Ahad 26 Jun 2016 15:46 WIB

'MEMBELI TEMAN'

Red: Arifin

Tanpa dukungan keterampilan sosial yang baik, anak mengalami kesulitan mencari teman.

 

Sekitar empat tahun lalu, Fajar Satria pulang ke rumah dan mendapatkan 'kejutan' dari anak bungsunya. Kala itu, si bungsu yang baru akan menginjak usia 16 tahun meminta uang dengan jumlah tak sedikit. Yang lebih membuat Satria tak habis pikir, si bujang mengaku akan menggunakan uang tersebut untuk mentraktir teman- temannya.

Kepada Satria, putranya mengatakan bahwa ia sudah telanjur berjanji akan mentraktir sekitar 20 orang temannya di sebuah restoran cepat saji ala Jepang di hari ulang tahunnya yang ke-16. Janji tersebut terlontar begitu saja karena menurut pengakuan anak remajanya itu, banyak dari teman-temannya yang minta ditraktir saat ia ulang tahun. 

"Padahal sebagian besarnya sama sekali tidak dekat dengan dia," cerita Satria kepada Republika.

Bagi pegawai swasta biasa itu, jumlah uang sebesar Rp 1,5 juta hanya untuk mentraktir teman-temannya tidak masuk akal. Oleh karena itu, Satria mengaku menolak permintaan itu dengan sedikit marah dan meminta agar anaknya hanya mentraktir teman-teman dekatnya.

Mendapatkan penolakan dari Satria, raut muka si bungsu seketika berubah tegang. Satria dapat melihat ada kebingungan dan kekhawatiran di sana.

Satria pun kemudian berusaha untuk meredakan emosinya dan mengajak sang anak berbicara dengan lebih terbuka. Kepada anaknya, ia mengatakan bahwa tindakan yang diambil itu berlebihan karena tidak memperhitungkan kemampuan keluarga mereka.

Setelah terlibat percakapan yang cukup panjang dan lebih memahami kehidupan sang anak di sekolah, Satria pun akhirnya memberikan uang. Tetapi, ia mengaku hanya memberikan Rp 1 juta dari Rp 1,5 juta yang diminta oleh sang anak.

"Saya juga nggatega lihat ekspresinya dia. Tapi saya minta kepada dia agar kejadian itu menjadi yang pertama sekaligus terakhir," jelas Satria.

Psikolog Psycoach Human Integra Ine Indriani Aditya MPsi mengatakan merupakan hal yang lumrah ketika anak yang memasuki usia remaja memiliki keinginan punya banyak teman. Pasalnya, teman-teman memiliki kedudukan yang penting bagi anak yang memasuki fa - se remaja. 

Porsi yang makin penting Kecenderungan ingin memiliki banyak teman pada anak biasanya mulai muncul di tahap remaja awal, ketika anak-anak memasuki usia 10 tahun. Dimasa-masa ini, anak biasanya sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas 3.

Porsi orang tua yang semula lebih besar dalam hidup anak perlahan memiliki porsi yang sama penting dengan teman-teman. "Memasuki kelas 5 SD ke atas, hubungan dengan teman menjadi semakin penting porsinya," jelas Ine.

Dalam menjalin pertemanan, Ine mengatakan ada anak-anak yang cenderung menyukai pertemanan dengan sedikit orang namun intens. Ada pula anak-anak yang gemar mencari banyak teman. Sayangnya, tak semua anak melakukan cara yang benar dalam mencari teman.

Ine mengatakan ada beberapa penyebab seorang anak melakukan cara yang kurang bijak dalam mendapatkan teman. Salah satu di antaranya ialah kurangnya keterampilan sosial dalam bergaul. Keterampilan sosial ini dapat dilihat dari kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah dengan teman, menghadapi ejekan teman lain, hingga menyikapi persoalan ketika tidak menyukai sesuatu.

"Basic-nya dari rumah. Hubungan dengan orang tua yang baik, komunikasi yang baik," tambah Ine.

Tanpa ditunjang keterampilan sosial yang baik, anak bisa salah saja salah langkah dalam mencari banyak teman. Salah satu kesalahan yang mungkin dilakukan anak tersebut demi mendapatkan banyak teman dan disukai ialah dengan 'membeli teman'. 'Membeli teman' disini, lanjut Ine, ialah mendapatkan teman dengan cara memberikan sesuatu secara terus-menerus seperti mentraktir hingga mengantar jemput teman dengan mobil.

Kecenderungan anak untuk 'membeli teman' akan memberikan pengaruh yang tidak sehat bagi anak. Salah satunya, sang anak hanya akan diakui ketika punya sesuatu sehingga ia mungkin terdorong untuk mengambil uang orang tua demi membelikan sesuatu untuk teman.

Anak pun berisiko dimanfaatkan oleh teman-teman sepermainannya. Misalnya, sang anak yang terbiasa pergi diantar mobil akan dimanfaatkan teman-temannya untuk terus mengantar jemput.

"Itu (mencuri hingga dimanfaatkan teman) sudah tidak sehat. Mencari pengakuan dengan cara yang salah karena dia hanya akan diakui kalau punya sesuatu," tambah Ine.

Menjadi teman yang nyaman Disisi lain, Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI), Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi juga menyarankan agar orang tua tidak langsung memarahi anak yang memiliki kecenderungan tidak sehat dalam menjadi populer dan memiliki banyak teman. Orang tua, lanjut Vera, perlu melihat lebih jauh apa yang mendasari perilaku anak tersebut.

"Apakah karena ada kesulitan mendapatkan teman atau butuh perhatian," terang Vera.

Di sini, lanjut Vera, orang tua memiliki 'tugas' untuk bisa menjadi teman bicara yang nyaman bagi anak. Dengan begitu, sang anak dapat membicarakan masalah pertemanannya dengan terbuka kepada orang tua. Melalui kesempatan tersebut, orang tua juga dapat membimbing anak untuk belajar mengenali teman-temannya dengan lebih baik.

Agar anak dapat lebih bijak dalam bergaul, Vera juga menyarankan agar anak mengetahui cara mempertahankan haknya serta memahami batas-batas yang etis dalam bergaul.

Dengan begitu, pertemanan yang dijalin oleh sang anak tidak akan sampai mengorbankan kepentingan pribadi hingga terlalu banyak.

Vera mengatakan tak jarang keinginan memiliki banyak teman dapat membuat anak minder ketika ia tak mendapatkan teman sebanyak yang ia inginkan. Dalam hal ini, ia mengatakan orang tua dapat membantu anak menumbuhkan kepercayaan diri dengan mengembangkan kelebihan yang dimiliki oleh sang anak.

"Cari kelebihan anak lalu kembangkan, sehingga anak punya sesuatu yang bisa dibanggakan dari dirinya." jelas Vera.

Prestasi yang lahir dari pengembangan kelebihan anak nantinya juga akan membantu anak dalam memiliki banyak teman yang baik dan meraih popularitas yang positif di kalangan teman-temannya. Mendapatkan banyak teman melalui kemampuan dari dalam diri sang anak juga dapat membantu sang anak berada pada kelompok yang menerima dirinya dan identitasnya.

"Dibanding anak yang traktir teman untuk populer. (Memang) bisa jadi populer, tapi hanya semu," pesan Vera.    Oleh Adysha Citra R, ed: Nina Chairani 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement