Jumat 07 Nov 2014 16:00 WIB

Zakat Berpotensi Dukung Stabilitas Keuangan Indonesia

Red:

SURABAYA -- Bank Indonesia (BI) menilai zakat dan wakaf berpotensi mendukung stabilitas keuangan Indonesia. Pembangunan ekonomi juga dapat dipercepat jika dua hal tersebut dapat diberdayakan secara baik.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, sektor sosial Islam yang mencakup sistem zakat dan wakaf memiliki potensi keuangan sekitar Rp 217 triliun. Oleh karena itu, BI mengedukasi santri di pesantren yang tersebar di 24.206 lembaga pendidikan diniyah dan pondok pesantren. "Terdapat potensi sumber daya manusia yang besar, yaitu para santri yang sedang menuntut ilmu," ujar Agus, di Surabaya, Rabu (5/11).

Edukasi tersebut merupakan bagian dari kerja sama BI dan Kementerian Agama (Kemenag) yang ditandatangani di Surabaya. Sebagai langkah awal, implementasi kerja sama dilakukan di wilayah Jawa Timur. Pertimbangannya, Jawa Timur memiliki pondok pesantren yang jumlahnya lebih dari 5.000 lembaga serta sejalan dengan rencana pemerintah untuk menjadikan Surabaya sebagai Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah Nasional. Di wilayah Jawa Timur juga terdapat potensi zakat yang dapat terkumpul sebesar Rp 15,5 triliun, dari 10.173.400 rumah tangga berdasarkan Survei Ekonomi Nasional pada 2009.

Teken MoU

BI menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Agama (Kemenag). Kerja sama tersebut dilakukan untuk mendukung pengembangan kemandirian ekonomi lembaga pondok pesantren serta peningkatan akses keuangan dan layanan nontunai untuk transaksi keuangan di lingkungan Kementerian Agama.

MoU tersebut ditandatangani oleh Gubernur BI Agus D W  Martowardojo dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Surabaya pada Rabu (5/11).

Adapun ruang lingkup nota kesepahaman itu meliputi peningkatan kapabilitas dan keterampilan lembaga pondok pesantren melalui pemberian bantuan teknis berupa pelatihan dan pendampingan kelembagaan, pencatatan, dan pengelolaan keuangan serta kemampuan kewirausahaan para santri, peningkatan akses keuangan pada lembaga pondok pesantren melalui kegiatan edukasi, peningkatan penggunaan layanan nontunai untuk transaksi keuangan di lingkungan Kementerian Agama melalui edukasi, dan peran sebagai fasilitator dalam pengembangan proses bisnis.

Beberapa program yang akan didorong dalam implementasi nota kesepahaman tersebut adalah program edukasi keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para santri mengenai pengelolaan keuangan dan perbankan. Melalui peningkatan pengetahuan tersebut, mereka diharapkan dapat tergerak untuk memanfaatkan layanan keuangan dan perbankan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Program selanjutnya adalah pengembangan wirausaha melalui inkubator kewirausahaan di lembaga pondok pesantren sehingga santri diharapkan memiliki pengetahuan yang komprehensif untuk memulai usaha, produksi, pemasaran, keuangan, dan juga jaringan. Selain itu, pelatihan tersebut juga diharapkan dapat memotivasi dan menginspirasi mereka untuk menjadi pelaku usaha.

Program yang didorong juga termasuk pengembangan layanan keuangan digital (LKD) dalam rangka meningkatkan akses keuangan masyarakat. Melalui LKD, kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan dapat dilakukan melalui pihak ketiga, yakni agen LKD, atau menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile. rep: satya festiani ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement