Ahad 23 Oct 2016 15:00 WIB

Potongan Kertas Jadi Indah

Red:

Cendana Mega Winarto (23 ta hun) tak mengira seni memo tong kertas atau paper cutting bisa membuat bahagia orang lain. Dua tahun yang lalu, ketika masih berkuliah di Universitas Ciputra Surabaya ia teringat dengan kegiatan yang kerap dilakukan mendiang ayahnya itu. Ia kemudian belajar secara otodidak melalui bantuan internet dan melihat karya-karya orang lain.

Karya Cendana yang dipamerkan di media sosial lantas menarik perhatian dan berbagai pesanan pun bermunculan. Ternyata banyak teman-teman yang suka dan akhirnya minta dibuatkan. Awalnya diberikan untuk hadiah tapi karena lama kelamaan semakin banyak, saya berpikir untuk membuatnya menjadi bisnis, ujar Cendana.

Paper cutting adalah kesenian yang sudah ada sejak abad keenam Masehi di Cina me nurut penelitian dari University of California, AS. Kesenian itu kemudian menyebar ke Asia Barat pada abad kesembilan dan berlanjut ke Turki pada abad ke-16. Berselang seabad ke mudian, bangsa Eropa turut mengembangkan kesenian tersebut.

Berbagai gaya kemudian lahir dari kese nian potong memotong kertas itu. Kertas dipotong membentuk berbagai hal seperti wajah, motif batik, motif bunga, dan tulisan. Seniman paper cutting Dewi Kocu melihat kesenian itu bisa dikemas dan menjadi kado. Dewi pertama kali melihat paper cutting di sebuah majalah pada 2010.

Ia kemudian tertarik dan mencari tahu cara pembuatannya. Ia memanfaatkan kertas-kertas yang tidak terpakai di kantor untuk membuat pola sederhana. Awalnya ia memotong dengan menggunakan gunting kecil. Namun, ia merasa kesulitan karena ada bagian-bagian yang tidak bisa dicapai gunting. Ia lantas beralih menggu nakan cutter dan sejak saat itu ia selalu me motong dengan memakai cutter.

Saat itu kebetulan keponakan saya ada yang akan berulang tahun. Jadi, saya membuat paper cutting itu sebagai kado yang personal," ujarnya. Sekitar 20 karya pertama Dewi Kocu diberikan kepada rekan dan kerabat sebagai kado. Ia mengaku, tidak berminat menjadikan paper cutting sebagai bisnis.

Namun, pesanan datang terus menerus dan meningkat setiap tahunnya. Pada 2014, ia memutuskan berhenti dari peker jaan dan menjadi seniman kertas. Desain Cendana mengaku tidak memiliki latar belakang pendidikan yang secara langsung menunjang keahlian memotong kertas. Namun, jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) itu mengaku lebih banyak belajar dari karya orang lain.

Untuk membuat paper cutting itu kita harus tahu bagian mana yang perlu dipotong dan tidak. Awalnya karya saya jelek. Tapi, saya belajar lagi. Proses belajar itu yang mengasyikkan, ujarnya. Dewi pun juga tidak pernah mempelajari keterampilan paper cutting secara khusus.

Meski begitu, ia mengaku sedari kecil sudah sering menjajal berbagai macam kerajinan tangan seperti menjahit, menyulam, merajut, dan origami. Menurutnya, kemampuan me mo tong kertas dengan baik ia dapatkan dari kuliah di jurusan arsitektur. Ia pun terbiasa menggu nakan cutter dan mengenal berbagai jenis kertas.

Seiring waktu, Dewi mencoba memotong desain-desain yang lebih rumit dan membutuhkan waktu yang semakin lama. Dari karya pertama yang hanya membutuhkan waktu 10 menit, kemudian meningkat menjadi 30 menit, dan pernah juga mengerjakan karya yang membutuhkan waktu tiga bulan untuk menyelesaikannya. Dewi menjelaskan, untuk membuat paper cutting alat yang diperlukan sangat sederhana.

Pa da awalnya, ia mengaku menggunakan kertas gambar. Namun, seiring berjalannya waktu ia merasa lebih menggunakan kertas fancy atau kertas karton yang sering digun akan untuk undangan pernikahan dengan tebal 180 hingga 230 gsm. Untuk alas potong, ujarnya, bisa menggunakan majalah bekas, triplek, atau gray board.

Dewi pun menggunakan cutter biasa untuk menghasilkan karya. Dalam paper cutting bukan alat yang menentukan hasil karya melainkan keahlian tangan kita, ujarnya. Desain, bagian tersulit Dewi mengaku dalam sebulan ia bisa menghasilkan sekitar 40 hingga 70 karya. Untuk membuat satu karya, hal pertama yang ia lakukan adalah membuat desain dengan bantuan program komputer.

Hal ini, menurut dia, adalah bagian yang tersulit karena menjadi unsur utama dari karya. Gambar yang ingin dipotong, dijiplak dan ditentukan bagian-bagian yang perlu dipotong. Ketika menggambar wajah misalnya, desain harus bagus dan semirip mungkin dengan foto. Ini agar dalam hasil akhirnya bisa dike nali gambar wajah yang dimaksud, ujarnya.

Setelah itu, pemotongan bisa dilakukan sesuai desain. Kertas yang sudah dipotong kemudian bisa dimasukkan ke dalam bingkai dan menjadi pajangan. Karya paper cutting dua dimensi biasanya didominasi kombinasi warna hitam dan putih. Sementara bagi Cendana, ia bisa menciptakan paper cutting warna warni dengan membuatnya menjadi tiga dimensi.

Kalau yang 3D itu mirip seperti scrapbook jadinya, ujar Cendana. Cendana mengatakan, kunci membuat paper cutting adalah ketelatenan. Jika tidak teliti atau ceroboh sedikit saja, karya bisa rusak total. Ia mengisahkan, pernah salah memo tong bagian mata. Karena kesalahan itu ia pun harus mengulang pengerjaan dari awal. Memang harus konsentrasi.

Ada bagianbagian yang kalau salah bisa diakali seperti misalnya rambut. Tapi kalau mata itu sangat krusial. Mau tidak mau akhirnya saya ulang dari awal, ujarnya. Karya kebanggaan Kesenangan Dewi pada paper cutting lantas berlanjut dengan mendirikan Cutteristic untuk menyalurkan hobinya. Lewat Cutte ristic, ia menerima pesanan karya dari berbagai kalangan.

Tak hanya berbisnis, Dewi juga melakukan beberapa kursus paper cutting. Biayanya berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu, tergantung pada jenis pelatihan yang ia bawakan.

Dewi dan Cutteristic pernah diminta untuk membuat paper cutting wajah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan presenter berita Najwa Shihab.

Sementara Cendana mengaku karya yang ia persembahkan dalam sidang skripsinya adalah yang paling berkesan. Ketika itu ia membuat karya dengan panjang dan lebar masing-masing hampir 1,5 meter.

Ia mengaku memesan bingkai khusus dan menghiasi karyanya dengan lampu-lampu. Waktu itu saya persembahkan sebagai karya di sidang skripsi. Saking besarnya saya sampai kere potan karena tidak bisa masuk dalam mobil, ujar Cendana.       Oleh Ahmad Fikri Noor, ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement