiayai ada banyak dalam RPJMN, tapi masih perlu ditelaah.

Namun, aplikasinya ini tidak serta-merta dan harus dilihat kemungkinan pasar dan risikonya perlu dipelajari dengan teliti. Setelah itu, baru masterplan bisa keluar.

Dalam forum diskusi sempat disebut Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup memiliki program untuk 509 kesatuan pemangkuan hutan (KPH) hingga 2019. Luas tiap KPH berkisar antara 50 ribu-100 ribu hektare yang sebagiannya merupakan hutan konservasi dan sebagian lagi hutan produksi.

Program ini dioperasikan pemerintah daerah dan dananya sangat minim. Upaya mengundang investor sudah dilakukan, tapi yang berminat malah investor asing.

Program ini sangat terbantu jika bank syariah atau sukuk bisa membiayai setidaknya 30 persen atau 200 KPH. Tiap KPH membutuhkan dana Rp 6 miliar per tahun dan baru bisa panen setelah enam atau tujuh tahun. rep: Fuji Pratiwi ed: Irwan Kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement