Jumat 29 Aug 2014 14:00 WIB

Meluruskan Paradigma Syariah

Red:

Penduduk yang mayoritas Islam seharusnya membuat ekonomi syariah di Indonesia berkembang pesat. Namun, di mata dunia, perekonomian syariah di Indonesia masih jauh tertinggal, bahkan dibandingkan negara yang minim penduduk Islam, seperti Amerika dan Australia.

"Lemahnya sistem perekonomian syariah di Indonesia bukan karena kekurangan orang pintar, namun karena kurangnya orang yakin," ujar Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Dr A Riawan Amin MSc dalam Seminar Nasional Ekonomi Syariah di Aula Wisma Diklat Binamarga Bandung, Kamis (28/8).

Menurut Riawan, lembaga seperti bank syariah di Indonesia harus bertindak sebagai sebuah institusi Islam yang bergerak di bidang perbankan, bukan menjadi bank yang menjual produk-produk syariah. "Inilah yang menjadi persoalan mendasar. Paradigma-paradigma seperti ini yang seharusnya diluruskan," tegas pria yang pernah menjadi CEO Bank Muamalat Indonesia ini.

Menurut hasil survei dari Kuwait Finance House Research, Malaysia menduduki peringkat teratas dalam perekomian Islamnya, disusul oleh Uni Emirat Arab, dan Bahrain. Indonesia yang mayoritas Muslim tidak termasuk ke dalam 20 besar.

"Ada dua kemungkinan mengapa ini terjadi. Pertama, karena kita belum submit data. Kedua, mungkin karena perekonomian syariah di Indonesia masih sangat kecil dan belum berkembang," kata Muhammad Akhyar Adnan yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini.

Akhyar mengatakan, pada 2011, Prof Humauon di Singapura memproyeksikan bahwa pada 2023 perekonomian syariah di Indonesia akan menjadi yang terbesar di dunia. Ini membuktikan bahwa Indonesia mempunyai potensi besar untuk memajukan perekonomian syariah ini.

"Di mata orang luar saja, kita akan menjadi yang terbaik, mengapa kita tidak? Yang diperlukan hanya seberapa siap kita untuk menghadapi ini," ujar Kepala Center for Islamic Economics Studies, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ini.

Menurut Akhyar, umat Muslim seharusnya memakai prinsip perekonomian syariah ini karena merupakan kewajiban. Berbeda dengan masyarakat non-Muslim  yang bisa memilih perekonomian Islam atau tidak. Bagi umat Islam tidak ada pilihan lain.

Ia menjelaskan, kebutuhan perekonomian syariah terhadap sumber daya manusia (SDM)  yang berkualitas terus meningkat. Dengan asumsi pertumbuhan perbankan syariah sebesar 20 persen maka Indonesia membutuhkan SDM sebanyak 15 ribu orang.

Saat ini perguruan tinggi baru menghasilkan sekitar tiga ribu  orang lulusan bidang ekonomi dan keuangan syariah per tahun. "Artinya tenaga profesional masih banyak diisi oleh SDM dari keilmuan lain. Tentu hal ini menjadi tugas bagi industri perbankan syariah," papar Akhyar  Adnan. rep:mj04/agus yulianto ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement