Ahad 23 Oct 2016 16:00 WIB

Melukis Wajah Kota Kembang Api Jakarta

Red:

Demikian kutipan puisi Kembang (Api) Hujan karya Gratiagusti Chananya Rompas. Judul puisi ini menjadi salah satu dari 61 puisi yang tertuang dalam Kumpulan Puisi Kota Ini Kembang Api karya dari perempuan yang biasa dipanggil Anya ini.

Sebenarnya, kumpulan ini pernah diluncurkan pada 2008 di Ubud Writers & Readers Festival dengan cetakan terbatas, yakni hanya 200 eksemplar. Kini Anya kembali meluncurkan karya ini dengan tambahan lima puisinya.

Harapannya, buku yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama ini dapat dinikmati kalangan luas. Kota Ini Kembang Api merupakan ekpresi realita kehidupan di Jakarta yang dituangkan Anya dalam puisi. Hal ini diperkuat dengan mengambil tema-tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Melalui puisi ini, Anya ingin menjelajahi kota tempat kelahirannya, Jakarta yang juga menjadi tempat yang telah dihabiskan sebagian besar hidupnya. Menurut Anya, Jakarta dianggap sebagai kampung halaman yang penuh dengan pemandangan, bunyi-bunyian, bau-bauan, dan manusia-manusia di dalamnya.

Hal ini yang menjadi modalnya untuk mengolah tema-tema keseharian menjadi metafora dan simbol. Serta personifikasi perasaan-perasaan yang tak bernama yang tertuang dalam puisipuisi saya, kata Anya saat Peluncuran Kota Ini Kembang Api di Kawasan Plaza Se nayan, Jakarta belum lama ini.

Pemilihan judul buku puisinya tak lepas dari salah satu karya Anya yang ter tera dalam kumpulan tersebut. Apalagi, ham pir semua puisi da lam buku Anya banyak me makai moda cahaya, pergantian cahaya seperti terang ke gelap dan sebaliknya.

Di puisi saya memang banyak menggunakan kata gelap ke terang dan sebaliknya. Alasannya apa? Saya juga bingung jawabnya, kata Anya. Kumpulan puisi Anya ini lahir ke dalam tulisan semenjak dia duduk di bangku kuliah di Universitas Indonesia (UI), pada 2000-an.

Saat itu, dia melihat bagaima na hidupnya berada di se buah dunia yang waktunya ber jalan tidak linear tapi spiral. Pagi belum tentu diikuti siang, dan pagi bisa saja langsung malam. Kalau secara kehidup an nyata, kondisi ini banyak dialami masyarakat Jakarta. Banyak masya rakat yang terbangun pagi hari dalam keadaan mengantuk untuk pergi ke kantor.

Kemudian mereka akan pulang pada sore hari dalam keadaan lelah. Kota mampu menjadi kan siapa pun lupa waktu karena rutinitas yang dilakukan. Lupa juga untuk mengenal perasaan diri masing-masing yang sebenarnya.

Keunikan tipografi Secara rinci, kumpulan puisi Anya secara sengaja tidak membedakan ketebalan maupun ukuran kata dalam judul maupun isinya. Cara ini agar tidak hanya bisa dinikmati pembaca secara individu dan acak, tapi membuat siapa pun dapat membacanya secara apa adanya, dari halaman awal sampai akhir, sehingga menjadi satu puisi panjang. Dalam buku ini, Anya juga menyajikan ilustrasi pada beberapa halaman.

Ilustrasi ini menjadi gambaran jelas bagaimana pemikiran Anya yang sebelumnya telah tertuang dalam kata-kata. Puisi adalah hasil pikiran kepala saya yang menjadi nyata dalam bentuk tulisan.

Entah kenapa saya masih merasa kurang, ingin melihat wujudnya lagi. Kemudian saya bertemu ilustrator Adi Putra Singgih yang berhasil menerjemahkannya dalam bentuk sketsa-sketsa ini, kata perempuan kelahiran 19 Agustus 1979 ini. Sisi unik dari karya yang terdiri dari 104 halaman ini adalah tipografinya.

Seperti yang tertuang dalam puisi berjudul Mabuk Lampu di halaman 34. Di sini, Anya menyuarakan pikiran dan tulisannya dalam bentuk terbalik. Bahkan, kata-kata yang tertulis dalam puisi delapan baris ini tidak memiliki spasi sama sekali.

Menurut Anya, puisi itu dibuatnya pada sore menjelang malam di indekos. Saat itu, dia tengah berbaring sambil menatap lampu tepat di atas kamar tidurnya.

Saya bengong terus ada semacam mantra yang membuat saya bangun dari mabuk lampu saya. Dan saat itu saya memang sedang kosong hati dan galau. Karena itu, tulisannya terbalik karena ma buk lampu, kata pendiri Komunitas Bunga Matahari (Buma) ini.

Mengenai puisi, kata dia, ini me njadi caranya untuk mengenali dan meng obati hati serta isi ke pa lanya. Puisi juga bisa menjadi eksperimen, seperti dalam hal per lawanan, sejarah, dan sebagainya. Puisi menjadikan seseorang harus bekerja dengan intelektual dan emosional secara bersama-sama.

Sebab, ingatan manu sia semata terkadang memiliki kemampuan menipu. Ketika menulis, dia akan selalu berusaha menggunakan kata secara hati-hati. Karena setiap kata mempunya peranan masing-masing, katanya.

Dia sesungguhnya hanya mencoba menjelajahi tema kehidupan sehari-hari yang ternyata mampu menghidupi setiap puisinya termasuk dalam Kumpulan Kota Ini Kembang Api.

Sebab, kata dia, sebuah karya memang hanya berbicara untuk dirinya sendiri. Secara menyeluruh, meski ukuran kata yang tertulis relatif kurang besar, puisi karya Anya cukup menarik untuk dibaca.

Pemilihan kata yang apik dan memiliki makna khusus membuat siapa pun penasaran apa yang sebenarnya dipikiran dan dialami Anya. Hal inilah yang dinilai para penyair, seperti Cyntha Hariadi dan Norman Pasaribu.

Pesona kehidupan pribadi penyair tidak terlalu terlihat di sini dan beda saat saya membaca puisi penyair lain yang bisa langsung diketahui. Dan inilah yang menjadikan puisi Anya unik dan layak dinikmati. Apalagi, adanya perpaduan ilustrasi dan puisi yang menjadikannya lebih keren, kata Norman.      Oleh Wilda Fizriyani, ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement