Rabu 23 Nov 2016 16:00 WIB

Memang Ada Rumah yang Dibakar

Red:

Kekerasan menimpa Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, beberapa waktu ini. Sejumlah pihak menyerukan Pemerintah Indonesia melakukan langkah aktif dari sisi diplomasi untuk menekan Pemerintah Myanmar. Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Ito Sumardi menjelaskan sejumlah hal terkait situasi konflik Rohingya kepada wartawan Republika, Amri Amrullah, kemarin. Berikut cuplikannya:

Bagimana kondisi Muslim Rohingya di Rakhine?

Saya orang yang langsung ke lapangan selama tujuh hari bersama perwakilan Kedubes RI dan perwakilan PBB. Pada awal November, kita rombongan delegasi yang baru pertama kali diberi akses melihat dan bertanya dengan Muslim Rohingya.

Kalau terkait isu pembakaran kampung Muslim, di Rakhine, khususnya di dekat Maungdaw, memang betul ada rumah-rumah yang dibakar, tetapi sebagian kecil saja. Saya mencontohkan ada satu kampung yang berjumlah 260-an rumah, kemudian 13 rumah yang dibakar di wilayah dekat Maungdaw. Dan, lokasi pembakaran itu betul-betul kosong, tidak ada bekas cangkir, piring, jadi betul-betul rumah itu dibakar dalam keadaan kosong.

Menurut Anda, siapa yang membakar kampung Muslim Rohingya?

Pertanyaannya siapa yang membakar, tentu ini harus dibuktikan. Menurut saya, kalau memang tentara atau polisi di sana berniat ingin membakar, pasti bisa saja satu kampung dibakar habis. Dan, pada saat pembakaran, laporan yang diterima pihak Kedubes RI di Yangon memang saat itu kampung betul-betul kosong. Sampai kita datang, baru warga berbondong-bondong keluar dari persembunyian.

Benarkah ada genosida terhadap Muslim Rohingya?

Kalau memang betul ada pembantaian, tentu ada bekas-bekasnya. Karena, sebagai mantan polisi dan pernah juga bertugas di Bosnia saat tragedi genosida di sana, saya pasti bisa membedakan apakah benar ada pembantaian itu atau tidak. Karena kalau ada genosida, bisa dilihat bekasnya. Tapi, yang terjadi tidak seperti itu.

Lalu, apa yang terjadi saat ini?

Pembakaran rumah itu tentu ada alasan. Tidak ada asap kalau tidak ada api, pasti ada penyebabnya. Konflik dan pembakaran rumah di desa sekitar Maungdaw itu semua bermula dari serangan kelompok RSO (Rohingya Solidarity Organisation).

Kelompok RSO ini bagi Pemerintah Myanmar merupakan separatis karena ingin memisahkan diri dari pemerintahan Myanmar yang sah. Alasan yang digunakan karena mereka Muslim dan etnis minoritas yang ditindas oleh Pemerintah Myanmar.  

Dan, pimpinan kelompok RSO itu memang alumni-alumni dari Taliban, Pakistan, dan Afghanistan.

Apa yang mereka lakukan sehingga memancing tindakan keras dari aparat Myanmar?

Serangan RSO itu dilakukan pada 9 Oktober lalu. Dalam serangan itu, 14 polisi Myanmar tewas, lima polisi luka, dan tujuh tentara menjadi korban. Dari serangan RSO itu, ada senjata dari aparat yang direbut sebanyak 47 senjata dari berbagai jenis. Dan, lebih dari 10 ribu amunisi dirampas.

Kemudian, baru-baru ini dua hari yang lalu (19 November 2016) aparat juga diserang. Ada beberapa yang menjadi korban, baik anggota RSO maupun aparat Myanmar. Jadi, 6 November, ketika saya sampai di Yangon, ada pos polisi yang kita kunjungi itu setelah diserang oleh RSO. Ini masalah internal bagi Myanmar dan tidak di-blow up.

Apakah informasi genosida itu tidak benar?

Logikanya kalau terjadi pembantaian terhadap Muslim Rohingya, pasti akan terjadi penolakan besar-besaran di Yangon. Karena, di Yangon juga terdapat kelompok Muslim yang cukup banyak.

Tapi, di sana tenang-tenang saja. Selain itu, tidak ada statement dari PBB terkait pembantaian ini. Tidak mungkin PBB tutup mata. Karena itu, menurut saya, mereka yang mengatakan ada pembantaian itu hanyalah kelompok-kelompok LSM internasional, ini sama seperti di Aceh dulu.

Bagaimana sikap Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya saat ini, termasuk dengan kelompok Buddha radikal?

Sebenarnya pemerintahan di bawah Aung San Suu Kyi sudah lebih mengakomodasi kelompok Muslim di Myanmar, termasuk Muslim Rohingya. Suu Kyi telah mengubah paradigma agar Muslim Rohingya itu disebut sebagai Kelompok Muslim Rakhine agar tidak terjadi diskriminasi.

Sejauh ini, bagaimana investasi Indonesia di Myanmar?  

Tentang investasi RI di sana masih sangat kecil. Saat ini masih nomor 13, jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya. Dengan dicabutnya sanksi ekonomi oleh AS, saat ini negara-negara besar berbondong-bondong berminat berinvestasi di sana. Indonesia melalui kunjungan Menteri BUMN sudah ke sana untuk melihat kemungkinan investasi BUMN di sana. Namun, karena masih dalam masa transisi, pemerintah masih menunggu kepastian kebijakan ekonomi pemerintah baru. Khusus di Rakhine, belum ada minat dari negara-negara investor untuk berinvestasi karena wilayah Rakhine termasuk wilayah yang sering dilanda bencana alam dan sumber daya alamnya terbatas.     ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement