Jumat 06 Jun 2014 14:00 WIB

Wakaf Perlu Gandeng Bank Syariah

Red:

JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan besarnya aset wakaf di dalam negeri bisa mendorong ekonomi lokal berdasar wakaf. Saat ini, menurut data Kementerian Agama, aset wakaf mencapai 60 miliar dolar AS atau Rp 660 triliun (data tahun 2011).

Hanya saja banyak aset wakaf di dalam negeri yang sifatnya tidak produktif. Karena itu, menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya E Siregar,  Indonesia harus mulai mengaktifkan wakaf produktif.

Indonesia  telah memiliki dasar dalam pengembangan wakaf, berupa Undang-Undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia. ''Undang-undang juga menjelaskan aset wakaf, baik temporer maupun tunai,'' tutur dia WIEF-IDB Wakaf Roundtable : Lebih dari Sekedar Amal, Memanfaatkan Wakaf untuk Kesejahteraan Ekonomi'' di Jakarta, Kamis (5/6).

Artinya, kata Mulya, wakaf penting dalam pengembangan ekonomi berdasar syariah. Dalam UU Wakaf, wakaf tunai bisa disalurkan melalui lembaga keuangan syariah, takaful, dan lembaga keuangan mikro syariah. Dari sana pemberi wakaf bisa menerima sertifikat wakaf dan kemudian pengelola (nazir) bisa mengalokasikan ke instrumen yang ada. Ia mencontohkan, bisa diarahkan ke tabungan wadiah atau mudharabah.

Pada  saat yang sama, aset bisa diasuransikan ke takaful. Selain itu, nazir atau pengelola bisa bekerja sama dengan bank syariah. ''Oleh karena itu, kita butuh lembaga wakaf kredibel,'' papar dia.

Mulya meminta lembaga pengelola wakaf atau nazir menggandeng lembaga keuangan syariah. Khususnya dalam pengelolaan aset wakaf, untuk kepentingan masyarakat. "OJK akan berupaya menjaga kerja sama ini berjalan lancar," tegasnya.

Mulya menegaskan, wakaf adalah bagian integral dari keuangan syariah untuk pengentasan kemiskinan. Disebut pengentasan kemiskinan karena wakaf salah satu cara dalam distribusi kekayaan berupa pendanaan atau ataupun aset untuk dikelola bagi kepentingan umat.

Ia menyebutkan, umat Islam punya sejarah panjang dalam pengelolaan wakaf. Seperti Kesultanan Turki Utsmani yang menggunakan aset wakaf untuk kepentingan publik. Di mana pada ujungnya adalah untuk kepentingan masyarakat.

Hingga kini OJK menilai, wakaf masih menjadi salah satu cara dalam menyejahterakan umat. Baik dalam hal pengetahuan, kesehatan, maupun bantuan keuangan.

Terkait keuangan besarnya aset bisa mendorong ekonomi lokal berdasar wakaf. Khusus di Indonesia saja, saat ini menurut data Kementerian Agama aset wakaf mencapai 60 miliar dolar AS atau Rp 660 triliun pada 2011.

Selain itu, wakaf tunai bank syariah di Indonesia mencapai tiga  miliar dolar AS. Sementara estimasi wakaf tunai pada  2013 sebesar enam  miliar dolar AS atau sama dengan 45 persen dari produk domestik bruto. ''(Wakaf) bisa meningkatkan pendapatan masyarakat miskin sebesar 1,25 miliar dolar AS," papar Mulya.

Angka ini, tambah dia, lebih dari cukup untuk mengembangkan perekonomian berdasar wakaf.

Ia pun berharap, pengelolaan aset wakaf meninggalkan cara pikir lama. Di mana, tanah wakaf tak hanya digunakan sebagai kuburan saja.

Seharusnya, kata dia, tanah wakaf juga bisa digunakan  dalam bentuk ruko, perkebunan, dan hotel. Di mana hasilnya akan diarahkan untuk kepentingan umat. ''Hasilnya diarahkan untuk kaum dhuafa,'' papar dia.rep:ichsan emrald alamsyah ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement