Ahad 25 Sep 2016 15:37 WIB

Lindungi Jiwa Mereka

Red: Arifin

Orang dengan gangguan bipolar amat rentan terhadap upaya bunuh diri sehingga dibutuhkan perlindungan.

 

Ibunda Aristi bagai dilanda cobaan yang tiada putus. Aristi, sebut saja namanya demikian, umurnya belum genap 17 tahun. Tetapi, ia sudah dua kali melakukan percobaan bunuh diri. Setelah berpekan-pekan malas makan, murung, dan memilih berkurung di ka mar, datang waktu gembiranya. "Seperti penuh semangat, tapi kokya dia tanpa diduga mi num semua obat sekaligus," cerita sang ibu.

Untunglah ia segera ketahuan dalam kondisi setengah pingsan. Dilarikan ke rumah sa kit dan menjalani rawat inap beberapa hari, Aris boleh pulang. Ia harus dalam peng awasan penuh. "Anak saya itu kanmengalami gangguan bipolar," kata ibu dua anak itu, "Sungguh sulit mendampingi remaja seperti itu."

Gara-gara gangguan yang diderita dan upaya bunuh dirinya, sekolah Aristi berantakan. Sebab, ia sering tak masuk sekolah.

Sebenarnya Aristi tidak sendiri. Sebanyak 25 hingga 60 persen, menurut Dr Nurmiati Amir Sp KJ (K) dari Universitas Indonesia, dari mereka yang hidup dengan gangguan bipolar (GB) pernah melakukan percobaan bunuh diri. Setidaknya satu kali dalam hidupnya mereka pernah berupaya mengakhiri hidupnya. Dari data yang didapat ada sekitar 15-20 persen kedapatan tewas, tidak tertolong. "Mereka berhasil dalam upayanya," katanya.

Perubahan suasana hati Pasien GB memiliki risiko tinggi untuk melakukan tindakan bunuh diri. Risiko tinggi itu dihadapi jika mereka tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat dan tidak patuh terhadap pengobatan tersebut. Risiko juga disebabkan oleh lingkungan. Semakin maju dan sibuk masyarakat, ikatan sosial masyarakat semakin longgar sehingga menumbuhkan perasaan kesendirian. Perasaan ini memicu munculnya depresi pada sebagian orang ini meningkatkan percobaan bunuh diri.

"GB merupakan salah satu masalah kejiwaan ditandai dengan perubahan suasana hati secara fluktuatif dan ekstrem," kata Dr Margarita Maramis SpKJ (K).

Ketua Seksi Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya Perhimpunan Dokter Spesialis Kedok teran Jiwa Indonesi (PDSKJI) ini menjelaskan, mooddapat berubah dari ekstrem sedih menjadi ekstrem mania atau gembira berlebihan. Ini diikuti seluruh aspek mental lain nya secara harmonis. Misalnya, saat moodsedang meninggi, maka terjadi peningkatan energi, proses pikir menjadi cepat dan melompat, banyak ide dan berganti, ide grandious, perasaan sangat gembira, sangat optimistis, melakukan sesuatu tidak dipikir panjang atau impulsif (melakukan tindakan-tindakan sembrono, seperti ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang), dan iritabel.

Hal sebaliknya saat moodturun. Energi pada si penyandang bipolar menjadi kurang, proses pikir menjadi lamban, kurang ide, kurang atau tidak semangat, tidak minat melakukan apa-apa, sulit konsentrasi, menarik diri dari lingkungan sosial, pesimistis, nafsu makan dan seksual menurun, dan tidur terganggu. "Terdapat pula gangguan kognitif, seperti distorsi kognitif, gangguan perhatian, konsentrasi, pengambilan keputusan, dan fleksibilitas kognitif," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini.

Mengamankan penyandang GB Pergantian moodseseorang dapat terjadi antara "kutub" manik dan depresif itu sering bersifat fatal dan menyebabkan kecelakaan. Tindakan bunuh diri sering terjadi saat awal munculnya gangguan dan berhubungan dengan episode depresi berat dan fase disforia atau agitatif, khususnya setelah episode depresi berat berat.

Margarita mengatakan, gangguan bipolar terjadi di otak karena tejadi disfungsi sel-sel otak. Untuk itu, pasien perlu ditangani dengan obat-obatan dan terapi. Pentingnya deteksi dini dapat mencegah penderita berada pada level depresi yang membuat penderita memutuskan untuk bunuh diri.

"Pada tahap awal, jangan hanya mencari informasi di internet, tetapi hubungi tenaga medis yang kompeten," ujar Marga. Ia menambahkan, risiko gangguan bipolar dapat ditekan selama melakukan pola hidup yang teratur (antara makan, kerja, dan refreshing seimbang). Tetap berolahraga dan melakukan relaksasi juga penting untuk mencegah risiko.

Bila diperlukan, segera mengonsumsi obat dan melakukan penanganan medis lainnya seperti terapi. 

Karena itu, Marga menyarankan agar seseorang yang teridentifikasi GB sebaiknya melakukan beberapa hal. "Pertama, terima keadaan diri sendiri dan menerima keterbatasan diri. Selanjutnya konsultasi kepada psikiater atau psikolog untuk mengonfirmasi gejala yang dirasakan," kata dia.

Langkah selanjutnya, pasien GB harus melakukan pola hidup teratur, seperti pengaturan pola tidur, pola makan, pola kerja, dan refreshingmelakukan olahraga dan relak sasi. "Konsumsi obat yang dapat membantu menstabilkan moodsecara teratur, bila diperlukan."

Pada dasarnya, Nurmiati Amir mengungkapkan, bunuh diri merupakan tindakan fatal yang dilakukan oleh seseorang yang benar- benar ingin mati. Biasanya ada jarak waktu antara berpikir untuk bunuh diri dan melakukan tindakan bunuh diri. Ada yang telah merencanakan untuk bunuh diri beberapa hari, pekan, bulan, bahkan beberapa tahun se belum tindakan bunuh diri tersebut dilakukannya. "Namun, ada pula yang melakukan bunuh diri secara impulsif tanpa perencanaan sebelumnya," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Mengenal ciri-cirinya Ada sejumlah ciri yang ditunjukkan orang-orang yang akan melakukan percobaan bunuh diri yang penting diwaspadai. Di antaranya, kata Nurmiati, mengunjungi atau menelepon orang-orang yang disayanginya.

Ia akan menyelesaikan berbagai permasalahan atau mengubah wasiat, serta meminta maaf kepada orang-orang yang ada di sekitarnya atau orang yang dikenalnya.

"Adanya kemudahan mengakses cara yang mematikan dapat membuat pasien GB berpikir untuk bunuh diri," ujar Nurmiati.

Hal-hal yang berpotensi membuat ide bunuh diri pada pasien GB biasanya adalah kehilangan orang terdekat, contohnya, baru saja kehilangan orang tua atau pasangan, kehilangan status finansial, pekerjaan, atau dipermalukan.

"Pasien GB yang berpotensi melakukan percobaan bunuh diri biasanya pasien pada fase depresi atau campuran," jelas Nurmiati lebih lanjut. Sekitar 60-70 yang meninggal karena bunuh diri adalah pasien depresi.

Saat depresi bisa muncul halusinasi, merasa putus asa dan menyalahkan diri sendiri, hingga merasa mendapat bisikan yang mendorongnya untuk bunuh diri.

Tetapi, keberanian melakukan bunuh diri adalah saat si pasien berada pada fase manik. 

Untuk itu, kata Nurmiati, orang dengan GB harus rutin minum obat. Dengan minum obat secara teratur, gangguan moodatau suasana hati bisa dikendalikan dengan baik "Penderita bipolar dapat hidup berdampingan dalam masyarakat jika masyarakat me mahami apa yang sedang mereka alami," ujar dia. 

 

Ada pula yang melakukan bunuh diri secara impulsif tanpa perencanaan sebelumnya.

 

 

Bagaimana Bentuk Dukungan Itu? 

Dukungan keluarga terhadap pasien gangguan bipolar (GB) amat dibutuhkan. Marga Maramis dan Nurmiati Amir sepakat, dukungan keluarga dan kepatuhan pengobatan bisa melindungi pasien dari upaya bunuh diri. Berikut beberapa saran yang bisa dilakukan:

lPasien GB jangan dijauhi, tetapi dirangkul, diberi kenyamanan dan kehangatan oleh orang-orang di sekitarnya.

lPerlihatkan kasih sayang, perhatian, kepedulian, penghargaan, empati, dan, tidak menstigma dan mendiskriminasi penyandang GB.

lKuatkan kepercayaan agama sehingga pasien bisa lebih berdamai dengan penyakitnya dan mau berobat untuk kehidupan lebih baik.

lEkspresi emosi keluarga sebaiknya rendah dan wajar, membantu mengatasi stres, bila perlu mendukung untuk bergabung dalam komunitas orang dengan bipolar.

lPatuh terhadap pengobatan (farmakologi)

lKeberadaan anak bisa menjadi alasan untuk bertahan hidup.

lTerapi interpersonal dan psikoedukasi penting dijalani lewat komunitas-komunitas untuk penyandang GB.           Oleh Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement