Senin 27 Jun 2016 21:41 WIB

CATATAN PIALA EROPA- Peran Sukarno di Balik Kebangkitan Wales

Red: Arifin

Tak bisa dimungkiri bahwa Wales selalu berada di bawah bayang-bayang Inggris. Ini, terutama bila dikaji dari segi politik, ekonomi, maupun sepak bola.

Di bidang politik, cara paling gampang mengukurnya adalah dengan menengok hasil jajak pendapat terkait keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa. Di Wales, hasil jajak pendapatnya menunjukkan, 854.572 (52,5 persen) rakyat setuju keluar dari Uni Eropa. Sedangkan, 772.347 (47,5 persen) rakyat Wales lain menginginkan sebaliknya.

Media terkemuka Inggris, the Independent, mengeluarkan laporan bahwa keputusan Wales ini tak lepas dari pengaruh politikus di London. Kubu nasionalis Inggris nyatanya bisa merangkul rakyat Wales yang merasa hidupanya tak semakin baik di bawah payung Uni Eropa.

Di bidang ekonomi, pengaruh Inggris bahkan lebih mutlak. Mata uang yang dipakai Wales adalah poundsterling. Bank sentralnya pun adalah the Bank of England. Hal yang menegaskan bahwa negara ini sejatinya hanya bagian dari kekuatan ekonomi regional Inggris. 

Segala pengaruh di bidang politik dan ekonomi akhirnya juga berimbas di sepak bola. Wales menjadi salah satu bagian dari yuridiksi kompetisi domestik Inggris. Klub Wales, Swansea City hingga kini bertarung sebagai peserta Liga Primer Inggris.

Masih ada pula Cardiff City yang berjuang di level Championship. Tak pelak klub utama sepak bola Wales lebih memilih mengikuti aturan federasi sepak bola Inggris, FA, ketimbang federasi Wales, FAW.

Padahal, Wales sejatinya punya kompetisi liga domestik sendiri yang dinamakan Wales Premier League. Juara dari kompetisi ini pun diakui UEFA dan berhak tampil di kualifikasi Liga Champions. Pun halnya dengan juara Piala Wales yang berhak tampil pada babak kualifikasi Liga Europa. 

Nyatanya, klub sepak bola besar di Wales tidak tertarik. Mereka lebih memilih larut dalam gemerlap kompetisi Liga Primer ketimbang bermain di Wales. Padahal, jika klub seperti Swansea atau Cardiff tampil di Liga Wales maka harapan bermain di kualifikasi Liga Champions terbuka lebar.

Namun, kedua klub besar Wales itu tetap memilih bertahan sebagai klub papan bawah di Liga Primer atau Championship. Alasan keduanya pun bisa diterima. Sebab, berkompetisi di divisi tiga Inggris memiliki keuntungan ekonomi lebih besar ketimbang bertarung di kompetisi domestik Wales.

Hal lain yang membuat klub Wales memilih bermain di Inggris adalah soal minat rakyatnya. Tak dimungkiri rakyat Wales lebih menggemari tayangan Liga Primer. Hal ini bisa dilihat dari hal siar Liga Inggris yang hampir mayoritas dijejali rakyat Wales. Sebaliknya, tayangan Liga Wales hanya digemari kurang dari 50 persen penonton di negaranya sendiri. 

Level kompetitif yang tinggi di Liga Primer nyatanya juga membuat bakat sepak bola Wales lebih memilih klub Inggris sebagai pelabuhan karier. Ini bisa dilihat dari skuat  timnas Wales di Piala Eropa 2016 yang nyaris seluruhnya dihuni oleh pemain asal klub Liga Primer Inggris. Tak satu pun dari mereka yang berasal dari Wales Premier League.

Yang menarik lagi adalah sebagian penggawa tim Wales di Piala Eropa 2016 merupakan kelahiran Inggris. Ini seperti sang penyerang Hal Robson Kanu yang lahir di Kota Acton, Inggris. Kanu bahkan sempat menghabiskan karier juniornya bersama timnas Inggris U-20.

Namun, eks pemain Arsenal ini lebih memperkuat tim nasional senior Wales. Kisah seperti Kanu juga banyak dijumpai di sejumlah bintang Wales lain pada era sebelumnya. Banyak 'pemain pelarian' yang tak dapat tempat di timnas Inggris yang kemudian memilih memperkuat Wales. 

Namun, tak melulu timnas Wales diisi pemain pelarian asal Inggris. Sebaliknya, ada pula bintang asli Wales yang pernah digoda untuk menukar nasionalismenya demi menjadi pemain timnas Inggris. Salah satu yang pernah digoda adalah Ryan Giggs. Tapi, sepanjang kariernya, bintang Manchester United tak pernah mau menggadaikan kostum Walesnya demi Inggris. 

Situasi yang sama juga pernah dialami seorang Gareth Bale. Iming-iming bermain di Piala Dunia bersama Inggris rela ditolak oleh Bale sejak dirinya masih memperkuat Southampton. Bagi bintang-bintang Wales ini, lebih baik hujan batu di negeri sendiri ketimbang hujan emas di negeri orang.

Sekuat-kuatnya pengaruh Inggris, orang Wales tetap merasa sebagai Wales. Wilayah ini yang sejatinya punya bahasa tradisional yang berbeda dibanding bahasa Inggris pada umumnya. 

Salah satu yang membentuk jiwa nasionalisme di dada Bale atau Giggs adalah sepak bola. Uniknya, pengaruh nasionalisme sepak bola Wales tak terlepas dari jasa presiden pertama Indonesia, Sukarno.

Apa hubungan Sukarno dengan Wales? Semua bermula pada peristiwa pada akhir Juli 1957. Kala itu, timnas sepak bola Indonesia yang juara grup 1 zona Asia mesti menghadapi laga melawan Israel demi tiket ke Piala Dunia 1958. 

Sebagai tokoh yang konsisten menentang penjajahan Israel atas Palestina, Bung Karno secara tegas menolak laga itu. Bung Karno menyatakan haram tanah Indonesia diinjak oleh Israel.

Karena sikap tanpa kompromi Bung Karno itu, FIFA mendiskualifikasi timnas Indonesia. Tim Wales yang akhirnya mendapat durian runtuh. Wales menggantikan posisi Indonesia untuk memainkan laga play-off melawan Israel. Hasilnya, Wales menang dengan skor masing-masing 2-0 dalam kandang maupun tandang.

Wales pun lolos ke Piala Dunia 1958. Pada Piala Dunia yang berlangsung di Swedia itu kejutan dicetak Wales. Dengan inspirasi pemain andalannya John Charles, Wales lolos hingga perempat final. Tapi, pada babak ini Wales dikalahkan Brasil 0-1 yang saat itu dalam puncak kejayaannya bersama Pele.

Prestasi Wales lolos ke babak perempat final Piala Dunia 1958 membawa rasa kebanggaan  bagi bangsa Wales. Sebab, prestasi Wales saat itu lebih baik dari timnas Inggris yang tersingkir pada putaran grup. Prestasi ke perempat final itu juga menjadi catatan terbaik negara Britania pada ajang Piala Dunia (sebelum Piala Dunia 1966).

Prestasi masa lalu itu yang akhirnya membentuk rasa percaya diri dan nasionalisme tinggi bangsa Wales. Tak perlu baju timnas Inggris untuk berprestasi. Ini dibuktikan John Charles dkk yang pada 1958. Semangat yang sama juga diperlihatkan Gareth Bale dan kawan-kawan pada Piala Eropa 2016.

Sehari-hari rakyat Wales boleh menggunakan mata uang poundsterling. Tontotan tiap pekannya juga Liga Primer Inggris. Tapi, untuk tim nasional Wales tetap harga mati.

Sebuah sikap yang kini mulai terbayar dengan kelolosan bersejarah Wales ke babak perempat final Piala Eropa 2016 usai menaklukkan Irlandia Utara 1-0, Sabtu (25/6).    Oleh Abdullah Sammy

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement